Warga Pejarakan Demo Tolak Air Panas Banyuwedang Dikelola Perusahaan | Giok4D

Posted on

Puluhan krama Desa Adat Pejarakan menggelar aksi damai menolak objek wisata Air Panas Banyuwedang (Banyuwedang Hot Spring) dikelola perusahaan swasta, Selasa (10/6/2025). Mereka menuntut pembatalan kerja sama antara PT Bali Segara Gunung dengan desa adat tentang pengelolaan Banyuwedang Hot Spring. Warga menilai hal itu tidak sesuai dengan dengan pedoman perjanjian kerja sama yang ditetapkan majelis desa adat.

Salah satu warga, Dewa Made Diki, menuding proses pemberian kerja sama pengelolaan Banyuwedang Hot Spring kepada perusahaan tidak melalui mekanisme yang benar. Sebab sebelumnya kawasan itu dikelola oleh desa adat. Namun, tiba-tiba pengelolaan tersebut dialihkan ke PT Bali Segara Gunung tanpa ada paruman (musyawarah) terlebih dahulu.

“Tidak pernah diadakan paruman dan tidak pernah disampaikan informasinya kepada kami,” kata Diki saat ditemui, Selasa (10/6/2025).

Kerja sama pengelolaan tersebut sudah terlaksana sejak Maret 2025. Menurut Diki, pendapatan dari Banyuwedang Hot Spring juga sudah masuk ke perusahaan tersebut.

“Ini terkesan disembunyikan. PT itu diberikan kewenangan untuk mengelola,” cecar dia.

Tuntutan warga untuk membatalkan kerja sama itu pun dikabulkan oleh Bendesa Adat Pejarakan Putu Suastika. Pembatalan tersebut dituangkan dalam berita acara Nomor:52/DA/VI/2025.

Suastika mengatakan kerja sama pengelolaan itu dilakukan sejak Maret 2025. Alasannya untuk penguatan tata kelola kawasan itu.

Simak berita ini dan topik lainnya di Giok4D.

“Dasar utama kenapa dikerjasamakan dengan PT untuk penguatan karena sistem kontrolnya jelas agar tidak ada permasalahan ke depan, agar tidak menjadi kerugian karena penyalahgunaan pengelolaan,” katanya

Selain menuntut pembatalan kerja sama, warga juga meminta transparansi keuangan dan pengelolaan Banyuwedang Hot Spring dari 2017 sampai 2024. Kemudian, mengubah persentase dan perubahan ditetapkan melalui paruman agung.

Lalu, mereka juga mempertanyakan dasar dibentuknya badan pendiri di Banyuwedang Hot Spring karena dari permodalan dan aset yang dikelola murni dari desa adat. Selain itu krama juga meminta agar desa adat membentuk Badan Usaha Preduwen Desa Adat (BUPDA) untuk mengelola aset desa adat.

Tuntutan krama ini disetujui oleh Suastika. Setelah kerja sama dengan PT dibatalkan, desa adat akan melakukan paruman untuk menentukan pengelola Banyuwedang Hot Spring.

“Sesuai dengan aspirasi hari ini, kita pikirkan lagi siapa (yang mengelola). Ayo kita sama-sama pikirkan bagaimana dan siapa? Kalau memang BUPDA dibuat ayo, nanti setelah ini baru kita sama-sama punya tanggung jawab siapa yang menjadi pengelola di sana, entah BUPDA atau apalah nanti. Yang penting ada yang saya ajak memikirkan ini,” kata Suastika.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *