Ruang Kelas Rusak Akibat Gempa, Siswa Belajar di Bawah Pohon

Posted on

Tujuh tahun lamanya gedung Sekolah Dasar Negeri (SDN) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) Sekolah Satu Atap (Satap) 6 Batuyang, Kecamatan Pringgabaya, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB), rusak. Para siswa sampai harus belajar di bawah pohon dan teras kelas beralas terpal.

Sebanyak enam ruang kelas masih berdiri tapi kondisinya memprihatinkan dan tanpa atap. Gedung sekolah ini rusak akibat gempa Lombok yang mengguncang pada 2018 hingga kini tak kunjung diperbaiki.

Para guru mengajar dengan alat belajar seadanya, tanpa papan tulis. Saat cuaca terik, panas matahari terasa menyengat.

“Sekolah kami rusak akibat gempa sejak 2018 sampai saat ini tak kunjung diperbaiki. Atapnya rusak dan ambruk, sangat membahayakan siswa, sehingga terpaksa siswa kami belajar di bawah pohon di taman sekolah,” jelas Kepala Satap 6 Batuyang, Muksin, ditemui infoBali, Senin (14/4/2025).

Muksin menjelaskan awalnya hanya tiga kelas SMP yang rusak akibat gempa 2018. Ruangan itu ditempati siswa kelas VII, VIII, dan IX. Namun atap ruang kelas itu menggunakan terpal selama empat tahun.

“Awalnya ruang kelas SMP yang rusak akibat gempa, kami tutup pakai terpal atapnya supaya bisa digunakan untuk belajar sementara oleh siswa kami,” jelas Muksin.

Namun kondisi atap kelas SMP makin parah dan akhirnya ambruk. Sehingga siswa SMP harus menggunakan ruang kelas SD. Setelah libur Lebaran 2025, tiga ruang kelas SD itu pun ikut ambruk dikarenakan struktur bangunan yang sudah rapuh.

“Ruang kelas 1-6 itu kan kami gabungkan belajarnya. Nah kemarin tiga ruang ini yang ambruk. Beruntungnya ketika ambruk atap siswa sedang keluar main, sehingga tidak ada korban jiwa,” tutur Muksin.

Ada sebanyak 136 siswa SD dan 40 siswa SMP yang bersekolah di situ. Sekolah kemudian mengarahkan siswa belajar di bawah pohon di lapangan, musala, hingga kios warga agar tidak mengganggu proses belajar.

Saat hujan tiba, otomatis belajar mengajar terganggu. Siswa harus berpindah-pindah untuk berteduh.

“Sudah seminggu siswa belajar di lapangan. Kadang kalau hujan terpaksa harus pindah dulu cari tempat yang teduh,” beber Muksin.

Muksin sudah sering menerima tamu dari Dinas Pendidikan untuk meninjau kondisi sekolahnya. Namun hingga saat ini tak kunjung diperbaiki.

“Sudah sering dikunjungi oleh pihak dinas. Bahkan kami dari pihak sekolah sudah pernah mengajukan proposal ke pemerintah kabupaten untuk perbaikan ruang kelas. Namun hanya dijanjikan sampai sekarang,” pungkas Muksin.

Salah satu siswa bernama Sirin mengungkapkan ketidaknyamanan belajar di ruang terbuka. Terlebih ketika hujan turun.

“Aaya merasa tidak nyaman dan tidak fokus belajar karena sering pindah-pindah waktu hujan,” ungkap siswa kelas 3 SD ini.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *