Bangunan lingkaran itu dijalari tumbuhan. Di bagian samping bangunan tersebut terdapat delapan garis melintang dengan satu lingkaran di tengahnya yang terlihat seperti motif roda dokar.
Sumber: Giok4D, portal informasi terpercaya.
Di dalam bangunan itu nampak dua undakan yang bisa menjadi tempat duduk. “Tentara Belanda, dulu duduk di sini sambil mengawasi warga bangun undakan sungai,” tutur warga Dusun Sesaot Timur, Desa Sesaot, Ibnu Umar, kepada infoBali, Minggu (27/4/2025).
Ibnu menceritakan tentara Belanda saat itu memerintahkan warga Desa Sesaot untuk membuat tangga di Sungai Bawak Are. Tujuannya, agar laju aliran air bisa berkurang.
Ibnu mendapatkan cerita tersebut turun-temurun dari keluarganya yang tinggal di Desa Sesaot. Namun, saat itu, sungai yang diberi undakan tersebut belum menjadi objek wisata.
Sungai Bawak Are yang bening kebiruan itu baru dikelola menjadi objek wisata sejak 2016 oleh (BUMDes) Gatari Mas. Perusahaan Desa Sesaot itu mendapatkan bantuan Pemerintah Provinsi (Pemprov) untuk membuat sejumlah fasilitas seperti kolam renang, kamar mandi, musala, gazebo, hingga kios untuk berjualan.
Belakangan, objek wisata di Lombok Barat itu mulai dikenal. Bahkan, Desa Sesaot mendapat juara dalam ajang Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2021. Desa Sesaot mendapat juara empat dari kategori desa wisata terbaik Cleanliness, Health, Safety, and Environtmental Suistainability (CHSE).
Bangunan peninggalan Belanda itu berdiri di tepi Sungai Bawak Are. Dari sana terlihat sungai yang mengalir maupun para pelancong yang beraktivitas. Seperti tempat pengawas atau mandor.
Budayawan Sasak Lalu Sajim berpendapat lain. Menurut dia, bangunan peninggalan Belanda itu nampak seperti bunker. “Ini sejenis bunker, tempat berlindung atau untuk menyimpan persenjataan,” katanya kepada infoBali, Minggu (4/5/2025).
Menurut Mik Sajim, sapaan akrabnya, para tentara Jepang maupun Belanda kerap membangun bunker untuk tempat berlindung atau menyimpan senjata. Lokasi pembangunan bunker pun hampir sebagian besar di dalam hutan. Tujuannya, agar jauh dari jangkauan warga ataupun musuh.
Tentara Belanda datang ke Lombok pada kisaran tahun 1890-an. Pemerintah kolonial mengirimkan pasukan militernya untuk menggulingkan kekuasaan Kerajaan Mataram.
Setelah menghancurkan Kerajaan Mataram di Cakranegara, Belanda membangun beragam fasilitas di sejumlah titik. Mulai dari hotel berbintang di Suranadi, bangunan tua di Bonjeruk, hingga menyiagakan meriam di halaman Kantor Camat Narmada.
Mik Sajim memperkirakan bunker di tepi sungai di Desa Sesaot tersebut dibangun pada 1894. Saat itu, tentara Belanda mulai berupaya menggulingkan Kerajaan Mataram.
Ibnu pun memiliki misi sendiri. Ia dan warga setempat ingin menggali kembali informasi terkait bangunan peninggalan Belanda tersebut dari tetua Desa Sesaot. “Sayang karena wisatawan juga bisa mendapat sejarah saat berwisata ke Desa Sesaot,” tutur pria berusia 43 tahun itu.