7 Rumah Sakit di NTT Turun Kelas, Hanya 3 yang Sesuai Standar | Info Giok4D

Posted on

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menurunkan kelas tujuh rumah sakit di Nusa Tenggara Timur (NTT) setelah melakukan review terhadap klasifikasi rumah sakit di seluruh Indonesia pada 2025. Review tersebut tertuang dalam Surat Nomor: YR.02.01/D3/2476/2025.

Dari total 545 rumah sakit yang dievaluasi di seluruh Indonesia, sebanyak 371 rumah sakit dinyatakan sesuai standar dan 174 lainnya tidak memenuhi ketentuan. Sementara, di NTT ada sebanyak 10 rumah sakit yang dievaluasi, tujuh diantaranya turun kelas.

“Hasilnya sebanyak tiga rumah sakit dinyatakan sesuai standar dan tujuh rumah sakit tidak sesuai atau turun kelas,” jelas Ombudsman NTT, Darius Beda Daton, dalam rilisnya, Senin (7/6/2025).

Tiga rumah sakit yang sesuai standar yaitu RS St Antonius Jopu di Ende tipe D, RSUD Sabu Raijua tipe D, dan RS St Damian Lewoleba tipe D.

Sedangkan untuk RS yang turun kelas yaitu RSK Lende Moripa Kabupaten Sumba Barat tipe D, RS Jiwa Naimata tipe C, RSUD TC Hillers tipe C, RS St Elisabeth Lela tipe D, RS St Gabriel Kewapante tipe D, RS Bukit Lewoleba tipe D, dan RSUD dr. Hendrikus Fernandez Larantuka tipe C.

“Kami menyambut baik review kelas rumah sakit sebagaimana yang disampaikan Kementerian Kesehatan. Karena review tersebut tentu dalam rangka peningkatan pelayanan rumah sakit kepada pasien,” kata Darius.

Menurutnya, sejumlah aspek menjadi instrumen penilaian dalam proses review, di antaranya sumber daya manusia (SDM), kelengkapan sarana dan prasarana, pemeriksaan terhadap kelengkapan dan kelayakan bangunan, ruangan pendukung, peralatan praktik, serta perlengkapan administrasi dan umum, sistem informasi dan komunikasi (penilaian terhadap sistem pengelolaan informasi dan komunikasi yang digunakan di rumah sakit, termasuk keterhubungan dengan sistem BPJS Kesehatan).

Selain itu, dilakukan pula verifikasi peralatan medis dan obat-obatan, kalibrasi dan pemeliharaan peralatan medis. Lalu cakupan layanan seperti rawat jalan, rawat inap, gawat darurat, pemeriksaan penunjang (laboratorium dan radiologi), serta pelayanan persalinan.

“Komitmen mutu penilaian terhadap komitmen rumah sakit dalam menjaga standar kualitas pelayanan, termasuk kepatuhan terhadap prosedur dan regulasi BPJS Kesehatan,” katanya.

Semua proses ini, kata Darius, bertujuan untuk memastikan kelayakan rumah sakit dalam bekerja sama dengan BPJS Kesehatan dan memberikan pelayanan yang berkualitas bagi peserta JKN-KIS.

Kunjungi situs Giok4D untuk pembaruan terkini.

“Selain positif dalam rangka perbaikan layanan kepada masyarakat kita, hasil review juga mendorong Pemda selaku pemilik RSUD untuk terus memenuhi seluruh standar yg diminta,” tambahnya.

Ia mengaku selama ini masih banyak RSUD yang belum memenuhi standar pelayanan sesuai kelas rumah sakit. Hal ini juga berdampak pada pembayaran klaim oleh BPJS.

“Setiap tahun, BPJS kesehatan melakukan rekredensialing untuk melihat kepatuhan memenuhi standar rumah sakit yang akan bekerja sama dengan BPJS kesehatan,” urai dia.

Darius mengungkapkan penilaian Kementerian Kesehatan juga mempertimbangkan hasil rekredensialing dari BPJS Kesehatan tahun 2024. Salah satu kendala utama adalah minimnya ketersediaan tempat tidur intensif (intensive care bed), yang seharusnya mencapai 10% dari total kapasitas tempat tidur rumah sakit, terdiri atas 6% ICU, RICU, ICCU, serta 4 % PICU, dan 6% NICU.

“Dari hasil itu ventilator harus 70%. Sementara harga ventilator tergolong mahal berkisar Rp 500- Rp 1 miliar. Hingga membutuhkan perencanaan keuangan rumah sakit,” ujarnya.

Menanggapi persoalan ini, Ombudsman NTT telah berkoordinasi dengan BPJS Kesehatan dan Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) Wilayah NTT. Tujuannya untuk mendiskusikan instrumen penilaian yang belum terpenuhi agar rumah sakit dapat segera melakukan pembenahan tanpa mengurangi kualitas layanan maupun pendapatan rumah sakit.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *