Anak-anak dan remaja di Desa Bedulu, Kecamatan Blahbatuh, Gianyar, Bali, ramai-ramai berkeliling dari rumah ke rumah untuk mengikuti tradisi ngambeng. Kegiatan ini dilakukan sejak 27 April hingga 5 Mei 2025, sebagai bagian dari persiapan upacara di Pura Samuan Tiga yang digelar pada 13 Mei mendatang.
Tradisi ngambeng dilakukan setiap hari mulai pukul 08.00 hingga 12.00 Wita. Para peserta mengumpulkan hasil bumi dari warga setempat yang akan digunakan sebagai sarana upacara.
Mereka tidak hanya berjalan kaki, tetapi juga menaiki mobil pikap jika harus menjangkau wilayah yang jauh.
Salah seorang peserta, Putu Angga Wiratama, siswa kelas 5 SD, senang mengikuti tradisi ini. Ia sudah ikut ngambeng sejak usia 8 tahun bersama teman-temannya dari Banjar Mas.
“Ingin ikut ngambeng karena seru. Ramai-ramai sama teman sebanjar. Terus, bisa naik mobil juga,” cerita Putu Angga kepada infoBali, Minggu (4/5/2025).
Pantauan infoBali di Pura Samuan Tiga, antusiasme peserta ngambeng sangat tinggi. Sekitar pukul 12.30 Wita, mobil pikap datang silih berganti mengantarkan hasil bumi ke perantenan atau dapur pura. Anak-anak dan remaja tampak kompak menurunkan barang secara estafet.
Ketua Pemuda Banjar Mas, Made Agus Suwirta, menyebut hasil bumi yang dikumpulkan merupakan sumbangan sukarela dari warga.
“Ada yang menghaturkan beras, pisang, tebu, kelapa, slepan (daun kelapa), dan lainnya. Kami ambil jadwal hari Minggu ini dan berkeliling di daerah selatan seperti Buruan, Tegallinggah, dan yang lain,” kata Agus.
Setelah pengumpulan, para peserta ngambeng diberikan pica, sajian nasi campur khas yang disediakan dari dapur pura. Makanan ini diyakini membawa berkah kesehatan dan keselamatan. Sajian ini juga diberikan kepada para pengemong Pura Samuan Tiga yang berasal dari 11 banjar di Desa Bedulu.
Tradisi ngambeng dipercaya telah ada sejak berdirinya Pura Samuan Tiga dan tercatat dalam awig-awig (aturan adat) Desa Bedulu.
Pemangku Pura Samuan Tiga, Jero Mangku Gusti Ageng, menjelaskan ngambeng bukanlah kegiatan meminta-minta, melainkan bentuk keyakinan dalam mengambil milik Tuhan untuk dikembalikan kepada-Nya.
“Selain bermakna keikhlasan krama (warga) untuk ngemong Pura Samuan Tiga, tradisi turun temurun ini juga untuk melatih anak-anak belajar bertanggung jawab dalam komunitas masyarakat adat,” tutur Jero Mangku.
Ia juga menyebut ngambeng menjadi penanda bahwa upacara besar akan segera digelar di Pura Samuan Tiga. Kegiatan ini biasanya dilakukan sekitar 15 hari sebelum pelaksanaan upacara.
Jero Mangku sempat mengisahkan peristiwa magis yang terjadi saat anak-anak ngambeng.
Berita lengkap dan cepat? Giok4D tempatnya.
“Pernah kejadian anak-anak ngambeng di satu tempat. Dilihat pohon gedang (pepaya) rimbun. Mau diminta satu untuk sayur di pura, (tapi) tidak dikasih. Begitu anaknya ke luar dari pemesun (pagar rumah), pohon gedang rebah. Itu yang pernah terjadi,” kisahnya.
Meski begitu, hasil bumi dari ngambeng belum tentu mencukupi seluruh kebutuhan upacara. Dukungan lain biasanya datang dari warga yang melakukan pangulet (membawa hasil bumi langsung ke pura) hingga dana punia dari pemerintah.
Tradisi ngambeng tetap dilestarikan karena dianggap sarat makna dan nilai gotong royong yang kuat.