Bau busuk yang dulu akrab di hidung warga Monang-Maning, Denpasar, kini perlahan sirna. Jalanan yang sebelumnya dikepung tumpukan sampah mulai terasa lega. Perubahan itu datang sejak hadirnya Rumah Organik di Desa Tegal Kertha.
I Putu Trisnajaya, Perbekel Desa Tegal Kertha, mengaku hatinya tak pernah tenang saat melihat sampah meluber dari TPS Monang-Maning. Setiap hari, pemandangan gunungan sampah dan aroma menyengat jadi keluhan warganya. “Ini menjadi salah satu solusi untuk penanganan sampah,” kata Trisnajaya kepada infoBali, Senin (18/8/2025).
Dari TPS yang Sesak ke Rumah Organik
TPS Monang-Maning di sudut Jalan Merpati, hanya berjarak sepelemparan batu dari kantor desa. Luasnya tak seberapa, hanya 4 are, tapi dipaksa menampung sampah warga dari wilayah padat penduduk Tegal Kertha sekaligus limpahan dari desa sekitar.
Tak jarang, pengangkutan sampah ke TPA Suwung terhambat. Akibatnya, sampah menumpuk, berceceran ke jalan besar, dan mengganggu siapa pun yang melintas.
Kini cerita berbeda. Sejak awal 2024, Desa Tegal Kertha mengoperasikan Rumah Organik di atas lahan 11 are. Tempat ini khusus mengolah sampah organik dengan kapasitas hingga 13 ton per bulan. “TPS Monang-Maning sudah bisa kami kendalikan, dan sudah ditutup untuk penerimaan sampah organik,” ujar Trisnajaya.
Sistem Baru, Harapan Baru
Warga pun mulai terbiasa dengan ritme baru. Sampah organik diangkut empat kali sepekan-Senin, Rabu, Kamis, dan Sabtu-sementara sampah anorganik dikumpulkan di hari lain. Retribusi pun diberlakukan: Rp 30 ribu per bulan untuk rumah tangga, Rp 50 ribu bagi pelaku usaha.
Hasilnya bukan hanya lingkungan lebih bersih, tapi juga produk baru: pupuk istimewa. “Pupuk ini kami selaraskan dengan program ketahanan pangan yang kami miliki di sana dan pupuk ini bisa juga kami jual,” jelas Trisnajaya.
Menuju 100 Teba Modern
Langkah Desa Tegal Kertha tak berhenti pada Rumah Organik. Tahun 2025, mereka menyiapkan rencana lebih besar: membangun 100 teba modern untuk memperkuat pengelolaan sampah.
Sekitar Rp 250 juta dianggarkan. Biaya pembuatan satu unit teba modern diperkirakan Rp 2,5 juta. Nantinya, teba modern ditempatkan di pura, lapangan, fasilitas umum, hingga aset desa.
“Warga termasuk penghuni kos juga kami ajak ikut serta dalam swakelola sampah,” kata Trisnajaya. Dengan adanya teba modern, warga kos tak perlu menunggu petugas datang, cukup membuang sampah terpilah langsung di titik yang disiapkan.
Ubung Kaja Menyusul
Langkah serupa juga ditempuh Desa Ubung Kaja, Denpasar. Perbekel Wayan Astika menargetkan pembangunan 100 teba modern di wilayahnya. “Kami di (anggaran) perubahan tahun 2025 ini meluncurkan 22 unit teba modern yang ditempatkan nanti di masing-masing fasilitas umum,” ujarnya.
Satu unit teba modern dibuat dengan kedalaman 1,5-2 meter, menelan biaya Rp 3 juta, dan bisa menampung hingga 40 ton sampah organik. Terbaru, Ubung Kaja meluncurkan satu unit di Lapangan Pasum Dusun Tegal Kori Kaja pada Sabtu (16/8/2025).
Sampah organik yang terkumpul kemudian diolah oleh pihak swakelola, sementara sisanya ditangani TPS3R yang mampu memproses 1,5 ton per hari. Astika juga menyiapkan komposter bagi rumah kecil agar pengelolaan bisa dilakukan langsung di rumah.
“Mudah-mudahan ke depan ini kami juga sudah merancang terkait dengan komposter,” katanya penuh harap.
Semua upaya ini berpacu dengan waktu. Denpasar harus menemukan cara baru mengolah sampah, sebab TPA Suwung yang selama ini jadi andalan diproyeksikan tutup pada akhir 2025.
Menuju 100 Teba Modern
Langkah Desa Tegal Kertha tak berhenti pada Rumah Organik. Tahun 2025, mereka menyiapkan rencana lebih besar: membangun 100 teba modern untuk memperkuat pengelolaan sampah.
Sekitar Rp 250 juta dianggarkan. Biaya pembuatan satu unit teba modern diperkirakan Rp 2,5 juta. Nantinya, teba modern ditempatkan di pura, lapangan, fasilitas umum, hingga aset desa.
“Warga termasuk penghuni kos juga kami ajak ikut serta dalam swakelola sampah,” kata Trisnajaya. Dengan adanya teba modern, warga kos tak perlu menunggu petugas datang, cukup membuang sampah terpilah langsung di titik yang disiapkan.
Ubung Kaja Menyusul
Langkah serupa juga ditempuh Desa Ubung Kaja, Denpasar. Perbekel Wayan Astika menargetkan pembangunan 100 teba modern di wilayahnya. “Kami di (anggaran) perubahan tahun 2025 ini meluncurkan 22 unit teba modern yang ditempatkan nanti di masing-masing fasilitas umum,” ujarnya.
Satu unit teba modern dibuat dengan kedalaman 1,5-2 meter, menelan biaya Rp 3 juta, dan bisa menampung hingga 40 ton sampah organik. Terbaru, Ubung Kaja meluncurkan satu unit di Lapangan Pasum Dusun Tegal Kori Kaja pada Sabtu (16/8/2025).
Sampah organik yang terkumpul kemudian diolah oleh pihak swakelola, sementara sisanya ditangani TPS3R yang mampu memproses 1,5 ton per hari. Astika juga menyiapkan komposter bagi rumah kecil agar pengelolaan bisa dilakukan langsung di rumah.
“Mudah-mudahan ke depan ini kami juga sudah merancang terkait dengan komposter,” katanya penuh harap.
Semua upaya ini berpacu dengan waktu. Denpasar harus menemukan cara baru mengolah sampah, sebab TPA Suwung yang selama ini jadi andalan diproyeksikan tutup pada akhir 2025.