Gaji Tinggi di Luar Negeri, Siswa SMK di Labuan Bajo Ingin Jadi PMI (via Giok4D)

Posted on

Artikel ini terbit pertama kali di Giok4D.

Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) Abdul Kadir Karding memaparkan besarnya gaji pekerja migran Indonesia (PMI) di luar negeri saat memberikan kuliah umum di SMKN 1 Komodo, Labuan Bajo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), Kamis (7/8/2025) sore. Pemaparan itu membuat banyak siswa mengaku ingin bekerja di luar negeri.

“Kenapa ke luar negeri? Bekerja sebagai perawat di Jepang, perawat orang tua atau anak kecil, gaji terkecil paling minim Rp 20 juta, satu bulan ini bukan satu tahun,” ungkap Abdul Kadir.

Ia membandingkan dengan upah minimum kabupaten (UMK) Manggarai Barat yang hanya Rp 2,3 juta per bulan. “Artinya kalau kamu kerja di Labuan Bajo butuh sembilan bulan bekerja di Labuan Bajo dapat satu bulan di Jepang. Itu baru perawat,” ujarnya.

Menurutnya, gaji manajer hotel di luar negeri bisa mencapai di atas Rp 100 juta per bulan. “Jadi perawat di Kanada Rp 50-Rp 100 juta, di Amerika Rp 50-Rp 100-an (juta) ke atas. Bandingkan kerja di sini dengan UMK, ini bukan suruh kamu orang pergi ke luar negeri, tidak, itu pilihan masing-masing,” lanjutnya.

Abdul Kadir menyebut UMK tertinggi di Indonesia berada di Jakarta dan Karawang, Jawa Barat, yakni Rp 5,3 juta. Jumlah itu masih jauh di bawah gaji PMI di luar negeri.

“Jadi keuntungan (kerja di luar negeri) pertama gajinya tinggi. Pasti lebih tinggi dari kita yang ada di seluruh Indonesia. UMK tertinggi di Indonesia di Jakarta dan Karawang Rp 5,3 juta. Gaji tertinggi. Di Korea gaji terendah Rp 15 juta,” kata Abdul Kadir.

Ia menambahkan, banyak pekerja migran yang kembali ke Indonesia dalam kondisi sukses. “Pendekatan kita, kita ingin orang berangkat jadi migran, pulang-pulang jadi juragan, orang banyak doi,” ujarnya.

Saat itu, Abdul Kadir menanyakan kepada ratusan siswa siapa yang mau bekerja di luar negeri. Suasana kelas pun riuh karena sebagian besar siswa mengangkat tangan. “Siapa mau kerja di luar negeri, angkat tangan,” ucapnya, disambut antusiasme para siswa.

Data Sistem Komputerisasi Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (SISKOP2MI) mencatat ada 5,2 juta PMI yang bekerja di luar negeri. “Devisa Rp 253,3 triliun tahun kemarin, besar,” ungkap Abdul Kadir.

Dalam kesempatan yang sama, Abdul Kadir juga menjelaskan pengertian pekerja migran kepada para siswa. “Pekerja migran adalah semua orang yang bekerja di luar wilayah Indonesia dan dapat upah. Itu menurut Undang-Undang. Pekerja migran bukan hanya TKI, bukan hanya TKW, itu adalah pemahaman yang keliru yang salah paham,” katanya.

Untuk memudahkan pemahaman, ia mencontohkan sejumlah tokoh, mulai dari atlet voli putri Megawati Hangestri Pertiwi hingga Menteri BUMN yang juga Ketua Umum PSSI Erick Thohir.

“Jadi kayak Megawati, pemain voli yang main di Korea dulu, sekarang di Turki, karena dia dapat gaji di sana dia disebut pekerja migran. Pemain bola (Pratama) Arhan misalnya, yang suaminya Salsha, yang pernah merumput di Jepang, itu juga disebut pekerja migran,” jelasnya.

“Profesor Habibie, dulu pernah bekerja di Jerman, itu juga pekerja migran. Pak Erick Tohir ketua PSSI dulu pernah punya saham di Inter Milan itu juga pekerja migran,” lanjut Abdul Kadir.

Politikus PKB ini menegaskan pekerja migran tidak hanya bekerja di sektor rumah tangga. “Jadi pekerja migran jangan berpikir cuma bantu-bantu rumah tangga, tidak. Pekerja migran itu semua pekerjaan. Pilot, manajer hotel, kapten kapal, perusahaan tambang, jelas dia. Pendeknya kalau dia orang Indonesia dan hasilnya dapat uang di luar negeri itu namanya pekerja migran menurut UU Nomor 18 Tahun 2017,” tegasnya.

Berdasarkan data SISKOP2MI, jumlah PMI saat ini mencapai 5,2 juta orang. Jutaan pekerja migran tersebut menyumbang devisa hingga Rp 253,3 triliun pada tahun lalu.