Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengungkapkan serapan belanja kementerian dan lembaga (K/L) semakin membaik menjelang akhir tahun. Ia bahkan mengaku keteteran menghadapi permintaan tambahan anggaran dari sejumlah K/L.
“Terus terang kita (Kementerian Keuangan) agak keteteran tuh karena mereka (K/L) minta duit terus, minta duit terus. Jadi kita agak kendalikan sedikit,” kata Purbaya dalam konferensi pers APBN KiTA di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis (18/12/2025), dilansir dari infoNews.
Purbaya menilai fenomena tersebut menunjukkan kesiapan K/L dalam menyerap anggaran jauh lebih baik dibandingkan awal tahun. Meski demikian, ia menegaskan pemerintah belum berencana mengubah postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2026.
“Apalagi mereka (K/L) takut kalau nggak bisa belanja, saya potong anggarannya. Jadi tahun depan mereka pasti akan lebih baik (menyerap anggaran). Jadi kita belum adjust APBN yang ada sekarang,” terang Purbaya.
Di sisi lain, Purbaya menyebut masih ada sejumlah K/L yang mengembalikan anggaran ke Kementerian Keuangan. Hingga Selasa (16/12), total anggaran yang dikembalikan tercatat mencapai Rp 4,5 triliun.
Terlepas dari dinamika tersebut, Purbaya tetap optimistis perekonomian Indonesia mampu tumbuh sesuai target 5,2% sepanjang 2025. Bahkan untuk 2026, ia meyakini pertumbuhan ekonomi berpeluang menembus 6%, meskipun asumsi pemerintah dalam APBN 2026 berada di level 5,4%.
“Sekarang saya kan sedang hidupkan semua mesin ekonomi. Fiskal sudah mulai jalan, moneter sudah semakin sinkron, iklim investasi akan diperbaiki. Saya tetap melihat 6% bukan angka yang mustahil untuk 2026, walaupun asumsi kita di 5,4%,” pungkasnya.
Purbaya juga memaparkan posisi APBN hingga 30 November 2025 yang mencatatkan defisit sebesar Rp 560,3 triliun atau setara 2,35% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
“Defisit APBN tercatat sebesar Rp 560,3 triliun atau 2,35% terhadap PDB. Ini masih dalam batas yang terkelola dan sesuai dengan desain APBN kita,” ujar Purbaya dalam konferensi pers APBN KiTA di kantornya, Jakarta Pusat, Kamis (18/12).
Defisit tersebut terjadi karena pendapatan negara lebih kecil dibandingkan belanja negara. Hingga 30 November 2025, pendapatan negara tercatat mencapai Rp 2.351,5 triliun atau 82,1% dari outlook. Sementara itu, belanja negara terealisasi sebesar Rp 2.911,8 triliun atau 82,5% dari outlook.
Pendapatan negara sebesar Rp 2.351,5 triliun berasal dari penerimaan pajak Rp 1.634,4 triliun, kepabeanan dan cukai Rp 269,4 triliun, serta penerimaan negara bukan pajak (PNBP) Rp 444,9 triliun.
Adapun belanja negara Rp 2.911,8 triliun terdiri dari belanja pemerintah pusat sebesar Rp 2.116,2 triliun dan transfer ke daerah Rp 795,6 triliun.
“Ini mencerminkan belanja pemerintah yang terus diarahkan untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi dan mendukung program prioritas,” ucap Purbaya.






