Asal Usul Lawa Mori Bima, Pelabuhan-Jalur Perniagaan Tertua di Sumbawa

Posted on

Lewa Mori atau Lawa Mori di Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), akan dibangun jembatan dan jalan penghubung pada 2026. Lawa Mori yang berada di ujung selatan Teluk Bima ini dulunya adalah Pelabuhan laut tertua di Bima dan jalur perniagaan tertua di Pulau Sumbawa.

Sejarawan Bima, Fahru Rizki, mengatakan Lewa Mori atau dikenal masyarakat Bima saat ini bukanlah nama yang sebenarnya. Namun yang benar adalah Lawa Mori.

“Yang benar Lawa Mori, bukan Lawa Mori,” katanya kepada infoBali, Minggu (13/4/2025).

Fahru menjelaskan Lawa Mori berasal dari dua kata bahasa Mbojo (Bima), yakni Lawa dan Mori. Lawa berarti pelabuhan ini adalah kata serapan bahasa Jawa yakni lawang yang berarti pintu. Sementara Mori berarti kehidupan.

“Jadi Lawa Mori berarti gerbang kehidupan,” katanya.

Selain bermakna pelabuhan, Lawa menurut Fahru, mempunyai arti yang lebih luas dan filosofis bagi orang Bima, yakni bermakna sebuah gerbang kebudayaan, perniagaan, dan peradaban.

“Lawa disebut mempunyai makna filosofis yakni gerbang pertemuan semua perniagaan dan budaya,” jelas Fahru.

Pelabuhan dan Jalur Perniagaan Tertua di Pulau Sumbawa

Fahru menjelaskan Lawa Mori adalah pelabuhan tertua di Bima sebagai jalur perniagaan tertua di Pulau Sumbawa. Bahkan Pelabuhan Lawa Mori masuk dalam catatan penulis asal negara Portugis, Tome Pires, yang dianggap pertemuan lintas peradaban kala itu.

“Tak hanya tempat perniagaan, kontak dengan Islam melalui pedagang Arab, Sumatra, dan Ternate juga terjadi di Pelabuhan Lawa Mori ini,” ujarnya.

Fahru mengungkapkan sebelum Pelabuhan Lawa Due dibangun oleh Makapiri Solor sebagai pangkalan militer pasukan Ternate. Terlebih dahulu ada Pelabuhan Lawa Mori sebagai tempat perniagaan kuda, beras, kain, dan kayu.

“Komoditi kuda adalah niaga yang paling penting dan ramai diperjualbelikan di Lawa Mori saat itu. Sekitar pada abad 14 hingga 15 masehi akhir,” ungkapnya.

Melalui Lawa Mori, banyak aktivitas dan kontak dengan negara (kerajaan) terjadi kala itu. Letak Lawa Mori yang strategis juga sangat melindungi kapal dari angin timur dan utara sehingga menguntungkan kapal yang datang ke arah selatan untuk mengambil garam di Godo.

Saat Kesultanan Bima dipimpin oleh Raja Bicara Abdul Hamid, garam mulai diproduksi di pesisir selatan Lawa Mori. Hasilnya sangat baik dan kualitas untuk dipasarkan di wilayah Sulawesi hingga Batavia.

“Dari tangan Raja Bicara Abdul Hamid mengembangkan garam menjadi komoditas unggulan Bima pada 1930-an. Pengirimannya melalui Lawa Mori ini,” imbuhnya.

Terlantar dan Hanya Digunakan untuk Spot Mancing

Rute dari Kota Bima menuju Lawa Mori bisa ditempuh perjalanan sekitar 15-20 menit menggunakan sepeda motor.

Sebelum munculnya wacana dan rencana pembangunan jembatan penghubung, beberapa tahun terakhir, Lawa Mori adalah pelabuhan angkut muat garam hasil produksi warga sekitar. Garam-garam tersebut diangkut ke kapal laut untuk dibawa dan dikirim ke wilayah NTT, seperti Reo dan Labuhan Bajo.

Sekarang pelabuhan angkut muat garam Lawa Mori kondisinya terlantar. Saat ini dijadikan sebagai lokasi oleh warga untuk memancing dan menikmati pemandangan laut pada sore hari.