Banjir Terparah Sejak 2011, Warga Keluhkan Kebun Pandan Jadi Kontrakan

Posted on

Setelah 5 hari Denpasar dilanda banjir, kini hujan deras kembali mengguyur kota ini pada Senin (15/9/2025) pagi. Salah satu titik yang kembali tergenang air terjadi di Gang Pandan Sari, Jalan Kebo Iwa Selatan, Denpasar Barat.

Ni Nyoman Lestari, warga setempat, mengeluhkan perubahan fungsi lahan di wilayahnya. Menurutnya, kebun pandan yang sebelumnya menjadi daerah resapan kini sudah diuruk dan dialihfungsikan menjadi bangunan kontrakan.

“Di belakang dulu ada kebun pandan wangi. Awalnya di sana tempat penampungan air. Sebulan dua bulan lalu sudah diuruk mau dikontrakin katanya,” ujarnya saat ditemui di depan tempat tinggalnya, Senin (15/9/2025)

Selain itu, sungai kecil di kawasan tersebut dianggap tidak mampu menampung debit air hujan. “Aliran sungai ini udah kecil, sekarang penampungan airnya nggak ada ya gini jadi banjir,” jelas pemilik toko kelontong itu.

Ia menilai beberapa pihak tidak mempertimbangkan dampak lingkungan jika lahannya dialihfungsikan. Akibatnya, banjir kali ini menjadi yang terparah sejak terakhir kali terjadi pada 2011.

“Udah lama nggak pernah banjir dari 2011, ini yang paling parah,” katanya. Diketahui, Gang Pandan Sari, Jalan Kebo Iwa Selatan, sebelumnya direndam banjir pada Rabu (10/9/2025).

Ia berharap pemerintah bisa lebih tegas dalam memberi izin alih fungsi lahan agar tidak merugikan masyarakat sekitar. “Harapannya kita untuk pemerintah kota agar pengalihan lahan itu dipilih lah mana yang bisa dialihkan. Dampaknya ke depan itu loh yang dipikirin. Jangan kasih sembarangan izin,” harap Lestari.

Sebelumnya, Menteri Lingkungan Hidup (LH) Hanif Faisol Nurofiq menyebut alih fungsi lahan yang masif memberi andil besar terhadap bencana banjir. Salah satunya, luas hutan yang berkurang 459 hektare.

Seperti diketahui, banjir pada Rabu (10/9/2025) telah menewaskan 17 orang. Sementara, lima orang lainnya belum ditemukan.

Menurut Hanif, perubahan lanskap di Bali telah berlangsung sejak lama. Hanif menegaskan perubahan tata ruang sedikit saja berpengaruh besar bagi Bali.

“Kalau yang lain berubah sampai ratusan hektare, ribuan, tidak terlalu pengaruh. Tapi, Bali ini sangat berbeda,” kata dia di rumah jabatan gubernur Jayasabha, Sabtu (13/9/2025), malam.

Sesuai penjelasan Koster, Hanif mencontohkan daerah aliran sungai (DAS) Ayung yang di bawahnya terdapat aliran Tukad Mati, Tukad Badung dan Tukad Singapadu dengan luas total 49.500 hektare. Namun, yang hanya ditutupi pohon sekitar 1.500 hektare atau hanya 3 persen.

“Tadi Pak Gubernur juga agak kaget dan memang secara ekologis untuk daerah aliran sungai mampu menahan ekosistem di bawahnya itu paling tidak harus 30 persen,” tuturnya.

Hanif menyebut rendahnya tutupan hutan sepanjang DAS di Bali akibat alih fungsi lahan telah berlangsung sejak 2015-2024. Menurutnya, terjadi konversi lahan dari hutan menjadi nonhutan seluas 459 hektare.

“459 hektare itu untuk pulau lain mungkin kecil. Tetapi, untuk pulau Bali sangat berarti karena sisa hutannya hanya 1.500 hektare. Awalnya hampir 2.000 tetapi, berkurang 400 hektare sehingga saat ini tinggal 1.500 hektare. Itu cukup sangat serius. Sehingga hujan yang ekstrem atau hujan yang lebat saja itu sudah pengaruh sangat besar untuk Bali,” bebernya.

Menurutnya, DAS Ayung menjadi salah satu DAS penting. Sebab, di bawahnya ada aliran Tukad yang berlokasi di Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan.