Sopir Truk Sampah Bersiap Cari Pekerjaan Lain

Posted on

Para sopir truk sampah punya waktu kurang dari enam bulan untuk berpikir mencari pekerjaan baru saat Tempat Pembuangan akhir (TPA) Suwung bertahap ditutup. Meski, penghasilannya tidak bergantung pada penjualan sampah, kekhawatiran tentang kehilangan pekerja tetap menghantui mereka. Walhasil, hampir semua sopir truk sampah swakelola atau yangtidak dibawah naungan pemerintah, hanya mampu pasrah.

“Saya dengar memang TPA Suwung rencananya tutup. Tapi ya saya cuma kerja saja. Kalau mereka mau tutup ya terserah mereka. Pasrah saja,” kata Redus Embuwuli, salah satu sopir truk sampah swakelola saat ditemui infoBali di TPA Suwung, Jumat (22/8/2025). Redus adalah satu dari sekian banyak sopir truk sampah yang dinaungi Banjar Tambiyak di Desa Pecatu.

Pantauan infoBali, truk sampah Redus berada beberapa meter setelah papan nama batu TPA Sarbagita atau TPA Suwung. Jalan yang menanjak membuat truk milik Redus mendongak sekira 20 derajat. Tak pelak, Redus harus mengganjal banbelakang truknya dengan satu balok kayu.

Jalanan di TPA Suwung memang menanjak seperti kontur jalur pendakian di gunung. Tumpukan sampah selama puluhan tahun hingga setinggi 35 meter itu yang membuat jalannya menanjak dan berkelok. Ada beberapa truk yang menuju ke area pembuangan sampah Denpasar, Gianyar, dan kabupaten lain, yang berhenti menunggu antrean dengan posisi menanjak.

Untuk kendaran sebesar truk, berhenti saat posisi menanjak cukup berbahaya. Karenanya, rerata mereka ditemani satu kernet. Bantuan kernet sangat dibutuhkan sopir untuk meletakkan ganjalan berupa balok kayu agar truk tidak meluncur tak terkendali ke bawah saat berjalan pelan dan berhenti menunggu antrean membuang sampah.

Sementara itu, puluhan truk sampah berukuran besar dan mobil pikap yang juga membawa sampah, terlihat mengantre. Puluhan truk mengular dari Pura Dalem PangararunganSuwung Batan Kendal, pos timbangan TPA Suwung, hingga ke jalanan di area TPA Suwung. Semua truk sampah dan pikap pengangkut itu akan membuang sampah sesuai asalnya di area yang sudah ditentukan berdasarkan kabupaten.

“Kalau masuk bayar Rp 10 ribu. Kalau sampahnya mau (dikeruk) dahulu pakai alat berat, bayar Rp 10.000,” kata Redus.

Dia menuturkan kesehariannya sebagai pengangkut sampah. Redus selalu berangkat dari rumah mengendarai truknya dan menuju sejumlah hotel di Desa Pecatu untuk mengambil sampah. Ada sampah plastik, makanan, dan sampah lainnya.

Kemudian, Redus melaju menuju gudang pembuangan sampah di Banjar Tambiyak, Desa Pecatu. Lalu, dia harus kembali ke beberapa hotel yang sama, untuk mengambil sampah tanaman. Barulah sampah tanaman itu dibawa dan dibuang di TPA Suwung.

“Sehari saya dibayar Rp 3 juta,” katanya singkat.

Gusti (45) setali tiga uang. Dia juga tidak terlalu percaya dengan rencana penutupan itu. Namun, jika benar ada penutupan, dia juga hanya bisa pasrah dan menyerahkan keberlangsungan kariernya sebagai sopir truk sampah kepada perangkat desa yang menaunginya.

“Kami sebagai anggota nggak tahu. Terserah ketua pengelolanya,” kata Gusti.

Sebagai sopir truk, Gusti mengaku tidak setuju. Dia hanya tahu di Bali hanya ada satu TPA saja. Dia mengaku kebingungan membuang sampah yang menjadi tanggung jawabnya jika TPA Suwung ditutup atau terbatas hanya tempat pembuangan sampah residu saja.

“Ya, nggak setuju (TPA Suwung ditutup). (Kalau ditutup) di mana buangnya,” katanya.

Sebagai sopir truk sampah yang beroperasi di Kelurahan Pemogan, Denpasar, Gusti tidak terlalu khawatir kehilangan pekerjaan. Gusti baru menekuni pekerjaannya setahun lalu.

Upahnya juga tidak terlalu besar. Gusti mengaku hanya diupah Rp 1,5 juta, tergantung bobot sampah yang diangkutnya. “Karena saya juga nggak setiap hari (kerja). Kadang libur,” katanya.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bali, I Made Rentin, mengatakan sopir truk sampah itu masih dapat terus mengangkut sampah dan membuangnya ke TPA Suwung. Pasalnya, sampah residu ada beragam jenis.

“Hilang pekerjaan, nggak. Mereka bisa melakukan (membuang sampah residu). (Sampah) residu itu banyak komposisinya,” kata Rentin.

Rentin mengatakan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali, Pemerintah Kota (Pemkot) Denpasar, dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Badung sedang mengupayakan pembangunan infrastruktur pengolahan sampah menjadi energi listrik atau PSEL. Para sopir truk sampah swakelola, dapat berpartisipasi, dengan cara turut mengangkut jenis sampah dan banyaknya sampah yang diperlukan sebagai bahan bakar untuk PSEL.

