Video pernikahan anak di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), viral di media sosial. Mempelai perempuan diduga masih duduk di bangku sekolah menengah pertama (SMP). Sedangkan, mempelai laki-laki disebut merupakan siswa sekolah menengah kejuruan (SMK).
Berdasarkan video yang beredar, kedua mempelai terlihat berfoto bersama sejumlah undangan di depan dekorasi pernikahan mereka. Selain itu, mempelai perempuan yang diperkirakan berusia sekitar 15 tahun tampak semringah saat mengikuti prosesi nyongkolan atau pernikahan adat Sasak, Lombok.
Sontak, video pernikahan anak di bawah umur itu menuai beragam respons dari warganet. Tak sedikit warganet yang menyesalkan pernikahan anak sekolahan itu.
Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Mataram Joko Jumadi juga menyayangkan pernikahan anak yang viral itu. Ia berharap pemerintah daerah setempat mengatensi fenomena tersebut.
“Saya belum dapat informasinya, apakah ini dari Lombok Timur atau Lombok Tengah. Tapi dugaan kami (mereka) dari Lombok Tengah,” kata Joko saat dikonfirmasi infoBali, Jumat (23/5/2025).
LPA Mataram, Joko berujar, siap membantu proses pelaporan ke polisi jika alamat kedua mempelai diketahui. Menurutnya, masyarakat perlu mendapat edukasi terkait dampak negatif pernikahan anak.
Nurjanah, aktivis pemerhati perempuan dan anak di Mataram, setali tiga uang. Ia menyebut fenomena pernikahan anak di NTB sudah terjadi sejak lama.
“Dibilang miris, bukan lagi miris, tapi sangat miris sekali. Di NTB ini soal perkawinan anak sudah lama terjadi dan menjadi concern banyak orang,” ujar Nurajah.
Menurut Nurjanah, video pernikahan anak di Lombok juga sering beredar di media sosial. Ia menilai fenomena itu kerap berulang karena institusi negara tidak bergerak.
“Misalkan saja di level paling bawah pernikahan itu terjadi di desa. Desa itu pasti tahu (ada pernikahan anak),” imbuh Nurjanah.
infoBali pernah menulis tentang fenomena perkawinan anak di NTB pada 2023. Berdasarkan data Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB pada 2021-2022, tercatat sebanyak 1.870 anak di 10 kabupaten/kota di NTB yang mengajukan dispensasi nikah.
Tingginya angka perkawinan anak di NTB juga diperkuat oleh data Save the Children Indonesia. Organisasi itu mencatat 311 pengajuan dispensasi nikah pada 2019 di NTB. Angka dispensasi itu meningkat menjadi 803 permohonan setahun kemudian.
Sejumlah faktor menjadi penyebab masih banyaknya perkawinan anak di NTB. Mulai dari pandemi COVID-19, rendahnya ekonomi dan pendidikan orang tua, hingga salah kaprahnya masyarakat setempat pada tradisi merarik.