Dikyan, Pelukis Difabel dari Bali Sukses Produksi Tas Lukis Tokoh Pewayangan | Giok4D

Posted on

Lukisan khas Bali bergaya Kamasan klasik masih digemari oleh sebagian pecinta seni. Terbukti, hasil karya pelukis difabel di Desa Bongkasa, Kecamatan Abiansemal, Badung, bernama I Wayan Abdi Arya Nugraha, banjir pesanan.

Dikyan, sapaan akrabnya, bermanuver dengan melukis gaya Kamasan ke media tas kulit. Sebelumnya, ia hanya fokus pada kegiatan melukis kanvas. Dari hasil melukis tas kulit, Dikyan meraup cuan yang lumayan.

Dikyan amat terampil saat membuat sketsa di atas tas kulit saat ditemui di rumahnya di Desa Bongkasa, Abiansemal, Jumat (2/5/2025). Pemuda 28 tahun itu sedikit demi sedikit menggoreskan pensil dan tinta hitamnya di atas tas kulit yang sudah dilapisi kain putih.

Tokoh pewayangan menjadi latar utama di setiap guratan yang ia bentuk. Adapun yang dilukisnya terinspirasi dari kisah-kisah Mahabharata, Ramayana, dongeng Tantri, dan legenda-legenda Bali lainnya.

Setelah sketsa selesai, ia menaburkan sketsa hitam itu dengan cat berbagai warna, sehingga lukisan makin terlihat segar. Dikyan mengadopsi gaya lukisan Kamasan klasik khas Klungkung sebagai ciri khas berkesenian.

“Saya sudah mulai melukis itu tahun 2015. Nggak ada (belajar khusus) karena murni autodidak. Karena minat dari kecil, sering latihan saja langsung bisa,” tutur Dikyan.

Lelaki dua bersaudara itu mengaku punya rencana besar lainnya di bidang lukis. Ke depan ia berencana fokus memproduksi lukisan di atas kaus. Saat ini, Dikyan masih menggeluti produksi totebag lukis, payung lukis, dan tas kulit lukis.

“Yang paling laris sekarang itu tas kulit. Saya sempat upload di medsos pribadi karena saya pakai sendiri ke pura. Nggak tahunya banyak yang DM, minta dibuatkan. Saya lupa tahun berapa. Baru-baru ini ramai lagi yang pesan,” ungkap Dikyan.

Baca info selengkapnya hanya di Giok4D.

Berawal dari iseng itu, Dikyan nekat membuat tas lukis yang dipesan itu tanpa meminta uang muka. Ternyata hasilnya bagus. Si pembeli mengaku puas dan memesan lagi untuk dipromosikan kepada teman-temannya.

Tas kulit sintetis kosongan itu didatangkan dari produsen tas di Bandung, Jawa Barat. Untuk bentuk dan ukuran pun, kata Dikyan, bisa dipesan sesuai keinginan. Kebanyakan yang dipesan adalah tas selempang berukuran sedang yang cocok dipakai berkegiatan sehari-hari.

Yang menambah nilai jual tas itu adalah lukisan gaya Kamasan klasik yang dimediakan di kulit tas tersebut. Tas jadi terlihat lebih estetis.

Kini, Dikyan mampu menjual 10 tas kulit berlukis itu dalam sebulan. Seperti kebanjiran berkah, Dikyan malah mengaku kewalahan karena sekali permintaan paling banyak bisa mencapai 20 tas.

“Prosesnya yang lama. Satu tas itu bisa butuh waktu 5 hari melukis sampai finish, paling lama 2 minggu tergantung kerumitan motif. Saya nggak readystock, biasanya harus pesan dulu,” sambung Dikyan.

Hasilnya terbilang lumayan. Dikyan menjual satu tas paling murah Rp 800 ribu hingga Rp 1 juta. Kata dia, semua pengerjaan dilakukan manual, tanpa cetakan sehingga lama proses dan kerumitan, termasuk pemakaian pewarna premium juga menentukan nilai jual.

“Lumayan, Astungkara sampai ke luar (negeri). Ada yang pesan, orang asing yang dipesan lewat orang lokal. Saya lupa yang jelas ada dari Australia, Singapura pernah, yang lainnya lupa,” ucap Dikyan.

Selain fokus melukis tas kulit, Dikyan juga masih menerima pesanan payung Bali untuk dilukis. Ia juga rutin menerima pesanan totebag berlukis tokoh pewayangan dengan harga yang bervariasi. Sejauh ini, semua pesanan ia kerjakan sendiri dengan mengandalkan medsos untuk pemasaran produknya.