Sederet musisi tanah air tergabung dalam IKLIM (The Indonesian Climiate Communications, Arts, and Music Lab). Mulai dari Reality Club, Kunto Aji, Teddy Aditya, hingga Sukatani.
Selama satu pekan mereka mengikuti workshop untuk mendalami berbagai isu krisis iklim mulai dari akar masalah, peran seni dan budaya sampai merumuskan langkah kolaboratif untuk mendorong perubahan yang nyata.
Gitaris Reality Club, Faiz, menuturkan jika mengikuti lokakarya IKLIM dapat memantik refleksi secara personal untuk peka dalam isu iklim dan lingkungan. Ia merasa terdorong untuk mulai melakukan perubahan dalam kehidupan sehari-hari secara perlahan tapi konsisten.
“Saya juga ingin membagikan kesadaran ini ke orang-orang di sekitar saya, seperti fans, teman, dan keluarga, karena penting untuk saling mengingatkan soal peran kita dalam menjaga lingkungan,” ujar Faiz saat ditemui di Studio Antida Music, Denpasar, Jumat (27/6/2025).
Selain itu, personel band Sukatani, Cipoy, menyampaikan jika krisis iklim bukan hanya berdampak pada ekonomi dan ekosistem. Tetapi, juga berdampak pada manusia, sosial, dan budaya.
“Kami pun ikut terdampak. Oleh karena itu, penting bagi kami untuk turut merespons isu ini, karena pada akhirnya, perubahan iklim juga memengaruhi kami secara langsung, baik sebagai individu maupun sebagai seniman,” ujar Cipoy.
Kemudian, penyanyi solo Kunto Aji menuturkan isu iklim memiliki resonansi yang kuat secara personal. Pasalnya, udara tempat tinggalnya di Tangerang Selatan berdampak pada kedua anaknya yang masih kecil.
“Udara itu kan gratis, tapi kenapa kita nggak bisa menikmatinya dengan baik? Kita tahu penyebab dan solusinya, tapi tidak ada tindakan nyata. Di situlah saya merasa perlu bertanya sebagai musisi, apa yang bisa saya lakukan?,” ungkap Kunto Aji.
Setelah lokakarya berakhir, para musisi akan mengimplementasikan pengalaman dan refleksi mereka selama lokakarya ke dalam karya musik baru.
Lagu-lagu ini akan dihimpun dalam sebuah album kompilasi yang direncanakan rilis pada akhir 2025, sebagai bagian dari kampanye ‘No Music On A Dead Planet’ atau Tak Ada Musik di Planet yang Mati yang diinisiasi oleh Music Declares Emergency.
Gerakan global ini juga didukung oleh sejumlah musisi dunia seperti Billie Eilish, Massive Attack, dan Tame Impala, yang sama-sama meyakini bahwa musik memiliki kekuatan untuk menyuarakan urgensi krisis iklim dengan cara yang kreatif, inklusif, dan menggugah.