Pengerakse Agung Majelis Adat Sasak (MAS), Lalu Sajim Sastrawan, menyebut ada sejumlah pihak yang seharusnya bertanggung jawab atas terjadinya pernikahan anak antara SMY (14) dan SR (17) di Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB). Ia menyebut kepala dusun, penghulu, wali nikah, dan tokoh masyarakat yang terlibat dalam proses tersebut harus bertanggung jawab.
“Sekarang kita lihat kewenangan, siapa yang berani menikahinya, itu siapa orangnya. Kalau tidak ada yang menikahkan kan tidak mungkin ada pernikahan itu. Kalau tidak nyongkolan dan sorong serah itu kan harus ada keterlibatan kepala dusun, maka dia yang bertanggung jawab,” tegas Sajim kepada infoBali, Selasa (27/5/2025).
Ia kembali mengingatkan bahwa pernikahan dini bukan bagian dari tradisi masyarakat Sasak modern yang dapat dijadikan pembenaran untuk melanggar hukum. Menurutnya, kejadian tersebut mencerminkan kelalaian orang tua dan tokoh masyarakat dalam menjalankan peran mereka.
“Kita harus objektif. Kalau kita ingin kualitas sumber daya manusia Sasak meningkat, kita tidak boleh menjadikan pernikahan dini sebagai pembenaran. Bagaimana mungkin kita berharap keturunan yang berkualitas jika memulai dengan langkah yang salah? Pernikahan dini justru akan menambah beban bagi orang tua di kemudian hari,” pungkasnya.
Sebelumnya, Sajim mendukung langkah Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Mataram yang melaporkan kasus pernikahan SMY dan SR ke Polres Lombok Tengah. Sajim menilai bahwa siapa pun yang terlibat dan memfasilitasi pernikahan anak harus bertanggung jawab dan patut diberi sanksi sesuai hukum.
Sajim menyambut baik pelaporan tersebut sebagai bentuk edukasi kepada masyarakat bahwa menikahkan anak di bawah umur merupakan tindakan yang dilarang oleh Undang-Undang.
“Maka tidak salah LPA Mataram melaporkan kejadian itu. Itu bagus juga sebagai bentuk agar peringatan kepada kita dan pemerintah untuk lebih memasifkan sosialisasi dan pengawasannya,” bebernya.
Polisi Selidiki
Polisi memeriksa SR dan SMY, pasangan di Lombok Tengah, yang menikah di bawah umur. Selain pasangan suami istri (pasutri) itu, ayah pengantin perempuan, Muhdan, juga turut diperiksa.
Kapolres Lombok Tengah, AKBP Eko Yusmiarto, mengatakan pemanggilan SR, SMY, dan Muhdan dilakukan untuk mengetahui alasan pernikahan anak tersebut. Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Lombok Tengah juga menggali peran berbagai pihak yang memfasilitasi pernikahan anak itu.
“Tujuan kami meminta keterangan adalah agar jelas apa permasalahannya, kenapa bisa pernikahan di bawah umur, apa peran orang tua biar kami tahu apa masalahnya,” kata Eko saat ditemui awak media, Selasa (27/5/2025).
SMY dan SR diperiksa selama empat jam dan dicecar 20 pertanyaan. Selain pasangan suami istri (pasutri) cilik tersebut, orang tua SMY, Muhdan, juga ikut dipanggil penyidik Unit PPA Satreskrim Polres Lombok Tengah.
SMY dan SR lebih banyak ditanyakan soal kronologi pernikahan mereka. Penyidik juga menanyakan benar atau tidak sempat dicegah sehingga harus melakukan kawin lari ke Sumbawa, termasuk alasan yang menjadi dasar keputusan menikah.