Sholat Idul Adha 2025 Jatuh Hari Jumat, Apakah Tetap Wajib Sholat Jumat?

Posted on

Hari Raya Idul Adha 1446 Hijriah/2025 jatuh pada Jumat (6/6/2025). Banyak umat muslim bertanya-tanya apakah masih diwajibkan melaksanakan sholat Jumat setelah menunaikan sholat Id?

Dalam Islam, pelaksanaan shalat Jumat adalah kewajiban mingguan bagi laki-laki muslim. Namun, ketika Idul Adha atau Idul Fitri jatuh pada hari Jumat, muncul perbedaan pendapat terkait kewajiban shalat Jumat bagi mereka yang sudah melaksanakan shalat Id di pagi hari.

Berikut penjelasannya yang dilansir dari berbagai sumber.

Hukum Sholat Jumat jika Sudah Sholat Id

Dilansir NU Online, dalam hadits, kita mendapat keringanan (rukhsah) atas kewajiban shalat Jumat bagi orang pedalaman yang menghadiri pelaksanaan shalat Id di kota pada pagi hari. Hadits rukhshah ini diriwayatkan oleh Zaid bin Arqam berikut ini:

قال: صَلَّى الْعِيْدَ ثُمَّ رَخَصَ فِي الْجُمْعَةِ، فَقَالَ: مَنْ شَاءَ أَنْ يُصَلِّيَ فَلْيُصَلِّ

Artinya: Rasulullah menjalankan shalat Id kemudian memberikan keringanan (rukhshah) perihal tidak mengikuti shalat Jumat. Rasulullah kemudian bersabda, siapa yang ingin shalat Jumat, silakan! (HR Ahmad, Abu Dawud, An-Nasa’i, Ibnu Majah, Ad-Darimi, Ibnu Khuzaimah, dan Al-Hakim).

Mazhab Syafi’i berpendapat bahwa sholat Jumat tetap wajib bagi penduduk kota, meskipun telah melaksanakan sholat Id. Namun, penduduk pedalaman yang datang jauh-jauh ke kota untuk sholat Id diberikan keringanan untuk tidak melaksanakan sholat Jumat, dan cukup menggantinya dengan sholat Dzuhur.

إذا وافق يوم العيد يوم جمعة وحضر أهل القرى الذين يبلغهم لصلاة العيد وعلموا أنهم لو انصرفوا لفاتتهم الجمعة فلهم أن ينصرفوا ويتركوا الجمعة في هذا اليوم على الصحيح المنصوص في القديم والجديد وعلى الشاذ عليهم الصبر للجمع

Artinya: Bila hari Id berbarengan dengan hari Jumat-sementara penduduk pedalaman yang sampai kepada mereka untuk shalat id itu mengadiri shalat id serta mereka mengerti bila bergeser ke pedalaman (kembali) akan luput dari shalat Jumat-maka mereka boleh bergeser sejak pagi dan boleh meninggalkan shalat Jumat pada hari tersebut menurut pendapat shahih yang tersebut nashnya pada qaul qadim dan jaded. Tetapi menurut qaul syadz yang tidak umum, mereka wajib bersabar menahan diri untuk menghadiri gabungan keduanya (shalat id dan Jumat) (Imam An-Nawawi, Raudhatut Thalibin wa ‘Umdatul Muftin, [Beirut, Darul Fikr: 2005 M/1425-1426 H], juz II, halaman 9-10).

Pandangan Mazhab Syafi’i ini juga dapat kita temukan dari keterangan Imam As-Sya’rani berikut ini:

ومن ذلك قول الشافعي إذا وافق يوم العيد يوم جمعة فلا تسقط صلاة الجمعة بصلاة العيدعن أهل البلد بخلاف أهل القرى إذا حضروا فإنها تسقط عنهم ويجوز لهم ترك الجمعة والإنصراف

Artinya, “Salah satunya adalah pendapat Imam As-Syafi’i, ‘Jika hari Id berbarengan dengan hari Jumat, maka kewajiban shalat Jumat tidak gugur dari penduduk kota dengan sebab pelaksanaan shalat id. Lain halnya dengan penduduk pedalaman, bila mereka menghadiri shalat Id, maka kewajiban shalat Jumat gugur dari mereka. Mereka boleh meninggalkan Jumat dan bergeser menuju kediaman mereka di pedalaman'” (Imam As-Sya’rani, Al-Mizanul Kubra, [Beirut, Darul Fikr: 1981 M/1401 H], juz I, halaman 202).