“Termasuk ketika nanti PSEL sudah jalan, mereka bisa mendukung, tidak hanya semata-mata ke TPA. Dengan kebijakan kami di TPA, otomatis secara pelan-pelan, TPS (Tempat Pembuangan Sementara) tidak akan berfungsi lagi,” katanya.

Rentin mengatakan sudah ada pertemuan antara Gubernur Bali Wayan Koster dengan para sopir truk sampah itu. Hasilnya, ada kesepakatan dari para sopir truk sampah mendukung program pemerintah yang menutup atau membatasi hanya membuang sampah residu saja ke TPA Suwung.

“Ya mereka harus menyesuaikan. Para Sopir angkutan swakelola sudah pernah diterima Pak Gubernur. Pak Gubernur tetap meminta (tidak membuang sampah di TPA Suwung) karena itu gerakan bersama,” katanya.

Rentin meminta para sopir truk sampah itu untuk menyebarkan informasi tentang rencana penutupan TPA Suwung dari aktivitas pembuangan semua jenis sampah kecuali residu. Hal itu sudah diatur dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Bali Nomor 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai.

“Sudah tujuh tahun regulasi itu dikeluarkan tapi belum optimal. Terutama, partisipasi masyarakat di dalam menyukseskan pergub itu sendiri,” katanya.

Gambar ilustrasi
Gambar ilustrasi
Gambar ilustrasi

Dia menuturkan kesehariannya sebagai pengangkut sampah. Redus selalu berangkat dari rumah mengendarai truknya dan menuju sejumlah hotel di Desa Pecatu untuk mengambil sampah. Ada sampah plastik, makanan, dan sampah lainnya.

Kemudian, Redus melaju menuju gudang pembuangan sampah di Banjar Tambiyak, Desa Pecatu. Lalu, dia harus kembali ke beberapa hotel yang sama, untuk mengambil sampah tanaman. Barulah sampah tanaman itu dibawa dan dibuang di TPA Suwung.

“Sehari saya dibayar Rp 3 juta,” katanya singkat.

Gusti (45) setali tiga uang. Dia juga tidak terlalu percaya dengan rencana penutupan itu. Namun, jika benar ada penutupan, dia juga hanya bisa pasrah dan menyerahkan keberlangsungan kariernya sebagai sopir truk sampah kepada perangkat desa yang menaunginya.

“Kami sebagai anggota nggak tahu. Terserah ketua pengelolanya,” kata Gusti.

Sebagai sopir truk, Gusti mengaku tidak setuju. Dia hanya tahu di Bali hanya ada satu TPA saja. Dia mengaku kebingungan membuang sampah yang menjadi tanggung jawabnya jika TPA Suwung ditutup atau terbatas hanya tempat pembuangan sampah residu saja.

“Ya, nggak setuju (TPA Suwung ditutup). (Kalau ditutup) di mana buangnya,” katanya.

Sebagai sopir truk sampah yang beroperasi di Kelurahan Pemogan, Denpasar, Gusti tidak terlalu khawatir kehilangan pekerjaan. Gusti baru menekuni pekerjaannya setahun lalu.

Upahnya juga tidak terlalu besar. Gusti mengaku hanya diupah Rp 1,5 juta, tergantung bobot sampah yang diangkutnya. “Karena saya juga nggak setiap hari (kerja). Kadang libur,” katanya.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bali, I Made Rentin, mengatakan sopir truk sampah itu masih dapat terus mengangkut sampah dan membuangnya ke TPA Suwung. Pasalnya, sampah residu ada beragam jenis.

“Hilang pekerjaan, nggak. Mereka bisa melakukan (membuang sampah residu). (Sampah) residu itu banyak komposisinya,” kata Rentin.

Gambar ilustrasi

Rentin mengatakan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali, Pemerintah Kota (Pemkot) Denpasar, dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Badung sedang mengupayakan pembangunan infrastruktur pengolahan sampah menjadi energi listrik atau PSEL. Para sopir truk sampah swakelola, dapat berpartisipasi, dengan cara turut mengangkut jenis sampah dan banyaknya sampah yang diperlukan sebagai bahan bakar untuk PSEL.

“Termasuk ketika nanti PSEL sudah jalan, mereka bisa mendukung, tidak hanya semata-mata ke TPA. Dengan kebijakan kami di TPA, otomatis secara pelan-pelan, TPS (Tempat Pembuangan Sementara) tidak akan berfungsi lagi,” katanya.

Rentin mengatakan sudah ada pertemuan antara Gubernur Bali Wayan Koster dengan para sopir truk sampah itu. Hasilnya, ada kesepakatan dari para sopir truk sampah mendukung program pemerintah yang menutup atau membatasi hanya membuang sampah residu saja ke TPA Suwung.

“Ya mereka harus menyesuaikan. Para Sopir angkutan swakelola sudah pernah diterima Pak Gubernur. Pak Gubernur tetap meminta (tidak membuang sampah di TPA Suwung) karena itu gerakan bersama,” katanya.

Rentin meminta para sopir truk sampah itu untuk menyebarkan informasi tentang rencana penutupan TPA Suwung dari aktivitas pembuangan semua jenis sampah kecuali residu. Hal itu sudah diatur dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Bali Nomor 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai.

“Sudah tujuh tahun regulasi itu dikeluarkan tapi belum optimal. Terutama, partisipasi masyarakat di dalam menyukseskan pergub itu sendiri,” katanya.

Gambar ilustrasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *