Ratusan Siswa SD Meriahkan Parade Budaya di GWK

Posted on

Garuda Wisnu Kencana (GWK) Cultural Park menggelar Parade Budaya yang diikuti 500 siswa Sekolah Dasar (SD) gugus lima Kuta Selatan. Sebanyak 11 SD mengirimkan perwakilan siswa untuk menampilkan beragam pertunjukan seni di Amphitheatre GWK, hari ini.

Division Head Marketing Communications & Partnership GWK, Andre Prawiradisastra, mengatakan acara ini rutin digelar setiap tahun. Setiap sekolah mengirimkan 50 hingga 80 murid untuk tampil dalam parade budaya maupun pertunjukan seni.

“Jadi, kita mengundang ada sebelas SD di Kuta Selatan, masing-masing mengirimkan sekitar 50 sampai 80 orang murid yang datang ke sini, baik itu berparade maupun perform tadi di GWK,” ujarnya seusai acara, Minggu (17/8/2025).

Sebanyak 11 pertunjukan ditampilkan, mewakili masing-masing sekolah. Anak-anak menampilkan tarian kelompok, menyanyi solo, paduan suara, pembacaan puisi, hingga menyanyi sambil menari.

Pertunjukan yang dibawakan tidak hanya menampilkan seni tradisional Bali, tetapi juga budaya dari berbagai daerah di Indonesia. Para siswa tampil penuh percaya diri dengan intonasi, gestur, dan ekspresi yang dinilai layaknya sudah memiliki pengalaman panjang di panggung.

Andre menjelaskan parade budaya ini merupakan bagian dari program Corporate Social Responsibility (CSR) GWK. Kegiatan CSR digelar rutin setiap bulan, namun khusus bulan Agustus dikemas spesial untuk menyambut HUT RI.

“Mereka memang kami undang, sehingga kami anggap sebagai CSR-nya GWK,” katanya.

“Setiap bulan memang kita lakukan CSR. Nah, untuk yang bulan ini, spesial karena kemerdekaan, jadi 500 orang gitu,” imbuhnya.

Menurutnya, keterlibatan siswa SD bertujuan memperkenalkan budaya sejak dini. Ke depan, tidak menutup kemungkinan kegiatan serupa juga melibatkan murid tingkat SMP hingga SMA.

“Jadi, kami ingin memperkenalkan budaya sejak dini. Begitu konsep awalnya. Jadi, kami mengundang SD dulu nih. Tapi mungkin nanti lama-lama kita akan naik juga ke SMP, ke SMA,” jelasnya

Semula, parade budaya direncanakan berjalan mengitari tebing-tebing GWK. Namun konsep itu diubah menjadi pertunjukan di panggung. Perubahan ini justru dinilai lebih sesuai untuk literasi budaya dan membuat anak-anak lebih antusias.

Tahun ini, jumlah peserta meningkat pesat dibanding tahun lalu yang hanya diikuti 200 siswa. Andre menilai antusiasme para peserta sangat luar biasa.

“Kalau mengenai antusias, mereka ini senang sekali ya, terutama lagi, mereka bisa kesempatan untuk bisa berjalan-jalan di GWK. Karena memang literasi budaya konsepnya,” ungkapnya.

Andre menilai para siswa menunjukkan kreativitas, inovasi, dan keberanian dalam membawakan budaya, baik Bali maupun daerah lain di Indonesia.

“Kreatif, inovatif. Mereka mau menampilkan budaya, selain budaya Bali. Terus juga berani mereka. So, menurut saya sih, tepat sekali konsepnya GWK Literasi Budaya dengan mereka. Dengan perform budaya. Nggak hanya Bali, tapi juga nasional,” imbuhnya.

Ia berharap kegiatan ini tidak hanya menjadi hiburan, tetapi juga menambah wawasan peserta didik tentang budaya Indonesia.

“Harapannya GWK itu seperti tempat yang wajib didatangi apabila pengunjung, murid, ingin menikmati atau belajar budaya. Jadi kayak one stop cultural tempat place buat mereka,” tutupnya.

Gambar ilustrasi

Menurutnya, keterlibatan siswa SD bertujuan memperkenalkan budaya sejak dini. Ke depan, tidak menutup kemungkinan kegiatan serupa juga melibatkan murid tingkat SMP hingga SMA.

“Jadi, kami ingin memperkenalkan budaya sejak dini. Begitu konsep awalnya. Jadi, kami mengundang SD dulu nih. Tapi mungkin nanti lama-lama kita akan naik juga ke SMP, ke SMA,” jelasnya

Semula, parade budaya direncanakan berjalan mengitari tebing-tebing GWK. Namun konsep itu diubah menjadi pertunjukan di panggung. Perubahan ini justru dinilai lebih sesuai untuk literasi budaya dan membuat anak-anak lebih antusias.

Tahun ini, jumlah peserta meningkat pesat dibanding tahun lalu yang hanya diikuti 200 siswa. Andre menilai antusiasme para peserta sangat luar biasa.

“Kalau mengenai antusias, mereka ini senang sekali ya, terutama lagi, mereka bisa kesempatan untuk bisa berjalan-jalan di GWK. Karena memang literasi budaya konsepnya,” ungkapnya.

Andre menilai para siswa menunjukkan kreativitas, inovasi, dan keberanian dalam membawakan budaya, baik Bali maupun daerah lain di Indonesia.

“Kreatif, inovatif. Mereka mau menampilkan budaya, selain budaya Bali. Terus juga berani mereka. So, menurut saya sih, tepat sekali konsepnya GWK Literasi Budaya dengan mereka. Dengan perform budaya. Nggak hanya Bali, tapi juga nasional,” imbuhnya.

Ia berharap kegiatan ini tidak hanya menjadi hiburan, tetapi juga menambah wawasan peserta didik tentang budaya Indonesia.

“Harapannya GWK itu seperti tempat yang wajib didatangi apabila pengunjung, murid, ingin menikmati atau belajar budaya. Jadi kayak one stop cultural tempat place buat mereka,” tutupnya.

Gambar ilustrasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *