Sulit Cari Kos di Bali

Posted on

Wildan Akifin merasakan sulitnya mencari kos-kosan saat tiba di Denpasar pada November 2024. Padahal, saat itu, pria asal Pekalongan, Jawa Tengah, tersebut sudah diterima kerja sebagai kepala gudang di salah satu perusahaan elektronik di ibu kota Provinsi Bali tersebut.

Wildan berburu kos-kosan melalui Facebook dan bertanya kepada teman-temannya. Menurut dia, perlu koneksi untuk bisa segera mendapatkan hunian sementara tersebut.

“Info yang saya dapatkan dari grup media sosial (medsos) dan teman-teman di Bali (kos-kosan) selalu penuh karena biasanya main koneksi,” ungkapnya kepada infoBali, Kamis (17/4/2025).

Sebelumnya, puluhan orang tertipu oleh calo kos-kosan di Denpasar. Para korban itu melaporkan dugaan penipuan yang mengakibatkan kerugian ratusan juta rupiah tersebut ke Polresta Denpasar.

Wildan pun sempat tertipu. Saat itu, ada yang menawarkan rumah kos seharga Rp 600 ribu sampai Rp 700 ribu per bulan di Sesetan, Denpasar. Makelar tersebut lalu meminta ongkos antar lebih dulu Rp 50 ribu kepada Wildan. “Saya transfer, tapi hanya diberi alamat, ternyata dia (makelar) minta lagi Rp 300 ribu, alasannya biar langsung dikasih kunci sama owner,” tuturnya.

Wildan lalu mencari tahu nomor makelar tersebut dan menemukan komentar yang memperingatkan terkait penipuan. Bahkan, ia menemukan keterangan yang menyebutkan terdapat korban penipuan mencapai Rp 600 ribu.

Kini Wildan bisa bernapas lega. Ia telah mendapat kamar kos dengan sewa Rp 1,6 juta per bulan, tidak termasuk listrik, di Jalan Mahendradata, Denpasar Barat. Fasilitasnya antara lain kasur, lemari, pendingin ruangan (AC), hingga kulkas.

Ada pula dapur mini dan wastafel. “Ukuran kamar juga cukup luas,” kata Wildan.

Wildan mulanya mencari kos di daerah tersebut dengan menelusuri melalui Google Maps. Namun, kos yang semula dituju sudah penuh.

Beruntung, pemilik kos memberi informasi jika dia masih punya kos-kosan di tempat lain. Perlu waktu tiga hari sebelum Wildan menempati kosnya itu.

Menurut Wildan, kosnya yang di Jalan Mahendradata lebih baik dibandingkan tempat kos sebelumnya di daerah Pemogan, Denpasar Selatan. Ia membayar Rp 1,7 juta per bulan, tapi kamarnya lebih kecil dan kotor.

Tidak betah, Wildan hanya bertahan di sana selama tiga hari. Padahal, dia sudah membayar Rp 800 ribu kepada penyewa lama untuk melanjutkan kos tersebut.

Herrin Taime, segendang sepenarian. Rekan kerja Wildan itu merupakan perantau dari Jayapura, Papua.

Herrin pernah hampir tertipu saat mencari kos-kosan. Namun, ia bisa terhindar karena pria berusia 35 tahun itu meminta salinan KTP pemilik rumah kos dan menemukan keganjilan.

Herrin kini masih belum menemukan rumah kos yang sesuai kebutuhannya. Ia pun menumpang di salah satu mes kantor, Ubung, Denpasar Utara, dengan istri dan tiga anaknya.

“Saya cari yang ada tempat main anak, nggak langsung ke jalan raya, dan dekat sekolah. Namun, di Denpasar Utara, harga di atas Rp 1 juta masih belum dapat,” keluh Herrin.

Gambar ilustrasi
Gambar ilustrasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *