Tangan kanan Arumi, balita berusia 14 bulan asal Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), akhirnya harus diamputasi. Arumi merupakan korban dugaan malapraktik yang kini masih menjalani perawatan di RSUD Provinsi NTB setelah dirujuk dari sejumlah fasilitas kesehatan.
“Iya sudah diamputasi. Operasi amputasi dilakukan pada Senin, (12/5/2025),” kata ayah kandung Arumi, Andika, saat dikonfirmasi infoBali, Kamis (15/5/2025).
Menurut Andika, keputusan amputasi diambil dengan berat hati demi menyelamatkan nyawa putri keduanya. Ia dan sang istri awalnya berharap kondisi tangan Arumi bisa membaik, namun dokter menyatakan amputasi menjadi satu-satunya jalan.
“Harus terpaksa telapak dan jari-jari tangan tangannya diamputasi,” ujarnya.
Pascaoperasi amputasi, kondisi Arumi berangsur membaik meskipun sempat mengalami demam beberapa hari terakhir. Diduga, demam tersebut merupakan reaksi tubuh terhadap obat-obatan pascaoperasi.
“Kondisinya alhamdulillah baik, cuman demam aja, tapi tidak parah. Mungkin karena operasi itu,” lanjut Andika.
Arumi mulai dirawat di RSUD Provinsi NTB sejak 19 April 2025. Namun, hingga kini belum ada kepastian kapan dia bisa pulang ke rumahnya di Desa Tambe, Kecamatan Bolo, Kabupaten Bima.
“Setelah dua minggu operasi amputasi ini, akan ada lagi operasi kulit untuk lukanya,” tambahnya.
Kasus ini bermula saat Arumi dibawa ke Puskesmas Bolo pada Kamis (10/4/2025) karena demam dan batuk. Saat itu, perawat memasang infus di tangan kanannya. Namun, menurut keluarga, terjadi kesalahan dalam prosedur pemasangan infus.
“Aboket (jarum infus) yang dipakai untuk pemasangan infus pas tusukan pertamanya gagal, tapi aboketnya tidak diganti lagi ketika dicoba memasang ulang. Malah dipakai aboket yang sama,” jelas Andika.
Tiga hari kemudian, bagian belakang telapak tangan kanan Arumi membengkak. Sang ibu telah melaporkan kondisi tersebut ke petugas medis, namun respons yang diterima dinilai tidak memadai.
“Alasan perawat saat itu, bengkaknya tangan anak saya, cuma tembem karena plester yang digunakan untuk menutupi perban infusnya terlalu kencang,” ungkapnya.
Karena kondisi tidak kunjung membaik, Arumi dirujuk ke RSUD Sondosia pada Minggu (13/4/2025). Dua hari berselang, Arumi kembali dirujuk ke RSUD Bima karena pembengkakan makin parah.
“Saya meminta rujuk paksa ke RSUD Bima karena tangan anak saya sudah sangat bengkak dan terlihat bernanah,” tutur Andika.
Setelah menjalani tindakan medis di RSUD Bima, dokter menyarankan agar Arumi dirujuk ke RSUP NTB di Mataram untuk penanganan lanjutan. Arumi tiba di Mataram pada Sabtu (19/4/2025) dan langsung menjalani perawatan intensif.
“Sampai saat ini, sebagian jari tangan kanannya sudah tidak aktif dan venanya tidak ada. Saya berharap anak saya kembali normal lagi,” harap Andika.
Keluarga telah melaporkan dugaan malapraktik ini ke Polres Bima pada Senin (21/4/2025). Laporan kini tengah ditangani Unit Tindak Pidana Tertentu (Tipidter).
“Betul, laporannya ditangani dan sudah ditindaklanjuti oleh Tim Unit Tipidter,” ujar Kasat Reskrim Polres Bima, AKP Abdul Malik, Selasa (22/4/2025).
Kepala Puskesmas Bolo, Nurjanah, mengatakan pihaknya menghormati langkah hukum yang ditempuh keluarga Arumi. Ia menegaskan institusinya akan kooperatif jika dipanggil untuk memberikan keterangan.
“Kami menaati dan mematuhinya sesuai ketentuan dan prosedur yang berlaku. Kalau dipanggil, kami akan menghadiri untuk memberikan keterangan,” kata Nurjanah, Selasa (22/4/2025).
Nurjanah juga menyampaikan telah menjenguk Arumi saat masih dirawat di RSUD Sondosia dan menyampaikan empati kepada keluarga.
“Kami mendoakan agar korban segera diberikan kesembuhan,” tandasnya.