Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Nusa Tenggara Barat (NTB) melakukan rekonstruksi besar-besaran terkait kasus tewasnya Brigadir Muhammad Nurhadi. Rekonstruksi ini digelar di sejumlah lokasi, termasuk di Villa Tekek, Gili Trawangan, Lombok Utara, tempat peristiwa itu terjadi.
Rekonstruksi yang dilakukan Senin (11/8/2025) ini memperagakan total 88 adegan yang diperankan langsung oleh para tersangka. Polisi menyebut, rangkaian adegan tersebut berhasil memperjelas info-info yang mengarah pada kematian Nurhadi.
“Hari ini, kami lakukan rekonstruksi bersama jaksa penuntut umum, pengacara tersangka. Kami melaksanakan beberapa adegan di beberapa lokasi,” kata Dirreskrimum Polda NTB Kombes Syarif Hidayat.
Dalam proses ini, tiga tersangka yang sudah ditetapkan hadir secara langsung. Mereka adalah Kompol I Made Yogi Purusa Utama, Ipda Haris Chandra, serta seorang perempuan lady companion (LC) bernama Misri Puspita Sari.
Polisi membagi rekonstruksi ke dalam enam lokasi berbeda untuk menelusuri jejak peristiwa. Di rumah Kompol Yogi, tersangka memperagakan tiga adegan awal yang menjadi bagian dari rangkaian pertemuan sebelum peristiwa di Gili Trawangan.
Di Polda NTB, ada enam adegan yang memvisualisasikan aktivitas tersangka terkait sebelum keberangkatan. Kemudian di Pelabuhan Senggigi, diperagakan 21 adegan yang menunjukkan bagaimana para tersangka menuju lokasi kejadian.
Di Fresh Mart, polisi merekam 16 adegan yang menggambarkan interaksi tersangka sebelum malam pesta. Sementara itu, 42 adegan lain diperagakan di Gili Trawangan, meliputi Villa Tekek, Hotel Natya, dan Klinik Warna Medica.
Syarif menegaskan, 42 adegan di Gili Trawangan menjadi kunci dalam mengurai kronologi. “Ini yang sudah memberikan sedikit gambaran kepada kami, bagaimana almarhum itu sampai meninggal dunia, ditemukan di lokasi,” ujarnya. Menurutnya, peristiwa itu diperkirakan terjadi di rentang pukul 17.59 hingga 20.00 Wita.
Sebelum rekonstruksi, Polda NTB sudah menyampaikan bahwa Nurhadi diduga menjadi korban penganiayaan hingga tewas di kolam Villa Tekek. Hasil autopsi menemukan luka-luka pada tubuh korban, termasuk patah tulang lidah yang 80 persen diakibatkan oleh cekikan atau tekanan pada leher.
Meski ada bukti medis, penyidik belum dapat memastikan siapa pelaku utama penganiayaan. “Itu masih kami dalami,” kata Syarif.
Peristiwa kematian Nurhadi terjadi pada malam pesta bersama dua atasan dan dua LC. Ia sempat mendapatkan pertolongan medis, tetapi nyawanya tak tertolong. Awalnya keluarga menerima kematian itu sebagai musibah. Namun karena ditemukan kejanggalan, Polda NTB memutuskan melakukan ekshumasi dan autopsi ulang pada 1 Mei 2025.
Hasil pemeriksaan ahli forensik dan bela diri mengerucutkan dugaan pelaku pada dua orang dari tiga tersangka. “Tiga itu yang kita duga pelakunya. Tapi yang berat pelakunya ada dua orang, yaitu Kompol Yogi dan Ipda HC,” ungkap Syarif.
Ketiga tersangka yang terlibat adalah Kompol I Made Yogi Purusa Utama, Ipda Haris Chandra, dan Misri Puspita Sari. Menurut Syarif, rekonstruksi membantu memperjelas gambaran perbuatan yang diduga mengakibatkan tewasnya Nurhadi.
