Mantan Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB), Tuan Guru Bajang (TGB) Muhammad Zainul Majdi, kembali diperiksa oleh penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB, Selasa (6/5/2025). Pemeriksaan ini masih terkait kasus dugaan korupsi dalam pengelolaan aset NTB Convention Center (NCC).
TGB tiba di Gedung Kejati NTB sekitar pukul 08.18 Wita dengan mengenakan batik merah marun, celana hitam, dan kopiah hitam. Kehadirannya dibenarkan oleh Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati NTB, Efrien Saputera.
“Benar, (TGB) hadir pagi ini pukul 08.00 Wita. Dia ke pidana khusus,” kata Efrien saat dikonfirmasi.
Dalam keterangannya seusai diperiksa, TGB mengaku dimintai penjelasan seputar surat keputusan (SK) gubernur terkait pengelolaan aset NCC pada 2016.
“Pertanyaannya itu seputar surat keputusan gubernur waktu itu,” ujar TGB di hadapan awak media.
Ia menegaskan bahwa penerbitan SK tersebut telah melalui prosedur hukum yang berlaku. “Jadi, itu norma dalam keputusan gubernur saat itu,” ujarnya.
TGB juga memastikan SK yang ia keluarkan saat menjabat Gubernur NTB dua periode (2013-2018) tidak bertentangan dengan hukum dan tidak merugikan keuangan negara.
TGB diperiksa selama sekitar lima jam. Ia mengaku mendapat 17 hingga 18 pertanyaan dari tim Jaksa Pidana Khusus.
“Saya berikan jawaban seusai dengan pertanyaan jaksa,” katanya.
Eks politikus Partai Perindo itu menilai seluruh pertanyaan bersifat substantif. “Saya ditanya sehat juga,” cetusnya.
Sebelumnya, TGB juga pernah diperiksa Kejati NTB pada 13 Februari 2025 dalam perkara yang sama. Kala itu, ia diperiksa sejak pagi hingga malam.
Kasus dugaan korupsi pengelolaan aset NCC ini diduga merugikan negara hingga Rp 15,2 miliar. Dugaan kerugian timbul akibat penyimpangan dalam kerja sama pengelolaan antara Pemerintah Provinsi NTB dan PT Lombok Plaza.
Kejati NTB telah memeriksa sedikitnya 26 saksi dalam penyidikan kasus ini dan menetapkan dua tersangka, yakni mantan Sekda NTB Rosyadi Husaenie Sayuti serta mantan Direktur PT Lombok Plaza, Doli Suthaya.
Kasus ini bermula dari kerja sama Pemprov NTB dan PT Lombok Plaza menggunakan skema Bangun Guna Serah (BGS) pada tahun 2012. Namun, proyek pembangunan NCC tak pernah terealisasi.
Meski pembangunan gagal, lahan aset seluas 31,96 are di Kecamatan Mataram tetap dikuasai pihak perusahaan. Pemprov NTB disebut tidak menerima kompensasi sesuai perjanjian, sehingga menimbulkan kerugian negara.
Selain proses pidana yang ditangani Kejati NTB, sengketa ini juga bergulir di jalur perdata. PT Lombok Plaza menggugat Pemprov NTB atas dugaan wanprestasi karena dianggap tidak menerbitkan Hak Guna Bangunan (HGB) sesuai kesepakatan kerja sama.
“Menurut saya, kita serahkan ke penyidik yang bisa melihat dan merekonstruksi seluruh peristiwa,” kata TGB terkait proses hukum yang berjalan.