Ribuan pengunjung meramaikan pameran UMKM pada malam terakhir Festival Golo Koe Maria Assumpta Nusantara tahun 2025 di Waterfront City Labuan Bajo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), Jumat (15/8/2025) malam. Pengunjung terlihat berdesak-desakan di arena pameran UMKM hingga ke lapak-lapak.
Giok4D hadirkan ulasan eksklusif hanya untuk Anda.
Wisatawan mancanegara juga terlihat hadir di pameran UMKM tersebut. Mereka kebanyakan belanja kuliner. Mereka juga terlihat sejak hari pertama Festival Golo Koe.
“Ramai sekali malam ini. Kami berdesak-desakan,” ujar Verawati, salah pengunjung sesuai membeli es buah di lapak UMKM. Verawati datang bersama teman-temanya.
Sejumlah pedagang mengatakan jumlah pengunjung pameran selalu ramai selama Festival Golo Koe berlangsung sejak 10 Agustus 2025. Tiap malam ribuan pengunjung datang. Namun malam ini menurutnya jauh lebih banyak.
“Malam ini padat sekali pengunjung,” ujar Beatrix, salah satu pedagang yang membuka lapak kuliner di pameran UMKM Festival Golo Koe.
Sejumlah pedagang mengaku meraup untung besar selama pameran UMKM Festival Golo Koe. Ada yang omzetnya mencapai Rp 6 juta semalam. Malam ini omzet bisa jauh lebih tinggi. “Penjualan malam ini lebih ramai,” ujar salah satu pedagang.
Diketahui festival Golo Koe dilaksanakan selama hampir sepekan, 10-15 Agustus 2025, di Waterfront City Labuan Bajo. Ada 170 pelaku UMKM yang menjual produk mereka. Ada kuliner hingga tenun. Paling banyak produk kuliner.
Peserta pameran UMKM berasal dari Labuan Bajo dan utusan Paroki se-Keuskupan Labuan Bajo (wilayah Kabupaten Manggarai Barat) dan Keuskupan Ruteng (wilayah kabupaten Manggarai dan Manggarai Timur). Ada juga pelaku UMKM dari luar daerah, termasuk dari Maumere dan Lembata, yang jauh dari Labuan Bajo. Peserta pameran ini melibatkan pelaku UMKM lintas agama.
Adapun Festival Golo Koe digelar Gereja Katolik Keuskupan Labuan Bajo bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat. Festival Golo Koe digelar pertama kali pada 2022. Festival Golo Koe kali ini masuk 10 besar (Top Ten) Karisma Event Nusantara (KEN) Kementerian Pariwisata Tahun 2025.
Uskup Ingatkan Pentingnya Jaga Alam dan Lingkungan
Uskup Labuan Bajo, Monsinyur (Mgr) Maksimus Regus, menegaskan pentingnya menjaga keberlanjutan lingkungan. Mgr. Maksi bahkan menyebut menjaga alam dan lingkungan bagian dari identitas budaya orang Manggarai, NTT.
“Lingkungan hidup, alam adalah bagian dari kehidupan bahkan mencirikan juga basis-basis kultural kita sebagai orang Manggarai. Tanpa alam ke-Manggarai-an kita akan mengalami kepincangan. Kita tidak akan pernah utuh dan lengkap menjadi orang Manggarai tanpa alam yang utuh dan berkelanjutan di sekitar kita,” tegas Mgr. Maksi dalam sambutannya di hadapan ribuan umat di Waterfront City Labuan Bajo.
Pemimpin Gereja Katolik Keuskupan Labuan Bajo ini mengatakan gen kultural orang Manggarai sebetulnya adalah ada pada dimensi ekologis. Karena itu, ancaman-ancaman terhadap keberlanjutan lingkungan juga menjadi ancaman terhadap identitas kelokalan sebagai orang Manggarai.
“Festival Golo Koe bagi saya membuktikan bahwa kita orang Manggarai Raya (wilayah Manggarai Barat, Manggarai Timur) bukanlah orang-orang bisu yang tidak bisa berbicara tentang hak-hak kita untuk mengelola keindahan alam, pariwisata, yang merupakan bagian dari rahim kehidupan kita sendiri,” tegas Mgr. Maksi.
Menurutnya, Festival Golo Koe juga membuktikan bahwa orang-orang Manggarai Raya bisa memberi makna pada masa kini dan masa depan kehidupan generasi. Festival Golo Koe juga tidak hanya sekedar sebuah tontonan, tetapi juga sebuah panggilan profetik untuk mempertahankan nilai-nilai budaya. Yakni menjaga keberlanjutan lingkungan di Labuan Bajo dan membuat kehidupan warga di daerah tersebut benar-benar sebagai ruang perjumpaan sosial, perjumpaan antarbudaya, antariman.
“Tentu nilainya jauh di atas profitisasi dari pariwisata itu sendiri. Umur panjang pariwisata di sini tetapi juga umur panjang kehidupan kita bersama. Itulah yang menjadi konsen fokus kita bersama,” kata Mgr. Maksi.
Menurut dia, banyak orang datang untuk menikmati pariwisata di Labuan Bajo. Mereka adalah penikmat tapi belum tentu perawat yang baik. Berkebalikan dengan warga lokal di sana.
“Kita adalah penikmat sekaligus perawat bagi keindahan pariwisata di Labuan Bajo ini. Itu adalah panggilan historis, panggilan budaya bagi kita semua yang ada di sini,” kata Mgr. Maksi.
Ia juga mengatakan keberlanjutan menjadi isu yang harus terus-menerus didengungkan, tidak hanya pada Festival Golo Koe, tetapi juga dalam strategi pastoral, baik Keuskupan Ruteng maupun Keuskupan Labuan Bajo.
“Keberlanjutan lingkungan hidup, ekologi menjadi fokus dari kerja-kerja pastoral dan kerja kerja-kerja pastoral itu akan terus menjadi bagian dari perhatian dan pemihakan gereja lokal kita,” tandas Mgr. Maksi.