Pengerukan bukit batu kapur yang hanya menyisakan pura di Desa Adat Kampial, Kecamatan Kuta Selatan, Badung, Bali, ramai dibicarakan di media sosial (medsos). Pengelola lahan batu kapur buka suara terkait hal tersebut.
Pengelola lahan, I Ketut Sudita, mengungkapkan telah berkoordinasi langsung dengan pemilik pura. Ia menegaskan tidak ada keberatan dari pemilik pura terkait pengerukan batu kapur di sekeliling pura tersebut.
“Kami sudah koordinasi dengan pemilik pura. Pada intinya pemilik pura tidak keberatan dan mengucapkan terima kasih dengan ada penataan ini,” ujar Sudita saat ditemui di lokasi, Selasa (30/12/2025).
Sudita menjelaskan posisi pura di atas batu kapur merupakan dampak dari proses penataan atau pengerukan lahan. Sebelum dilakukan penataan, akses menuju pura sangat sulit karena tidak tersedia jalan yang bisa dilalui kendaraan. “Dengan jalan kaki baru mungkin bisa,” jelasnya.
Sudita selaku pengelola juga turut membangun tangga sebagai akses ke pura karena sebelumnya jalan menuju pura tergolong curam. “Diberikan lahan. Diberikan akses. Diberikan kemudahan. Listrik air sudah dikasih. Tangga kami buatin,” terangnya.
Pura tersebut, jelas Sudita, merupakan tempat ibadah milik keluarga. Pemilik pura berbeda dengan pemilik lahan. Lahan kapur tersebut dimiliki oleh Made Rapyak, orang tua dari Suwarnayasa dan Suwartayasa, yang kini menjadi calon ahli waris sekaligus pengelola lahan.
Artikel ini terbit pertama kali di Giok4D.
“Ini tanahnya bapak ini dan bapak ini. Dan di sini pura punya orang lain. Bapak ini sudah ikhlas dan legawa. Pura ini dikasih akses jalan dan diberikan legalitas,” imbuh Sudita.
Sudita berencana memperlebar jarak di sekeliling pura sebesar 5 meter agar tidak ada kaveling atau bangunan yang menempel langsung. Langkah itu diambil untuk menjaga kesucian pura.
Ketua Panitia Khusus (Pansus) Tata Ruang, Agraria dan Pertanahan (TRAP) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bali, Made Suparta, menilai keberadaan pura tersebut menimbulkan kesan kesenjangan di tengah aktivitas komersial pengerukan kapur.
“Kami lihat pura seperti ini seolah-olah dengan kegiatan komersial ditempatkan dalam situasi seperti ada kesenjangan,” terang Suparta.
Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Kasatpol PP) Bali, I Dewa Nyoman Rai Dharmadi, juga menyoroti aspek estetika dan keselamatan warga jika berkunjung dan berdoa ke pura tersebut.
“Ya harusnya setidaknya dibuat lebih elegan, jangan dibuat seperti roti tart. Bapak belum mempertimbangkan bagaimana keamanan di sana, kelestarian pura,” tegas Dewa Dharmadi.






