Pungutan Wisatawan Asing untuk Bereskan Sampah

Posted on

Suatu pagi di Bali, aroma laut kerap bercampur dengan bau tak sedap dari sampah yang menumpuk. Kondisi itu sudah lama menjadi masalah, dan kini pemerintah provinsi berusaha mencari jalan keluar. Salah satunya lewat dana hasil Pungutan Wisatawan Asing (PWA) yang sebagian besar akan dialokasikan untuk penanganan sampah.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Bali, I Made Rentin, menyebutkan Rp 40 miliar dana PWA tahun 2025 akan diarahkan untuk mengatasi persoalan ini.

“Pungutan Wisatawan Asing tahun 2025 ini sebesar Rp 40 miliar diberikan untuk sektor terutama untuk pengelolaan sampah,” kata Rentin kepada infoBali, Selasa (19/8/2025).

Dana untuk Kabupaten/Kota

Dari alokasi itu, 8 kabupaten/kota akan menerima Bantuan Keuangan Khusus (BKK). Hanya Kabupaten Badung yang tidak mendapat jatah.

“Rp 10 miliar Denpasar dan kabupaten lain ada yang Rp 4-5 miliar,” ungkapnya.

Namun, kebijakan baru pemerintah provinsi yang melarang TPA Suwung menerima sampah organik sejak 1 Agustus 2025 justru menimbulkan polemik. Belum semua warga memiliki fasilitas pengolahan sampah sendiri.

Rentin menjelaskan, solusi yang didorong adalah pembangunan teba modern, yakni tempat pengolahan sampah berbasis rumah tangga atau desa. Anggarannya diambil dari APBDes.

“Denpasar tahun ini siap membangun 4.700 teba modern di beberapa fasilitas umum dan fasilitas sosial. Jika di rumah warga terkendala luasan lahan,” ujar Rentin.

Menurutnya, regulasi pemilahan sampah sebenarnya sudah lama ada. Pemerintah kini mendorong pembangunan teba modern di rumah tangga serta Tempat Pengolahan Sampah 3R (TPS3R).

“Jangka panjangnya sedang disiapkan penerapan teknologi untuk pengelolaan sampah menjadi energi listrik,” kata dia.

Selain itu, pemerintah juga menerbitkan Surat Edaran Nomor 9 Tahun 2025 tentang Gerakan Bali Bersih Sampah. Aturan ini menegaskan sektor hotel, restoran, dan kafe wajib mengelola sampah secara mandiri.

“Sangat banyak hotel dan restoran dan kafe yang sudah melaksanakan hal ini,” tutur Rentin.

Adapun TPA Suwung direncanakan tutup permanen pada akhir 2025, seiring terbitnya surat Gubernur Bali tentang penghentian operasional open dumping di kawasan tersebut.

Teba Modern di Hotel

Kalangan hotel pun mulai beradaptasi. The Trans Resort Bali, misalnya, berencana mengelola sampah organiknya melalui teba modern.

L&D Manager The Trans Resort Bali, Bayu Trisna, menyebut hotelnya akan menggunakan maggot atau larva untuk mengurai sisa makanan.

“Maggot kami pakai untuk mengurai sisa makanan dan menghasilkan pupuk organik untuk digunakan di taman-taman hotel. Saat ini masih dalam tahap perencanaan. Waktu terlaksana masih belum bisa ditentukan,” ujarnya, Kamis (21/8/2025).

Sejak 2020, pihak hotel sebenarnya sudah menjalankan prinsip 3R. Mereka mengurangi penggunaan plastik dengan mengganti botol air mineral plastik menjadi kaca. Minyak jelantah disuling ulang melalui pihak ketiga untuk diolah menjadi biosolar, sedangkan jerigen jus hingga wadah chemical didaur ulang.

