Mantan Menteri Luar Negeri (Menlu), Retno Lestari Priansari Marsudi, mengungkapkan kesenjangan gender secara global terus menipis, terutama dalam bidang pendidikan dan kesehatan. Hal itu mengacu pada data terbaru dari Global Gender Gap Report.
“Data yang keluar dari Global Gender Gap Report menunjukkan bahwa kesenjangan atau gender gap untuk pendidikan sudah tertutup 90 persen. Jadi tinggal ada kesenjangan 10 persen,” ujar Retno kepada wartawan saat menghadiri The 2025 Asia Grassroots Forum di Nusa Dua, Badung, Bali, Kamis (22/5/2025).
Utusan Khusus Sekretaris Jenderal (Sekjen) Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) untuk Isu Air itu mengungkapkan kesenjangan gender pada sektor lain masih ada angka yang terbilang baik. Namun, ada juga sektor yang kesenjangan gendernya masih cukup jauh.
“Untuk kesehatan angkanya lebih bagus lagi 94,6 persen, tetapi untuk partisipasi ekonomi baru 60 persen yang tertutup. Sementara political empowerment baru mencapai 22,5 persen,” tutur Retno Marsudi.
Melihat kenyataan tersebut, Retno Marsudi menyoroti pentingnya membangun ekosistem dan kebijakan afirmatif untuk mendorong kesetaraan di sektor-sektor yang masih timpang. Ia mencontohkan langkah konkret yang dilakukannya saat di Kemlu sejak 2001.
“Sudah sejak 2001, Kementerian Luar Negeri melakukan self-reform yang membuka kesempatan bagi semua, baik laki-laki maupun perempuan, untuk dapat berkontribusi. Di situlah kami mulai melihat munculnya talenta-talenta yang sangat bagus di kementerian dan itu terjadi lebih cepat,” jelas Retno Marsudi.
Namun, perempuan yang sempat menjadi duta besar (dubes) dari Indonesia untuk berbagai negara itu mengungkapkan reformasi struktural saja tidak cukup untuk menyetarakan gender, tanpa ekosistem yang mendukung.
“Intinya, di mana pun kita berada, ekosistem yang memberikan kesempatan yang sama kepada kaum perempuan merupakan kunci jika kita ingin melihat kesetaraan antara perempuan dan laki-laki,” tegas Retno Marsudi.
Selain menciptakan ekosistem yang inklusif, Kemlu juga mengadopsi berbagai kebijakan afirmatif. Salah satunya adalah penyediaan fasilitas daycare untuk diplomat yang memiliki anak.
“Dulu kalau dua diplomat laki-laki dan perempuan menikah, salah satunya harus mengundurkan diri. Sekarang sudah tidak berlaku,” ungkap Retno Marsudi.
Kebijakan afirmasi, Retno Marsudi menambahkan, tidak hanya untuk kebaikan perempuan saja, melainkan untuk kebaikan semua orang.
“Kenapa kita harus punya kebijakan afirmatif? Karena dengan begitu, kita tidak hanya membawa kebaikan bagi perempuan, tetapi juga bagi semua,” jelas Retno Marsudi.