Umat Hindu di Bali bersiap menyambut Hari Raya Galungan dan Kuningan. Terdekat, Galungan akan dirayakan pada Rabu, 19 November 2025. Sedangkan, Kuningan jatuh pada Sabtu, 29 November 2025.
Ada sejumlah tradisi unik yang dilakukan masyarakat di berbagai wilayah di Bali saat momen Galungan dan Kuningan. Salah satu yang menjadi ciri khas menjelang Galungan adalah pemasangan penjor di depan rumah-rumah warga Bali.
Tradisi memasang penjor saat Galungan merupakan wujud rasa syukur atas kemakmuran dan kesejahteraan yang telah diberikan oleh Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Penjor terbuat dari bambu melengkung yang telah dihiasi dengan rangkaian janur dan ornamen-ornamen hasil bumi seperti buah-buahan, daun-daunan, hingga bunga.
Penjor merupakan simbol pertiwi dengan segala hasilnya yang memberikan kehidupan dan keselamatan bagi manusia. Penjor juga dilengkapi sanggah sebagai tempat sesajen atau banten, sampyan, lamak, gantung-gantungan, tetandingan dengan pala bungkah, pala gantung, jajan, dan hiasannya.
Umat Hindu di Bali memaknai penjor sebagai simbol dari gunung yang dianggap suci. Penjor yang dipasang menancap ke bumi atau pertiwi menjadi simbol kehidupan dan keselamatan.
Selain tradisi memasang penjor, ada beberapa tradisi lainnya yang ditemukan saat rangkaian Galungan dan Kuningan di Bali. Berikut tradisi unik saat Hari Raya Galungan dan Kuningan di Bali seperti dirangkum infoBali dari berbagai sumber.
Warga di Desa Adat Samsam, Kecamatan Kerambitan, Tabanan, Bali, memiliki tradisi ngelinting yang dilakukan pada Penampahan Galungan atau sehari sebelum Galungan. Warga setempat menyalakan linting atau ngelinting.
Tradisi membakar linting ini telah dijalankan sejak dulu oleh warga Desa Adat Samsam. Membakar linting memiliki makna sebagai penerangan atau cahaya bagi bhuana agung dan bhuana alit menjelang Galungan maupun Kuningan.
Tujuannya agar saat Galungan dan Kuningan mendapat galang apadang atau sinar terang. Cara membuat linting sangat sederhana, yakni hanya membutuhkan ancang atau lidi yang dibalut dengan kapas. Kemudian dibaluri minyak kelapa atau minyak goreng dan setelah itu dibakar.
Linting yang telah dibakar kemudian ditancapkan pada semua pelinggih yang ada di rumah, termasuk di depan pintu masuk. Tradisi ngelinting juga dapat ditemukan di beberapa daerah selain Desa Adat Samsam dengan sebutan yang berbeda-beda.
Masyarakat di Desa Medahan, Kecamatan Blahbatuh, Gianyar, Bali, memiliki tradisi ngejot tumpeng atau memberikan tumpeng saat Hari Raya Galungan.
Warga akan berkeliling mengunjungi rumah para pengantin baru di wilayah mereka untuk ngejot tumpeng.
Ngejot tumpeng dimaknai sebagai ucapan selamat serta penyambutan warga baru di wilayah tersebut. Warga membawa alas mulai dari piring, besek, hingga bokor berisi banten soda lengkap dengan sampian, tumpeng, buah, kudapan, dan beras kepada pengantin yang menikah enam bulan sebelum Galungan.
Biasanya, pengantin baru tersebut akan memberikan tape dan jaja uli sebagai balasan seusai menerima jotan tumpeng dari warga.
Tradisi lainnya saat momen Galungan dan Kuningan adalah ngelawang barong. Tradisi ini dilakukan dengan menarikan barong bangkung dari rumah ke rumah.
Ngelawang barong biasanya dilakukan oleh sekaa atau sekelompok anak-anak di wilayah banjar atau desa adat mereka. Umumnya, tradisi ngelawang dilakukan oleh anak-anak dan remaja yang terdiri dari 8-15 orang.