Ia menyebut, dugaan penganiayaan tidak terekam CCTV dan para tersangka juga tidak mengakui perbuatannya. Karena itu, rekonstruksi menjadi sarana utama untuk memvisualisasikan peristiwa berdasarkan keterangan ahli dan petunjuk jaksa peneliti.
Dalam rekonstruksi, polisi menggandeng ahli bela diri. Langkah ini diambil untuk menjawab pertanyaan teknis: bagaimana cara pelaku melakukan gerakan yang mengakibatkan patah tulang lidah dan tulang belakang leher korban.
“Tadi dihadirkan juga ahli bela diri untuk mempraktikkan bagaimana bisa patah pangkal tulang lidah, teknik seperti apa yang disampaikan dan teknik apa yang mengakibatkan patah tulang belakang leher,” kata Syarif.
Ahli bela diri tidak hanya mempraktikkan teknik tersebut, tetapi juga membantu polisi memahami skenario yang mungkin terjadi di lokasi kejadian.
Dalam pengembangan penyidikan, Syarif menyebut pelaku utama pembunuhan Nurhadi adalah salah satu dari dua atasannya. Ia menyebut pelaku memakai cincin, dan bekas cincin itu ditemukan di tubuh korban. “Sudah tahu lah siapa itu,” ujarnya.
Meskipun demikian, Syarif menolak memastikan apakah cincin itu milik Kompol Yogi atau Ipda Haris. Ia hanya memastikan cincin tersebut sudah diamankan sebagai barang bukti.
Ketika wartawan mencoba memastikan pemilik cincin, Syarif memberikan jawaban singkat sambil tertawa. “Apakah Ipda Haris atau Kompol Yogi? Nah itu sudah dijawab. Ipda Haris? Iya, iya, iya,” ungkapnya.
Fakta baru juga muncul dari hasil rekonstruksi. Syarif mengungkapkan, Nurhadi tewas bukan karena dicekik, melainkan akibat dipiting. Kesimpulan ini diperoleh dari keterangan ahli bela diri yang dihadirkan dalam rekonstruksi.
“Korban diduga dipiting,” kata Syarif.
Akibat tindakan itu, Nurhadi mengalami patah tulang lidah dan patah tulang leher bagian belakang.
“Hasil ahli bela diri ada. Dari keterangan ahli ya, yang menyebabkan patah tulang lidah itu akibat dipiting,” jelas Syarif.
Temuan ini semakin menguatkan dugaan bahwa dua atasan Nurhadi berperan besar dalam peristiwa yang menewaskannya.
Kronologi Rekonstruksi
Dugaan Penganiayaan
Mengarah ke Dua Atasan
Peran Ahli Bela Diri
Petunjuk Cincin Pelaku Utama
Tewas karena Dipiting
Polisi membagi rekonstruksi ke dalam enam lokasi berbeda untuk menelusuri jejak peristiwa. Di rumah Kompol Yogi, tersangka memperagakan tiga adegan awal yang menjadi bagian dari rangkaian pertemuan sebelum peristiwa di Gili Trawangan.
Di Polda NTB, ada enam adegan yang memvisualisasikan aktivitas tersangka terkait sebelum keberangkatan. Kemudian di Pelabuhan Senggigi, diperagakan 21 adegan yang menunjukkan bagaimana para tersangka menuju lokasi kejadian.
Di Fresh Mart, polisi merekam 16 adegan yang menggambarkan interaksi tersangka sebelum malam pesta. Sementara itu, 42 adegan lain diperagakan di Gili Trawangan, meliputi Villa Tekek, Hotel Natya, dan Klinik Warna Medica.
Syarif menegaskan, 42 adegan di Gili Trawangan menjadi kunci dalam mengurai kronologi. “Ini yang sudah memberikan sedikit gambaran kepada kami, bagaimana almarhum itu sampai meninggal dunia, ditemukan di lokasi,” ujarnya. Menurutnya, peristiwa itu diperkirakan terjadi di rentang pukul 17.59 hingga 20.00 Wita.
