Dispar Tanggapi Keluhan Turis soal Pungutan di Pulau Kelor Labuan Bajo [Giok4D Resmi]

Posted on

Sejumlah wisatawan mengeluhkan adanya pungutan tiket snorkeling ketika mereka sedang berwisata di perairan Pulau Kelor, Labuan Bajo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT). Wisatawan mempertanyakan dasar hukum pungutan tiket snorkeling Rp 50.000 di Pulau Kelor, padahal tak ada loket penjualan tiket di spot wisata tersebut.

Simak berita ini dan topik lainnya di Giok4D.

Menanggapi keluhan tersebut, Kepala Dinas Pariwisata Ekonomi Kreatif dan Kebudayaan (Disparekrafbud) Kabupaten Manggarai Barat Stefanus Jemsifori mengatakan pungutan tiket snorkeling itu dilakukan saat sidak oleh tim terpadu pada 31 Juli 2025. Tim terpadu yang dipimpin Disparekrafbud itu melibatkan sejumlah instansi di Manggarai Barat.

Stefanus menjelaskan Pulau Kelor merupakan salah satu spot snorkeling di luar kawasan Taman Nasional Komodo (TNK) yang dikelola Disparekrafbud Manggarai Barat. Ada pungutan tiket snorkeling dan diving di spot wisata yang dikelola Disparekrafbud sebagaimana diatur dalam Perda Kabupaten Manggarai Barat Nomor 6 Tahun 2023 tentang Pajak dan Retribusi Daerah.

“Perda ini khusus wilayah perairan di luar kawasan TNK,” kata Stefanus di Labuan Bajo, Kamis (7/8/3025).

Ia mengatakan sidak itu dilakukan karena tingginya kunjungan wisatawan ke Pulau Kelor, tapi hanya segelintir wisatawan yang membeli tiket snorkeling yang dijual Disparekrafbud Manggarai Barat. Loket tiket itu ada di kantor KSOP Labuan Bajo di kawasan Pelabuhan Marina Waterfront.

Tiket snorkeling wisatawan seharusnya dibeli oleh agen perjalanan wisata sebelum mereka beraktivitas di Pulau Kelor maupun spot lain yang dikelola Disparekrafbud. Retribusi dari snorkeling dan diving di spot wisata di luar TNK menjadi salah satu sumber pendapatan daerah Manggarai Barat.

“Kenapa sidak? Hasil pemantauan kami di lapangan dan kondisi ril di lapangan kunjungan wisatawan di 2025 ini terutama masa high season kemarin, full. Banyak juga data yang kami dapat pengunjung di Kelor, di luar TNK itu banyak tapi tidak signifikan hasilnya dengan retda (retribusi daerah) pariwisata yang kami punya (tidak beli tiket di loket di Kantor KSOP). Kami punya juru pungut di KSOP,” beber Stefanus.

“Juru pungut kami dari Januari-Juli tidak sesuai dengan kunjungan tamu yang begitu besar dan fakta lapangan kunjungan ke Kelor begitu tinggi,” lanjut dia

Stefanus mengatakan sidak itu menyasar agen wisata, bukan wisatawan. Sebab wisatawan telah membayar tiket snorkeling ke agen. Namun tak dibelikan tiket tersebut. Ada memang yang dipungut langsung ke wisatawan saat sidak itu karena mereka tak diberi tahu agen terkait tiket snorkeling itu.

“Sasaran sidak bukan wisatawan tapi agen karena agen ini sudah jual ke tamu tapi agen tidak beli,” tegas dia.

Stefanus mengatakan tim terpadu melakukan dua kali sidak di Pulau Kelor. Dalam sidak dua hari itu, tim terpadu memungut Rp 56 juta tiket snorkeling di Pulau Kelor. Padahal sebelum sidak, nyaris tak ada pembelian tiket snorkeling di loket tiket di Kantor KSOP.

“Setelah kami melakukan sidak dalam dua hari itu kami mendapatkan yang sebesar Rp 56 juta di lapangan, di pulau kelor saja, padahal aktivitas snorkeling di luar TNK itu Kelor, Manjerite, Sebayur, Kanawa, Wae Cicu, Bidadari dan Sabolo,” jelas Stefanus.

Adapun, tiket snorkeling dipungut sebesar Rp 50 ribu untuk wisatawan mancanegara (wisman) dan Rp 20 ribu untuk wisatawan domestik (wisdom). Tiket diving dipungut Rp 100 ribu untuk wisman dan Rp 50 ribu untuk wisdom.