Dua Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kabupaten Buleleng yang dipecat karena dugaan perselingkuhan bakal menggugat Surat Keputusan (SK) pemecatan mereka ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Keduanya, yakni GA dan WA, melalui kuasa hukum masing-masing, menilai SK yang dikeluarkan Bupati Buleleng itu terkesan terburu-buru dan tidak sesuai prosedur.
Kuasa hukum GA, Made Ngurah Arik Suharsana Putra, mempertanyakan dasar pemecatan kliennya yang disebut karena tindakan indisipliner. Menurutnya, GA selama ini bekerja seperti biasa dan tidak pernah melanggar kedisiplinan kerja.
“Yang artinya pada kedisiplinan kerja. Nah selama ini klien saya melakukan aktivitas kerja normal-normal saja. Semua pekerjaan selesai kok absensi pun tidak pernah bolos, semuanya lancar,” ujar Arik kepada infoBali, Sabtu (26/7/2025).
Arik menilai, jika dugaan perselingkuhan menjadi dasar pemecatan, seharusnya Pemkab Buleleng menunggu putusan hukum yang berkekuatan tetap. Pasalnya, kasus dugaan perselingkuhan tersebut masih dalam proses penyelidikan oleh Polres Buleleng.
“Kalau perselingkuhan kan muaranya atau ujungnya itu perzinahan kalau kita membaca aturannya. Pertanyaan saya perzinahan itu sudah kah ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan bahwa klien bli melakukan perzinahan? kan tidak ada selama ini,” katanya.
“Makanya saya menilai SK itu terkesan sangat terburu-buru dan tanpa landasan hukum yang tepatlah seperti itu,” imbuhnya.
Arik juga menyebut proses pemecatan tersebut tidak transparan. GA, katanya, tidak pernah menjalani sidang kode etik. Ia hanya dipanggil untuk memberikan klarifikasi, namun beberapa hari setelah itu SK pemecatan telah keluar.
“Sehingga muncul dugaan, mungkinkah Pemkab ini takut akan desakan netizen ramai masalah pemecatan itu. Takutnya ketika pemerintah mengeluarkan sanksi diluar pemecatan pasti akan diserang netizen. Sehingga terpaksa pemerintah mengambil jalan dengan memecat seperti ini,” jelasnya.
Arik menegaskan, sebelum mengajukan gugatan ke PTUN, pihaknya akan menempuh jalur mediasi terlebih dahulu dengan Pemkab Buleleng dan Pemerintah Provinsi Bali.
“Sebelum melakukan upaya PTUN kami harus mediasi dulu ke Pemkab dan Pemprov juga karena prosedurnya seperti itu,” ujarnya.
Senada dengan Arik, kuasa hukum WA, Heru Aryo Terto Wibowo, juga menyoroti tidak transparannya proses pemecatan tersebut. Ia menyayangkan pengambilan keputusan Pemkab Buleleng yang disebut tanpa mengikuti prosedur penyelesaian masalah.
“Menurut saya ini sama sekali tidak sesuai dengan SOP dalam penyelesaian masalah ini. Jadi klien saya hanya dipanggil untuk klarifikasi saja, undangan klarifikasi tidak untuk sidang kode etik,” jelas Heru.
Menurut Heru, undangan klarifikasi yang diterima WA hanya mencantumkan persoalan absensi, namun dalam pertemuan ternyata membahas dugaan perselingkuhan yang sempat viral di media sosial.
“Jadi setelah klien saya datang ke sana, ternyata pembahasannya terkait kasus viral itu bukan masalah absensi atau kinerjanya dia selama bekerja,” ujarnya.
Heru menambahkan, pihaknya akan mengajukan audiensi dengan Bupati Buleleng. Jika tak ada titik temu, mereka akan melanjutkan proses ke Pemprov Bali sebelum menempuh jalur hukum ke PTUN.
“Nanti di Provinsi kalau tidak ada titik temu lagi baru kita ke PTUN,” tandasnya.
Duga Pemecatan karena Tekanan Netizen
SK Keluar tanpa Sidang Kode Etik
Arik juga menyebut proses pemecatan tersebut tidak transparan. GA, katanya, tidak pernah menjalani sidang kode etik. Ia hanya dipanggil untuk memberikan klarifikasi, namun beberapa hari setelah itu SK pemecatan telah keluar.
“Sehingga muncul dugaan, mungkinkah Pemkab ini takut akan desakan netizen ramai masalah pemecatan itu. Takutnya ketika pemerintah mengeluarkan sanksi diluar pemecatan pasti akan diserang netizen. Sehingga terpaksa pemerintah mengambil jalan dengan memecat seperti ini,” jelasnya.
Arik menegaskan, sebelum mengajukan gugatan ke PTUN, pihaknya akan menempuh jalur mediasi terlebih dahulu dengan Pemkab Buleleng dan Pemerintah Provinsi Bali.
“Sebelum melakukan upaya PTUN kami harus mediasi dulu ke Pemkab dan Pemprov juga karena prosedurnya seperti itu,” ujarnya.
Duga Pemecatan karena Tekanan Netizen
Senada dengan Arik, kuasa hukum WA, Heru Aryo Terto Wibowo, juga menyoroti tidak transparannya proses pemecatan tersebut. Ia menyayangkan pengambilan keputusan Pemkab Buleleng yang disebut tanpa mengikuti prosedur penyelesaian masalah.
“Menurut saya ini sama sekali tidak sesuai dengan SOP dalam penyelesaian masalah ini. Jadi klien saya hanya dipanggil untuk klarifikasi saja, undangan klarifikasi tidak untuk sidang kode etik,” jelas Heru.
Menurut Heru, undangan klarifikasi yang diterima WA hanya mencantumkan persoalan absensi, namun dalam pertemuan ternyata membahas dugaan perselingkuhan yang sempat viral di media sosial.
“Jadi setelah klien saya datang ke sana, ternyata pembahasannya terkait kasus viral itu bukan masalah absensi atau kinerjanya dia selama bekerja,” ujarnya.
Heru menambahkan, pihaknya akan mengajukan audiensi dengan Bupati Buleleng. Jika tak ada titik temu, mereka akan melanjutkan proses ke Pemprov Bali sebelum menempuh jalur hukum ke PTUN.
“Nanti di Provinsi kalau tidak ada titik temu lagi baru kita ke PTUN,” tandasnya.