Sebelum rekonstruksi, Polda NTB sudah menyampaikan bahwa Nurhadi diduga menjadi korban penganiayaan hingga tewas di kolam Villa Tekek. Hasil autopsi menemukan luka-luka pada tubuh korban, termasuk patah tulang lidah yang 80 persen diakibatkan oleh cekikan atau tekanan pada leher.
Meski ada bukti medis, penyidik belum dapat memastikan siapa pelaku utama penganiayaan. “Itu masih kami dalami,” kata Syarif.
Peristiwa kematian Nurhadi terjadi pada malam pesta bersama dua atasan dan dua LC. Ia sempat mendapatkan pertolongan medis, tetapi nyawanya tak tertolong. Awalnya keluarga menerima kematian itu sebagai musibah. Namun karena ditemukan kejanggalan, Polda NTB memutuskan melakukan ekshumasi dan autopsi ulang pada 1 Mei 2025.
Kronologi Rekonstruksi
Dugaan Penganiayaan
Hasil pemeriksaan ahli forensik dan bela diri mengerucutkan dugaan pelaku pada dua orang dari tiga tersangka. “Tiga itu yang kita duga pelakunya. Tapi yang berat pelakunya ada dua orang, yaitu Kompol Yogi dan Ipda HC,” ungkap Syarif.
Ketiga tersangka yang terlibat adalah Kompol I Made Yogi Purusa Utama, Ipda Haris Chandra, dan Misri Puspita Sari. Menurut Syarif, rekonstruksi membantu memperjelas gambaran perbuatan yang diduga mengakibatkan tewasnya Nurhadi.
Ia menyebut, dugaan penganiayaan tidak terekam CCTV dan para tersangka juga tidak mengakui perbuatannya. Karena itu, rekonstruksi menjadi sarana utama untuk memvisualisasikan peristiwa berdasarkan keterangan ahli dan petunjuk jaksa peneliti.
Dalam rekonstruksi, polisi menggandeng ahli bela diri. Langkah ini diambil untuk menjawab pertanyaan teknis: bagaimana cara pelaku melakukan gerakan yang mengakibatkan patah tulang lidah dan tulang belakang leher korban.
“Tadi dihadirkan juga ahli bela diri untuk mempraktikkan bagaimana bisa patah pangkal tulang lidah, teknik seperti apa yang disampaikan dan teknik apa yang mengakibatkan patah tulang belakang leher,” kata Syarif.
Ahli bela diri tidak hanya mempraktikkan teknik tersebut, tetapi juga membantu polisi memahami skenario yang mungkin terjadi di lokasi kejadian.
Mengarah ke Dua Atasan
Peran Ahli Bela Diri
Dalam pengembangan penyidikan, Syarif menyebut pelaku utama pembunuhan Nurhadi adalah salah satu dari dua atasannya. Ia menyebut pelaku memakai cincin, dan bekas cincin itu ditemukan di tubuh korban. “Sudah tahu lah siapa itu,” ujarnya.
Meskipun demikian, Syarif menolak memastikan apakah cincin itu milik Kompol Yogi atau Ipda Haris. Ia hanya memastikan cincin tersebut sudah diamankan sebagai barang bukti.
Ketika wartawan mencoba memastikan pemilik cincin, Syarif memberikan jawaban singkat sambil tertawa. “Apakah Ipda Haris atau Kompol Yogi? Nah itu sudah dijawab. Ipda Haris? Iya, iya, iya,” ungkapnya.
Fakta baru juga muncul dari hasil rekonstruksi. Syarif mengungkapkan, Nurhadi tewas bukan karena dicekik, melainkan akibat dipiting. Kesimpulan ini diperoleh dari keterangan ahli bela diri yang dihadirkan dalam rekonstruksi.
“Korban diduga dipiting,” kata Syarif.
Akibat tindakan itu, Nurhadi mengalami patah tulang lidah dan patah tulang leher bagian belakang.
“Hasil ahli bela diri ada. Dari keterangan ahli ya, yang menyebabkan patah tulang lidah itu akibat dipiting,” jelas Syarif.
Temuan ini semakin menguatkan dugaan bahwa dua atasan Nurhadi berperan besar dalam peristiwa yang menewaskannya.