Dua anak bertugas menarikan barong bangkung, yakni barong berwujud babi hutan. Sedangkan, anak lainnya bertugas sebagai penabuh gamelan. Saat mereka menarikan barong di depan rumah warga, pemilik rumah biasanya menyerahkan punia atau sedekah kepada para penari dan penabuhnya.
Tradisi ngelawang atau pementasan barong bangkung dipercaya dapat menetralisir pengaruh negatif di rumah-rumah warga yang didatangi. Ngelawang juga diidentikkan dengan tradisi ruwatan yang diharapkan bisa mendatangkan kesejahteraan.
1. Ngelinting
2. Ngejot Tumpeng
3. Ngelawang Barong
Selain tradisi memasang penjor, ada beberapa tradisi lainnya yang ditemukan saat rangkaian Galungan dan Kuningan di Bali. Berikut tradisi unik saat Hari Raya Galungan dan Kuningan di Bali seperti dirangkum infoBali dari berbagai sumber.
Warga di Desa Adat Samsam, Kecamatan Kerambitan, Tabanan, Bali, memiliki tradisi ngelinting yang dilakukan pada Penampahan Galungan atau sehari sebelum Galungan. Warga setempat menyalakan linting atau ngelinting.
Tradisi membakar linting ini telah dijalankan sejak dulu oleh warga Desa Adat Samsam. Membakar linting memiliki makna sebagai penerangan atau cahaya bagi bhuana agung dan bhuana alit menjelang Galungan maupun Kuningan.
Tujuannya agar saat Galungan dan Kuningan mendapat galang apadang atau sinar terang. Cara membuat linting sangat sederhana, yakni hanya membutuhkan ancang atau lidi yang dibalut dengan kapas. Kemudian dibaluri minyak kelapa atau minyak goreng dan setelah itu dibakar.
1. Ngelinting
Linting yang telah dibakar kemudian ditancapkan pada semua pelinggih yang ada di rumah, termasuk di depan pintu masuk. Tradisi ngelinting juga dapat ditemukan di beberapa daerah selain Desa Adat Samsam dengan sebutan yang berbeda-beda.
Masyarakat di Desa Medahan, Kecamatan Blahbatuh, Gianyar, Bali, memiliki tradisi ngejot tumpeng atau memberikan tumpeng saat Hari Raya Galungan.
Warga akan berkeliling mengunjungi rumah para pengantin baru di wilayah mereka untuk ngejot tumpeng.
Ngejot tumpeng dimaknai sebagai ucapan selamat serta penyambutan warga baru di wilayah tersebut. Warga membawa alas mulai dari piring, besek, hingga bokor berisi banten soda lengkap dengan sampian, tumpeng, buah, kudapan, dan beras kepada pengantin yang menikah enam bulan sebelum Galungan.
Biasanya, pengantin baru tersebut akan memberikan tape dan jaja uli sebagai balasan seusai menerima jotan tumpeng dari warga.
2. Ngejot Tumpeng
Tradisi lainnya saat momen Galungan dan Kuningan adalah ngelawang barong. Tradisi ini dilakukan dengan menarikan barong bangkung dari rumah ke rumah.
Ngelawang barong biasanya dilakukan oleh sekaa atau sekelompok anak-anak di wilayah banjar atau desa adat mereka. Umumnya, tradisi ngelawang dilakukan oleh anak-anak dan remaja yang terdiri dari 8-15 orang.
Dua anak bertugas menarikan barong bangkung, yakni barong berwujud babi hutan. Sedangkan, anak lainnya bertugas sebagai penabuh gamelan. Saat mereka menarikan barong di depan rumah warga, pemilik rumah biasanya menyerahkan punia atau sedekah kepada para penari dan penabuhnya.
Tradisi ngelawang atau pementasan barong bangkung dipercaya dapat menetralisir pengaruh negatif di rumah-rumah warga yang didatangi. Ngelawang juga diidentikkan dengan tradisi ruwatan yang diharapkan bisa mendatangkan kesejahteraan.
