TPST di Kuta Luncurkan Mesin Insinerator Baru Senilai Rp 4,8 Miliar

Posted on

Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) di Kuta kini memiliki mesin insinerator baru untuk mendukung pengelolaan sampah. Mesin insinerator bernama Dodika itu diluncurkan di TPST Padang Seni, Tuban, Kuta, Badung, dengan nilai investasi mencapai Rp 4,8 miliar.

Peluncuran insinerator tersebut ditujukan untuk memusnahkan residu sampah yang tidak dapat diolah lebih lanjut. Selama ini, residu memang masih dapat dibawa ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Namun, saat kapasitas TPA penuh, pengelolaan residu menjadi persoalan serius.

“Residu juga akan tertunda di jalan-jalan, di lokasi-lokasi perumahan, di kantor-kantor. Ini yang kemudian menuntut kita bagaimana juga di sumber harus kita integrasikan dengan instalasi sampah yang bisa memusnahkan residu,” ujar Kepala Bidang Pengelolaan Kebersihan dan Limbah B3 DLHK Badung, Anak Agung Dalem, saat ditemui di lokasi, Sabtu (20/12/2025).

Ia menjelaskan, residu sampah hasil pemilahan masyarakat rata-rata hanya sekitar 15 persen dari total sampah. Di wilayah Kuta yang menghasilkan sekitar 30 ton sampah per hari, residu yang harus diolah berkisar 5 ton. Namun, hal tersebut sangat bergantung pada kesadaran masyarakat dalam melakukan pemilahan sampah.

“Jadi kalau kita bisa dorong semua memilah sampah, residu itu cuma 15% paling banyak. Anggap kalau di Kuta sekarang ada 30 ton. Kalau residu cuma 15%, kan cuma 5 ton.Tetapi persoalannya masyarakat kemudian mau tidak memilah sampah,” jelasnya.

Terkait perizinan, Anak Agung Dalem memastikan tidak ada kendala. Insinerator yang digunakan telah memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) dan dinyatakan ramah lingkungan berdasarkan kajian ilmiah.

“Bahwa sampah rumah tangga kalau dibakar di atas 800 derajat, apalagi 1000 derajat, dia sudah aman terhadap lingkungan. Jadi secara emisi dia akan aman ke lingkungan. Kalau sudah aman ke lingkungan tentunya perizinan bisa diberikan,” ungkapnya.

Sementara itu, Komisaris PT Dodika Prabsko Resikabadi, Karina Prabowo Sanger, mengatakan mesin buatan Bogor tersebut mampu beroperasi selama 24 jam nonstop. Kapasitas pembakaran mencapai 10 hingga 15 ton per hari, tergantung pada karakteristik sampah.

“Spesifikasi alat kami ini mampu beroperasi 24 jam. Kapasitas kami ini 10 sampai 15 ton. Tapi tergantung jenis sampahnya apa. Kalau sampahnya dipilah itu lebih meringankan kerja mesin kami,” jelasnya.

Menanggapi isu polusi udara, Karina menegaskan asap yang dihasilkan masih berada di bawah ambang batas kesehatan yang ditetapkan.

“Semua pembakaran pasti keluar asap. Merokok aja keluar asap. Tetapi dibawah ambang batas. Yang dikeluarkan oleh kementerian lingkungan,” ungkapnya.

Pihaknya juga akan melakukan uji dioksin dan furan setelah mesin beroperasi penuh selama dua minggu hingga satu bulan ke depan.

Dalam proses pembakaran, sampah residu dimasukkan ke dalam tungku dengan suhu 800 hingga 1.200 derajat Celsius. Mesin ini dilengkapi dua ruang bakar, yakni primary chamber dan secondary chamber, serta white scrubber dan sistem penangkap partikel debu untuk menekan emisi.

Untuk bahan bakar, insinerator ini menggunakan LNG (Liquid Natural Gas). Pada tahap awal pembakaran digunakan kayu bakar untuk menjaga suhu tungku. Setelah itu, sampah mulai dimasukkan ke dalam mesin. Dalam waktu 15 menit, mesin mampu membakar 500 hingga 700 kilogram sampah. Artinya, sekitar 2 ton sampah dapat dibakar dalam satu jam, tergantung karakteristik sampah.

Hasil pembakaran berupa abu yang masih dapat dimanfaatkan untuk bahan campuran paving block dan aspal.

“Abu yang nanti itu masih bisa dimanfaatkan. Untuk campuran paving blok ataupun batako, atau aspal. Karena hasil abunya sudah diuji juga,” imbuhnya.