Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Nusa Tenggara Barat (NTB) angkat suara soal kasus kematian Juliana Marins (27), warga negara (WN) Brasil yang terjatuh di Gunung Rinjani yang masih menjadi perbincangan warganet. Bahkan, kasus tersebut menjadi sorotan dunia karena dugaan lambatnya evakuasi seusai korban terjatuh pada Sabtu (21/6/2025).
Ketua Komisi II DPRD NTB, Lalu Pelita Putra, mengatakan dunia pariwisata di Gunung Rinjani telah menjadi sorotan nasional hingga internasional imbas kematian Juliana. Dia meminta agar dilakukan evaluasi menyeluruh oleh pemerintah.
“Kami minta evaluasi menyeluruh. Dunia pariwisata yang menjadi program unggulan ini sudah menjadi sorotan internasional. Kasus Juliana di Rinjani yang mana ini sudah menjadi viral, ini sudah mendunia,” kata politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu dihubungi infoBali, Kamis (26/6/2025).
Pelita menilai ada kekurangan dalam penanganan evakuasi Juliana yang sempat dikabarkan masih bergerak pada kedalaman 200 meter. Evakuasi yang gagal itu akhirnya membuat Juliana ditemukan tewas dan terjatuh lagi hingga di kedalaman 600 meter.
“Di sana kami melihat ada kekurangan. Apalagi Tim SAR mengalami kendala di lapangan. Ini harus jadi perhatian pemda dan pusat,” terang Pelita.
Guna menghindari kejadian serupa, Pelita menyarankan Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB bersama pengelola Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) dan tim SAR harus melakukan evaluasi menyeluruh terhadap semua kekurangan.
“Harus dilakukan evaluasi menyeluruh. Kami menyarankan pemerintah dalam hal ini bisa memperketat pintu masuk untuk pendakian,” ujarnya.
Setali tiga uang dengan Pelita, Anggota Komisi II DPRD NTB, Lalu Arif Rahman Hakim, mengatakan pengelola juga harus melakukan pengetatan di setiap jalur masuk ke TNGR. Setiap pintu masuk TNGR harus menempatkan petugas untuk mengawasi para pendaki.
“Kami minta ada petugas yang akan memeriksa di semua jalur. Kita seleksi setiap pendaki soal kesehatan, kondisi fisik, peralatan dan lainnya,” pinta Arif.
Selain itu, Balai TNGR juga berkewajiban melakukan pembinaan kepada guide dan porter di Gunung Rinjani. Seluruh porter dan guide harus diberikan pengetahuan tentang cuaca di gunung. “Sehingga mereka segera memberikan informasi ke petugas soal kondisi cuaca di sana,” ujar Arif.
Di sisi lain, politikus Partai NasDem ini juga meminta kepada Balai TNGR agar memasang papan atau rambu-rambu pada jalur-jalur pendakian ekstrem. Seperti ke arah puncak Rinjani, ke arah Danau Segara Anak, dan jalur lain.
“Kejadian (Juliana) ini seharusnya bisa kita hindari. Karena itulah kami minta perbanyak rambu-rambu di jalur-jalur ekstrem. Persoalan mendaki ini harus selektif dan matang. Supaya kesan masyarakat dan pemerintah siap menerima wisatawan yang mendaki gunung,” ujar Arif.
Dalam proses evakuasi korban Juliana Marins, Arif berujar, tim SAR gabungan bersama jajaran lain sudah melakukan tugasnya dengan baik. Meski begitu, tim evakuasi harus diberikan pelatihan dan peralatan yang lebih memadai.
“Sehingga kalau ada kecelakaan bisa ditangani cepat. Kita tidak suka dengarnya ini faktor cuaca. Kan paling tidak kalau sudah menyiapkan semua ketika ada kecelakaan bisa kita antisipasi tidak sampai kita di-bully (di media sosial),” jelas Arif.
Sebelumnya, Kepala Badan SAR Nasional (Basarnas), Marsekal Madya TNI Mohammad Syafii, berjanji akan melakukan evaluasi terhadap sistem penyelamatan kedaruratan di Gunung Rinjani. Hal ini merespons tewasnya turis Brasil, Juliana Marins (27), setelah jatuh ke jurang sedalam ratusan meter di jalur menuju puncak Rinjani.
“Pada saat rapat evaluasi mungkin ada hal-hal yang akan kami lakukan, dari kejadian ini kami bisa memberikan pelatihan-pelatihan dan di beberapa titik mungkin perlu ditambahkan fasilitas untuk mempercepat proses penyelamatan kedaruratan,” ujar Syafii, Rabu (25/6/2025) malam.
Syafii mengatakan saat terjadi kedaruratan ada perbedaan upaya yang dilakukan antara medan yang ekstrem seperti gunung maupun jurang dengan kondisi permukaan yang landai.
“Hal ini kami tahu persis dengan upaya yang dilakukan oleh tim gabungan hari ini ketika melakukan evakuasi hampir semuanya melebihi dari target,” jelasnya.
Syafii mencontohkan ketika melakukan pendakian normal dari pintu masuk menuju titik jatuhnya korban memakan waktu sampai 8 jam, akan tetapi tim evakuasi mampu menempuh perjalanan hanya dalam waktu 6 jam.