Jumhur ulama yaitu para ulama dalam mazhab Al-Hanafiyah, Al-Malikiyah, dan Asy-Syafi’iyah sepakat bahwa sholat Jumat tetap wajib dikerjakan, meskipun jatuh bertepatan dengan hari raya. Baik di Hari Raya Idul Fitri ataupun Idul Adha.

Adapun keringanan untuk tidak sholat Jumat ini hanya berlaku untuk mereka yang tinggal di daerah pedalaman. (1) Ulama dari mazhab Syafi’i berpendapat bahwa orang yang tinggal di pedalaman dan sudah ikut melaksanakan sholat Id pada pagi hari diberi keringanan untuk tidak mengikuti sholat Jumat.

Mereka boleh langsung kembali ke tempat tinggalnya tanpa harus kembali lagi ke masjid untuk sholat Jumat pada siang harinya.

إذا وافق يوم العيد يوم جمعة وحضر أهل القرى الذين يبلغهم لصلاة العيد وعلموا أنهم لو انصرفوا لفاتتهم الجمعة فلهم أن ينصرفوا ويتركوا الجمعة في هذا اليوم على الصحيح المنصوص في القديم والجديد وعلى الشاذ عليهم الصبر للجمع

Artinya: “Bila hari Id berbarengan dengan hari Jumat-sementara penduduk pedalaman yang sampai kepada mereka untuk sholat Id itu menghadiri sholat Id serta mereka mengerti bila bergeser ke pedalaman (kembali) akan luput dari sholat Jumat, maka mereka boleh bergeser sejak pagi dan boleh meninggalkan sholat Jumat pada hari tersebut menurut pendapat shahih yang tersebut nashnya pada qaul qadim dan jaded. Tetapi menurut qaul syadz yang tidak umum, mereka wajib bersabar menahan diri untuk menghadiri gabungan keduanya (sholat id dan Jumat),” (Imam An-Nawawi, Raudhatut Thalibin wa ‘Umdatul Muftin, [Beirut, Darul Fikr: 2005 M/1425-1426 H], juz II, halaman 9-10)(2)

Menurut Imam Hambali, jika hari raya bertepatan dengan hari Jumat, umat muslim yang telah sholat Id selain imam tidak wajib untuk sholat Jumat. Kecuali, jika jemaah tidak mencukupi.

Ulama yang berpendapat tidak wajib melaksanakan sholat Jumat berdalil pada hadits Zaid bin Arqam:

عن أياس بن أبي رملة الشامي قال: شهدت معاوية بن أبي سفيان وهو يسأل زيد بن أرقم قال: أشهدت مع رسول الله صلى الله عليه وسلم عيدين اجتمعا في يوم؟ قال: نعم, قال: فكيف صنع؟ قال: صلى العيد ثم رخص في الجمعة فقال: من شاء أن يصلي فليصل. (رواه أبوداود)

Artinya : “Dari Ilyas bin Abu Ramlan Asy-Syami, ia berkata, ‘saya pernah menyaksikan Muawiyah bin Abu Sufyan sedang bertanya kepada Zaid bin Arqam, ia berkata, ‘Apakah anda pernah menyaksikan bersama Rasulullah SAW, dua hari raya bertepatan dalam satu hari?’ Jawabannya, ‘YA.’ Muawiyah berkata, ‘bagaimanakah beliau melakukannya?’ Jawabnya, ‘Beliau mengerjakan sholat hari raya, lalu memberi keringanan dalam sholat Jumat.’ Lalu beliau bersabda, ‘Barang siapa yang mau sholat (Jumat), maka hendaknya ia mengerjakannya!’ (Shahih). (HR. Abu Dawud). (3)

Walaupun terdapat perbedaan pandangan, pelaksanaan sholat Jumat tetap sangat dianjurkan untuk dikerjakan. Dalam hal ini, sebaiknya umat Islam merujuk kepada fatwa ulama setempat, mengikuti mazhab yang dianut, serta mempertimbangkan kondisi geografis dan kemampuan masing-masing.

• Mazhab Syafi’i: Wajib (Kecuali Bagi Penduduk Pedalaman)

• Mazhab Al-Hanafiyah: Wajib

• Imam Hambali: Tidak Wajib