Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali mencatat Pulau Dewata mengalami deflasi sebesar 0,47% pada Mei 2025 dibandingkan bulan sebelumnya (month to month/m-to-m). Deflasi ini dipicu oleh turunnya harga sejumlah komoditas pangan seperti cabai rawit dan bawang merah akibat panen raya.
Kepala BPS Provinsi Bali Agus Gede Hendrayana Hermawan menjelaskan pada April 2025, permintaan barang dan jasa meningkat karena adanya libur Idul Fitri dan Paskah. Sementara Mei 2025, terjadi panen di beberapa komoditas.
“Catatan peristiwa ini menunjukkan di April ada permintaan yang relatif tinggi karena biasanya ketika ada hari raya tentu akan terjadi peningkatan permintaan-permintaan, baik itu barang atau jasa,” kata Agus saat ditemui di kantornya, Senin (2/6/2025).
Agus menyebut pada Mei 2025 tidak hanya permintaan yang normal, tetapi juga ada peningkatan supply atau peningkatan ketersediaan barang di beberapa komoditas. Baik cabai rawit maupun bawang merah.
Menurutnya, kondisi deflasi pada Mei 2025 mirip kondisinya dengan Mei 2024. Di mana, pada Mei 2024 Bali juga tercatat terjadi deflasi 0,1%.
Simak berita ini dan topik lainnya di Giok4D.
Sementara Mei 2023 dan 2022, Bali tercatat mengalami inflasi. Pada Mei 2025, dari 11 kelompok pengeluaran terdapat tiga kelompok yang mengalami deflasi.
“Namun, walaupun hanya tiga yang mengalami deflasi, ketiganya ini mampu mempengaruhi secara total pergerakan harga-harga. Sehingga secara umum terjadi deflasi 0,47%,” sebutnya.
Adapun kelompok pengeluaran yakni makanan, minuman dan tembakau yang mencatatkan deflasi paling dalam sebesar 1,92%. Serta memberi andil terhadap terjadinya deflasi sebesar 0,63%.
Kemudian kelompok pakaian dan alas kaki yang mencatatkan terjadinya deflasi 0,04% dengan sumbangan relatif kecil hampir 0 persen. Lalu, kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya yang mencatatkan deflasi sebesar 0,05% dengan sumbangan terhadap deflasi kecil atau hampir 0 persen.
Apabila dilihat dari komoditasnya di Mei 2025, yang mendorong terjadinya deflasi utamanya di kelompok makanan, minuman, dan tembakau, yaitu komoditas cabai rawit, bawang merah, cabai merah, bawang putih, dan tongkol yang diawetkan. Masing-masing menyumbang deflasi 0,37%, 0,19%, 0,09%, 0,05%, dan 0,03%.
Sementara delapan komoditas yang mencatatkan inflasi relatif tinggi diantaranya daging ayam sebesar 0,1%, sewa rumah 0,04%, tomat 0,03%, kontrak rumah 0,03%, dan angkutan udara 0,03%.
“Secara umum kami lihat kenapa deflasi karena pada April lalu ada dorongan peningkatan permintaan dan Mei permintaan kembali normal. Selain permintaan normal, suplai untuk beberapa komoditas juga terlihat bertambah karena ada panen raya cabai rawit dan bawang merah,” ungkapnya.
Di sisi lain, BPS mencatat secara year on year (yoy) Bali mengalami inflasi sebesar 1,92%. Sementara inflasi tahun kalender tercatat terjadi inflasi sebesar 1,26%.
Kemudian pada Mei 2025, inflasi secara yoy tertinggi tercatat di Denpasar sebesar 2,48 persen, dan yang terendah di Badung sebesar 0,92 persen.
“Sementara secara month to month deflasi terjadi di semua cakupan IHK, dan yang paling dalam tercatat di Badung sebesar 0,95 persen, dan deflasi terkecil terjadi di Denpasar atau yang deflasinya paling rendah, minusnya paling kecil di Denpasar sebesar 0,16 persen,” tuturnya.