Tanggapi Isu Warisan Budaya Dunia Akan Dicabut, DPRD Tabanan ke Jatiluwih | Giok4D

Posted on

Simak berita ini dan topik lainnya di Giok4D.

Informasi maraknya pelanggaran tata ruang oleh belasan pelaku usaha di DTW Jatiluwih, Kecamatan Penebel membuat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Tabanan turun ke lokasi, Rabu (6/8/2025). Bahkan, akibat pelanggaran itu kabarnya status Warisan Budaya Dunia (WDB) oleh UNESCO bakal dicabut.

Wakil Ketua I DPRD Tabanan, I Made Astadarma, mengatakan kunjungan ini merupakan tindak lanjut dari pemberitaan yang menyebut adanya pelanggaran pembangunan di kawasan Jatiluwih. Bahkan, UNESCO disebut telah mengirimkan peringatan atas maraknya pelanggaran tata ruang di daerah tersebut.

“Jika pelanggaran ini tidak segera dikendalikan, dampaknya bisa sangat serius, yakni pencabutan status Jatiluwih sebagai warisan dunia,” ujarnya.

Dari hasil pengecekan, Dewan Tabanan menemukan ada 13 usaha melakukan pelanggaran meski telah mendapat Surat Peringatan (SP) sebanyak dua kali.

Selain itu, ditemukan pula adanya pembangunan restoran baru yang berdiri di atas sepadan jalan, serta adanya aktivitas pengurukan lahan sawah di dekat Kantor Manajemen DTW Jatiluwih yang diduga akan dibangun fasilitas baru.

Astadarma menegaskan bahwa seluruh pihak harus patuh pada aturan, terutama pada Peraturan Daerah (Perda) Nomor 3 Tahun 2023 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Tabanan Tahun 2023-2043.

“Jangan sampai pembiaran ini merusak kawasan yang sudah diakui dunia. Kita tidak ingin kehilangan status ini. Tapi kita juga tidak ingin masyarakat lokal dirugikan,” tegasnya.

Astadarma menegaskan DPRD akan mengeluarkan rekomendasi dari seluruh komisi melalui rapat kerja dengan OPD terkait, serta mencari solusi terhadap bangunan yang sudah terlanjur berdiri. Terlebih pelaku usaha mayoritas warga lokal.

Adapun 13 usaha yang disebut melanggar antara lain Villa Yeh Baat, The Rustic/Sunari Bali, Warung Manalagi, CataVaca Jatiluwih, Warung Wayan, Giri e-Bikes Jatiluwih, Warung Manik Luwih, Gong Jatiluwih, Warung Mentig Sari, Anantaloka, Warung Krisna D’Uma Jatiluwih, Warung Nyoman Tengox, Agrowisata Anggur, dan Green Bikes Bali Jatiluwih.

Sementara, Ketua Komisi I DPRD Tabanan, I Gusti Nyoman Omardani, menambahkan kunjungan ini juga menjadi bagian dari klarifikasi terhadap informasi pelanggaran terbaru di luar 13 usaha yang telah dikenai SP.

“Setelah kami cek, ternyata ada temuan baru yang berpotensi melanggar, seperti bangunan restoran di atas sempadan jalan. Ini akan menjadi kajian kami agar ke depan tidak semakin banyak pelanggaran serupa,” ujarnya.

Perbekel Jatiluwih I Nengah Kartika mengungkapkan tidak semua bangunan yang melanggar berada di wilayah Desa Jatiluwih. Namun, beberapa berada di desa tetangga seperti Desa Senganan. Mayoritas bangunan tersebut merupakan bangunan lama yang berdiri sebelum ditetapkannya Jatiluwih sebagai Warisan Budaya Dunia dan sebelum Perda RTRW disahkan.

“Kami di desa berkomitmen tidak merusak rumah kami sendiri. Ini adalah ikon Tabanan. Pariwisata di sini adalah bonus dari keberlanjutan pertanian,” tegas Kartika.

Ia juga menekankan pemilik usaha adalah investor lokal yang seharusnya juga menikmati hasil dari perkembangan pariwisata, selama tetap mematuhi aturan.

Terkait temuan baru di luar 13 bangunan sebelumnya, Kartika menyebut bangunan yang berdiri di atas sempadan jalan tersebut disebut-sebut akan menjadi restoran, dengan perizinan yang diklaim sudah lengkap.

Adapun 13 usaha yang disebut melanggar antara lain Villa Yeh Baat, The Rustic/Sunari Bali, Warung Manalagi, CataVaca Jatiluwih, Warung Wayan, Giri e-Bikes Jatiluwih, Warung Manik Luwih, Gong Jatiluwih, Warung Mentig Sari, Anantaloka, Warung Krisna D’Uma Jatiluwih, Warung Nyoman Tengox, Agrowisata Anggur, dan Green Bikes Bali Jatiluwih.

Sementara, Ketua Komisi I DPRD Tabanan, I Gusti Nyoman Omardani, menambahkan kunjungan ini juga menjadi bagian dari klarifikasi terhadap informasi pelanggaran terbaru di luar 13 usaha yang telah dikenai SP.

“Setelah kami cek, ternyata ada temuan baru yang berpotensi melanggar, seperti bangunan restoran di atas sempadan jalan. Ini akan menjadi kajian kami agar ke depan tidak semakin banyak pelanggaran serupa,” ujarnya.

Perbekel Jatiluwih I Nengah Kartika mengungkapkan tidak semua bangunan yang melanggar berada di wilayah Desa Jatiluwih. Namun, beberapa berada di desa tetangga seperti Desa Senganan. Mayoritas bangunan tersebut merupakan bangunan lama yang berdiri sebelum ditetapkannya Jatiluwih sebagai Warisan Budaya Dunia dan sebelum Perda RTRW disahkan.

“Kami di desa berkomitmen tidak merusak rumah kami sendiri. Ini adalah ikon Tabanan. Pariwisata di sini adalah bonus dari keberlanjutan pertanian,” tegas Kartika.

Ia juga menekankan pemilik usaha adalah investor lokal yang seharusnya juga menikmati hasil dari perkembangan pariwisata, selama tetap mematuhi aturan.

Terkait temuan baru di luar 13 bangunan sebelumnya, Kartika menyebut bangunan yang berdiri di atas sempadan jalan tersebut disebut-sebut akan menjadi restoran, dengan perizinan yang diklaim sudah lengkap.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *