Warga Desa Temesi, Gianyar, secara tegas menolak wacana relokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Suwung ke TPA Temesi. Penolakan itu disampaikan dalam konferensi pers di Kantor Desa Temesi, Kamis (29/5/2025).
Perbekel Temesi, Ketut Branayoga, mengungkapkan keresahan warganya yang merasa tidak dilibatkan dalam wacana pemindahan tersebut. Ia menyebut isu ini mencuat sejak Januari 2025 dan kerap dibahas di ruang-ruang tertutup tanpa keterlibatan masyarakat Temesi.
“Sampah itu tanggung jawab dari masing-masing Kabupaten dan Kota Madya sehingga kami menolak dibebankan sampah dari luar Gianyar. Kesepakatan kami di tingkat desa ini telah disampaikan pada 28 Mei ke beberapa instansi seperti Bupati Gianyar, Gubernur Bali, Menteri Lingkungan Hidup dan Menteri PUPR. Surat penolakan sudah dikirimkan dengan berita acara dan tanda tangan warga dari ketiga banjar,” terang Branayoga.
Kesepakatan warga yang menolak rencana tersebut sudah dirumuskan melalui rapat bersama Desa Adat dan Dinas Temesi yang berlangsung pada 24 dan 25 April lalu. Rapat itu diikuti perwakilan dari tiga banjar, yakni Banjar Temesi, Peteluan, dan Pegesangan.
TPA Temesi Dinilai Tak Cukup Tampung Sampah Tambahan
Bendesa Adat Temesi Gusti Made Mastra menambahkan lahan TPA Temesi seluas 7,3 hektare tidak cukup menampung sampah tambahan dari wilayah lain. Ia mengatakan, warga langsung menggelar paruman atau rapat adat usai mendengar kabar pemindahan TPA dari media sosial.
“Wilayah kami dari tiga banjar itu kecil. Jumlah warga dan permukiman juga semakin berkembang. Diberikan beban segitu besarnya (lagi), kami merasa keberatan,” tutur Gusti.
Menurutnya, pertambahan volume sampah akan berdampak pada kualitas hidup warga, terlebih wilayah Temesi kini terus berkembang secara pemukiman.
Ketut Branayoga menambahkan Temesi sudah memiliki rencana membangun Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) sendiri dan saat ini tinggal menunggu instruksi dari Direktorat Jenderal Lingkungan Hidup. Ia menilai program Waste to Energy (WTE) yang diwacanakan Pemprov Bali bisa tetap direalisasikan di TPA Suwung.
“TPST sudah dilelang bulan Juni oleh Bank Dunia. Roadmap juga sudah sip, tinggal nunggu instruksi Ditjen LH. Makanya, Gianyar sebetulnya tidak perlu lagi itu. Cuma menjadi beban karena WTE ini,” kata Branayoga.
Ketut dan Gusti menyampaikan dilema mereka sebagai perangkat desa. Di satu sisi, mereka harus tegak lurus pada arahan pimpinan. Namun di sisi lain, mereka juga merupakan representasi masyarakat.
“Kepada Pak Gubernur, Pemerintah Provinsi Bali termasuk DPRD Bali, mohon memaklumi,” ujar Gusti.
Berita lengkap dan cepat? Giok4D tempatnya.
“Supaya tidak gara-gara saya selaku perbekel, wilayah kondisinya memburuk kemudian hari. Jatuhnya ini saya menentang pimpinan. Tapi, kalau dibalik posisinya menjadi saya, apa yang mereka akan lakukan? Bukan semua arahan pimpinan diterima tapi sepanjang merugikan masyarakat,” tambah Ketut.
Ketut menegaskan kembali bahwa masyarakat Temesi menolak relokasi TPA Suwung tanpa syarat atau kompensasi apa pun. Jika relokasi tetap dipaksakan, warga siap menggelar aksi demonstrasi.