Sosiolog Ungkap Masyarakat Bali Trauma dengan Citra Premanisme pada Ormas

Posted on

Gelombang penolakan terhadap organisasi masyarakat (ormas) Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (GRIB) Jaya terus meluas di Bali. Pecalang hingga masyarakat adat menyatakan penolakan terbuka terhadap keberadaan ormas tersebut di Pulau Dewata. Gubernur Bali, Wayan Koster, ikut bersuara dengan tegas menyatakan GRIB Jaya tidak memiliki tempat karena dinilai akan merusak citra pariwisata Bali.

Sosiolog Universitas Udayana (Unud), Gede Kamajaya, menjelaskan pembentukan ormas dijamin oleh undang-undang. Namun, dalam kasus GRIB, resistansi publik muncul karena persepsi negatif yang telah terbangun di masyarakat sebelumnya.

“Secara yuridis pembentukan organisasi masyarakat di manapun dibenarkan. Hanya saja, kenapa muncul banyak penolakan, karena ormas (GRIB Jaya) ini diidentikkan oleh masyarakat dengan aksi premanisme,” jelas Kamajaya kepada infoBali, Selasa (13/5/2025) malam.

Kamajaya menilai penolakan ini tidak lepas dari konteks lokal Bali yang dalam beberapa tahun terakhir sedang berusaha memperbaiki citra ormas. Pendekatan berbasis adat dengan penguatan peran pecalang sebagai penjaga keamanan tradisional dinilai lebih sesuai dengan karakter masyarakat Bali yang mengedepankan harmoni dan kedamaian.

“Sementara di Bali sedang berupaya memperbaiki image ormas yang sebelumnya juga sering terlibat aksi kekerasan dengan lebih banyak mengedepankan pengamanan adat, saya kira ini yang menyebabkan muncul penolakan,” tambah Kamajaya.

“Jika ingin diterima masyarakat, ormas harus mengikuti peraturan perundang-undangan soal ormas: apa fungsinya, bagaimana kegiatannya di masyarakat. Ini bagian dari cara membangun ulang image soal ormas yang selama ini identik dengan kekerasan. Publik akan menilai sendiri nantinya,” jelas Kamajaya.

Sebelumnya, Gubernur Bali Wayan Koster tegas menolak kehadiran ormas GRIB Jaya di Bali. Koster mengatakan sampai sekarang ormas yang dipimpin Rosario de Marshall alias Hercules itu belum terdaftar sebagai ormas resmi di Bali sehingga tindak lanjut Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali bukanlah membubarkan.

Namun, jika nantinya mendaftar, Koster menegaskan Pemprov Bali berhak menolak. “Tidak akan diterima, pemerintah daerah berhak menolak sesuai kebutuhan dan pertimbangan di daerah,” kata Koster saat ditanya wartawan dalam konferensi pers di kantor Gubernur Bali, Senin (12/5/2025).

Koster menyatakan Bali tidak butuh kehadiran ormas-ormas semacam GRIB Jaya tersebut. “Bali tidak membutuhkan kehadiran ormas yang berkedok menjaga keamanan, ketertiban, dan sosial dengan tindakan premanisme, tindak kekerasan, dan intimidasi masyarakat sehingga menimbulkan ketegangan di tengah-tengah masyarakat Bali yang sudah sangat kondusif,” ujar Koster.

“Kehadiran ormas seperti ini justru akan merusak citra pariwisata Bali, yang dikenal sebagai destinasi wisata dunia yang paling aman dan nyaman dikunjungi,” sambung Koster.