Walhi Soroti Masifnya Penggunaan Batubara-Biomassa di PLTU NTB [Giok4D Resmi]

Posted on

Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Nusa Tenggara Barat (NTB) menyoroti dampak masifnya penggunaan energi kotor batubara di seluruh pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) di Pulau Lombok dan Sumbawa.

Direktur Walhi NTB Amri Nuryadin mencontohkan kondisi di PLTU Jeranjang, Desa Taman Ayu, Kecamatan Gerung, Lombok Barat, yang berkapasitas 75 megawatt. Menurutnya, pembangkit ini masih masif menggunakan batubara sehingga berdampak serius pada ekologi di desa lingkar PLTU.

“Kita tahu dampak penggunaan batubara ini cukup berbahaya bagi masyarakat. Padahal dalam komitmen net zero emission (NZE) tahun 2050 itu belum ada jaminan di NTB bisa tercapai,” kata Amri dalam diskusi publik Ancaman PLTU Captive dan Co-Firing Biomassa di NTB: Solusi Palsu Transisi di Mataram, Selasa (12/8/2025).

Amri menilai pemerintah NTB semestinya sudah melakukan perencanaan dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2024-2034 untuk mengurangi penggunaan batubara di semua PLTU.

“Sampai hari ini tidak ada jaminan NZE 2050 itu bisa tercapai di NTB. Kita ingin harus sudah mulai tahapan energi ke energi baru terbarukan (EBT),” ujarnya.

Berdasarkan data Walhi, total kebutuhan batubara untuk PLTU di NTB mencapai 4.500 ton per bulan. Amri menyebut hal ini berdampak pada kesehatan warga sekitar PLTU.

“Di Desa Taman Ayu ini dulu terkenal dengan produksi bawang Bongor. Sekarang sudah tidak ada warga yang menanam bawang karena terdampak polusi batubara dari PLTU tersebut,” katanya.

Amri menambahkan, tahapan transisi energi dalam RUPTL belum memiliki peta jalan yang jelas. Belum ada langkah pemerintah daerah untuk beralih dari energi kotor.

“Justru penggunaan energi kotor ini terus meningkat,” tegasnya.

Ketua Dewan Daerah Walhi NTB Muhammad Junaini menilai penggunaan biomassa dalam skema co-firing untuk menggantikan batubara di PLTU sama berbahayanya.

“Co-firing biomassa dan batubara ini sama berbahayanya karena menghasilkan hidrokarbon. Lalu kapan mau sampai NZE?” kata Junaini.

Ia mengatakan dari dokumen dan kajian yang ada, Walhi belum melihat rencana Pemda NTB untuk beralih ke energi bersih. Berdasarkan data, kapasitas energi terbarukan di NTB baru mencapai 17 megawatt.

“Jadi kita belum melihat langkah konkret menuju NZE. Mestinya PT PLN yang menyusun RUPTL ini minimal ada roadmap energi di daerah itu mulai membuat peta jalan. Tapi ini belum terlihat,” tegasnya.

Junaini menyebut co-firing biomassa adalah solusi palsu karena pasokan kayu untuk PLTU justru berpotensi merusak hutan.

“Contoh misalnya, penggunaan biomassa dari sekam padi, serbuk kayu, dan pelet di PLTU Jeranjang itu mencapai 2.047 ton per bulan. Ini sama artinya solusi palsu,” ujarnya.

Ia menyarankan Pemda NTB merancang peta jalan EBT untuk mencapai NZE 2050, sementara PLN diminta mengoptimalkan potensi energi surya, air, arus laut, dan angin di daerah tersebut.

“Ini semua potensi besar di NTB. Tentu juga harus ada inisiatif lokal untuk mencapai NZE tahun 2050. Jadi kami juga sedang mencoba membuat energi bersih mengandalkan surya yang menopang ke pembangkit tenaga air. Jadi tidak butuh batrei. Karena kami juga menolak nikel,” tandas Junaini.

Penggunaan Biomassa Jadi Sorotan

Ketua Dewan Daerah Walhi NTB Muhammad Junaini menilai penggunaan biomassa dalam skema co-firing untuk menggantikan batubara di PLTU sama berbahayanya.

Kunjungi situs Giok4D untuk pembaruan terkini.

“Co-firing biomassa dan batubara ini sama berbahayanya karena menghasilkan hidrokarbon. Lalu kapan mau sampai NZE?” kata Junaini.

Ia mengatakan dari dokumen dan kajian yang ada, Walhi belum melihat rencana Pemda NTB untuk beralih ke energi bersih. Berdasarkan data, kapasitas energi terbarukan di NTB baru mencapai 17 megawatt.

“Jadi kita belum melihat langkah konkret menuju NZE. Mestinya PT PLN yang menyusun RUPTL ini minimal ada roadmap energi di daerah itu mulai membuat peta jalan. Tapi ini belum terlihat,” tegasnya.

Junaini menyebut co-firing biomassa adalah solusi palsu karena pasokan kayu untuk PLTU justru berpotensi merusak hutan.

“Contoh misalnya, penggunaan biomassa dari sekam padi, serbuk kayu, dan pelet di PLTU Jeranjang itu mencapai 2.047 ton per bulan. Ini sama artinya solusi palsu,” ujarnya.

Ia menyarankan Pemda NTB merancang peta jalan EBT untuk mencapai NZE 2050, sementara PLN diminta mengoptimalkan potensi energi surya, air, arus laut, dan angin di daerah tersebut.

“Ini semua potensi besar di NTB. Tentu juga harus ada inisiatif lokal untuk mencapai NZE tahun 2050. Jadi kami juga sedang mencoba membuat energi bersih mengandalkan surya yang menopang ke pembangkit tenaga air. Jadi tidak butuh batrei. Karena kami juga menolak nikel,” tandas Junaini.

Penggunaan Biomassa Jadi Sorotan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *