Sejarah Perayaan Paskah: dari Injil hingga Konsili Nicea

Posted on

Berbeda dengan Natal yang selalu dirayakan setiap 25 Desember, perayaan Paskah dalam kalender Kristen justru kerap berubah-ubah setiap tahun. Hal ini kerap menimbulkan pertanyaan.

Injil Sinoptik (Matius, Markus, Lukas) mencatat bahwa kematian Yesus Kristus berlangsung bersamaan dengan perayaan Paskah Yahudi. Namun, Injil Yohanes menyajikan kronologi yang berbeda terkait waktu peristiwa tersebut.

Menurut Injil Yohanes, penyaliban Yesus terjadi tepat pada Paskah, yaitu 14 Nisan dalam kalender Ibrani. Artinya, Yesus disalibkan sebelum malam Paskah Yahudi dimulai, yaitu saat anak-anak domba Paskah sedang disembelih di Bait Allah.

Sebaliknya, Injil Matius, Markus, dan Lukas menyatakan Yesus sempat menikmati jamuan Paskah bersama sejumlah murid-Nya. Penyaliban kemudian terjadi sehari setelahnya, yakni pada 15 Nisan. Versi Injil Sinoptik, penyaliban berlangsung setelah makan malam Paskah.

Perbedaan ini membuat beberapa generasi setelah kematian Yesus memunculkan berbagai pandangan tentang waktu yang tepat untuk memperingati kematian dan kebangkitan-Nya.

Sejak awal sejarah Kekristenan, Paskah memang tidak memiliki tanggal tetap. Di abad-abad pertama, gereja-gereja di berbagai wilayah, seperti di Asia Kecil (sekarang wilayah Turki), merayakan Paskah pada 14 Nisan, bertepatan dengan Paskah Yahudi, tanpa memedulikan hari dalam pekannya. Tradisi ini dikenal sebagai ‘Quartodecimanisme’.

Namun, perbedaan waktu perayaan ini tidak luput dari kontroversi. Perdebatan mengenai tanggal Paskah bahkan sempat menimbulkan perpecahan kecil di tubuh gereja awal.

Situasi ini mendorong Kaisar Romawi Konstantinus Agung untuk menyelenggarakan Konsili Ekumenis Pertama di Nicea pada 325 Masehi. Salah satu tujuan utama konsili ini adalah menyeragamkan praktik keagamaan umat Kristen, termasuk penentuan tanggal Paskah.

Konsili Nicea mengambil keputusan penting, yaitu Paskah harus dirayakan pada hari Minggu. Paskah tidak lagi bergantung pada kalender Yahudi dan ditentukan berdasarkan hari Minggu pertama setelah bulan purnama pertama pasca-ekuinoks musim semi (yakni setelah 21 Maret).

Dalam konteks ‘Computus’ (penetapan tanggal Paskah), titik acuannya adalah ekuinoks musim semi yang ditetapkan saat ini pada 21 Maret, meskipun secara astronomis ekuinoks bisa terjadi pada 19 atau 20 Maret. Melalui metode ini, perayaan Paskah diharapkan dapat berlangsung secara serempak di seluruh dunia Kristen.

Meskipun prinsip Konsili Nicea diterima luas oleh Gereja Barat dan Timur (yang saat itu masih menjadi satu), kini Gereja Ortodoks memilih tetap menggunakan kalender Julian, warisan Kekaisaran Romawi. Dalam sistem ini, ekuinoks musim semi dianggap jatuh pada 21 Maret Julian, yang setara dengan 3 April dalam kalender Gregorian. Karena itu, tanggal perayaan Paskah Gereja Timur sering berbeda dengan Gereja Barat.

Tradisi Awal dan Perbedaan Penanggalan

Titik Balik di Konsili Nicea

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *