Saat Warga Desa Belajar Inggris dengan Tamu Bule di La Cabana Glamping

Posted on

Beberapa warga nampak mendatangi La Cabana Glamping di Dusun Pesugulan, Desa Bebidas, Kecamatan Wanasaba, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB), ketika sore hari. Para warga datang bukan untuk menginap, melainkan untuk mengikuti kelas bahasa Inggris yang dikemas santai.

Kegiatan ini rutin dilakukan warga setiap sore pada Selasa, Jumat, dan Minggu. Konsep belajar bahasa Inggris ini ditawarkan oleh pemilik La Cabana Glamping, Antoni Lo.

Dia mempertemukan wisatawan asing dengan warga lokal dalam kehidupan sehari-hari. Tamu yang menginap diajak mengunjungi pemukiman warga, gotong royong, bahkan makan di rumah warga.

“Mereka (tamu asing) sangat antusias untuk mempelajari kehidupan sosial masyarakat secara langsung. Tamu kadang saya ajak gotong-royong, panen padi di sawah warga, dan makan juga di rumah warga,” kata Antoni ketika ditemui infoBali, Minggu (11/5/2025).

Belajar bahasa Inggris dengan praktik langsung jauh lebih efektif dibandingkan hanya menghafal kosa kata dan belajar di dalam kelas. Warga diajarkan menyapa tamu, menjelaskan aktivitas wisata, hingga menceritakan kehidupan mereka sehari-hari dalam bahasa Inggris.

“Warga dengan tamu lokal di sini kadang interaksinya sambil nongkrong, main game, dan bernyanyi, sambil bercanda dan saling bercerita, tentunya pakai bahasa Inggris. Ketika ada yang tidak dipahami baru saya terjemahkan kepada tamu,” tutur Antoni.

Pria asli Masbagik, Lombok Timur, itu juga mendatangi sekolah-sekolah di Desa Bebidas untuk memperkenalkan bahasa Inggris. Terutama mengajak anak-anak SD untuk terbiasa berbicara dengan wisatawan.

“Beberapa waktu lalu, kami juga ke sekolah untuk membiasakan anak-anak sejak usia dini bisa berinteraksi dengan wisatawan luar negeri,” ujarnya.

Di tengah geliat Desa Bebidas sebagai desa wisata, La Cabana Glamping menjadi ruang belajar bagi warga yang ingin berkembang dalam hal bahasa Inggris. Kursus ini pun diberikan secara gratis sebagai penunjang kegiatan wisata di desa tersebut.

“Hanya berbagi pengalaman saja sih. Kan kebetulan di desa ini sudah termasuk desa wisata, jadi pastinya tamu yang datang bukan hanya tamu dalam negeri saja, tapi dari luar negeri juga,” kata pria berusia 40 tahun itu.

Dari puluhan warga yang pernah ikut, kini tersisa delapan orang yang konsisten hadir. Salah satunya Amaq Wira (33).
Wira dulunya hanya bisa menyebut beberapa kosakata dalam bahasa Inggris. Kini, setelah tiga bulan belajar, ia sudah lancar menjelaskan fasilitas glamping dan memberi informasi tentang wisata desa.

“Sekarang sudah tiga bulan lebih saya ikut dan sudah mulai bisa menjelaskan tamu dari fasilitas maupun memberitahukan hal-hal yang menarik di desa kami,” ucap Wira.

Meski usianya tak lagi muda, Wira tetap semangat belajar bahasa Inggris karena ingin membuka jasa pelayanan fotografi bagi turis asing. “Selain itu desa kami juga jadi desa wisata, makanya setiap ada tamu yang menginap di sini saya selalu menemani, supaya terbiasa berbicara menggunakan bahasa Inggris,” imbuhnya.

Sementara itu, Lalu Hafiz (19) punya impian menjadi pemandu wisata profesional. Baginya, belajar bahasa Inggris di La Cabana terasa menyenangkan dan tidak membebani.

“Saya ke sini belajar bahasa Inggris tiga kali dalam seminggu. Kalau sudah mahir nanti saya ingin membuka tour organizer,” ujar Hafiz.

La Cabana Glamping bukan hanya sekadar tempat menginap. Namun, menjadi ruang belajar untuk warga lokal.