“Pengurangan sampah plastik kami lakukan karena sesuai dengan Pergub Bali mengenai pengurangan sampah plastik Nomor 97 Tahun 2018, kami mulai pada 2020 pada saat Covid-19 terjadi dengan memakai botol air mineral berbahan kaca,” kata Bayu.

Stewarding and Hygiene Manager The Trans Resort Bali, Putu Gede Widiarta, menambahkan, setiap hari hotel menghasilkan sampah basah hingga 190 kilogram, sedangkan sampah kering sekitar 15-20 kilogram. Semua sampah itu diangkut pihak ketiga.

“(Selama ini sampah) Diangkut oleh pihak ke-3 (CV. Asri Karya). Pengangkutan sampah kami lakukan setiap hari dengan sekali pengangkutan pada saat malam hari. Sehingga (dalam) seminggu pengangkutan dilakukan sebanyak tujuh kali,” ungkapnya.

Meski demikian, Widiarta menilai penutupan TPA Suwung sebagai langkah tepat mengingat kondisi tempat pembuangan itu sudah melebihi kapasitas. Ia berharap pemerintah segera menyiapkan lahan baru dengan sistem pengolahan yang lebih modern.

“Layout-nya tidak terbuka, ada mesin pengolahan (insinerator) yang memadai sesuai volume sampah yang diterima dan akses yang layak untuk truk sampah,” ujarnya.

Desakan dari DPRD Bali

Sementara itu, suara lain datang dari DPRD Bali. Anggota DPRD, Gede Harja Astawa, menyoroti peran staf ahli Gubernur Wayan Koster yang dinilai belum berani mengeluarkan gagasan dalam mencari solusi.

“Pak Gubernur itu kan banyak memiliki tenaga ahli yang pinter-pinter yang cerdas-cerdas, tetapi saya melihat belum ada keberanian untuk mengeluarkan ide-ide,” kata Harja.

Menurutnya, para staf ahli seharusnya tidak ragu menyampaikan masukan, karena Koster dikenal terbuka terhadap kritik bila disampaikan dengan baik.

“Saya minta ahli-ahli itu agar benar-benar memberikan masukan sesuai dengan keahlian keilmuan sesuai dengan nuraninya,” ujarnya.

Harja juga menekankan pentingnya teknologi pengolahan sampah, terutama plastik, yang bisa dimanfaatkan menjadi biogas maupun aspal. Menurutnya, sampah adalah persoalan jangka panjang yang tak bisa selesai dalam waktu singkat.

“Ini kan sampah tidak bisa selesai satu dua tahun ke depan, tapi berkelanjutan sepanjang manusia itu hidup,” kata politikus asal Buleleng itu.

Terkait penutupan TPA Suwung, ia mengakui ada pro dan kontra di masyarakat. Namun ia berharap semua pihak bisa melihat sampah sebagai bagian penting yang harus segera dicari solusinya.

“Ini semestinya menjadi perhatian kita semua. Masyarakatnya bisa menyadari bahwa sampah itu juga menjadi bagian penyelesaian dari kehidupannya atau pembedahannya dicarikan solusi,” ujarnya.


Selain itu, pemerintah juga menerbitkan Surat Edaran Nomor 9 Tahun 2025 tentang Gerakan Bali Bersih Sampah. Aturan ini menegaskan sektor hotel, restoran, dan kafe wajib mengelola sampah secara mandiri.

“Sangat banyak hotel dan restoran dan kafe yang sudah melaksanakan hal ini,” tutur Rentin.

Adapun TPA Suwung direncanakan tutup permanen pada akhir 2025, seiring terbitnya surat Gubernur Bali tentang penghentian operasional open dumping di kawasan tersebut.

Teba Modern di Hotel

Kalangan hotel pun mulai beradaptasi. The Trans Resort Bali, misalnya, berencana mengelola sampah organiknya melalui teba modern.

L&D Manager The Trans Resort Bali, Bayu Trisna, menyebut hotelnya akan menggunakan maggot atau larva untuk mengurai sisa makanan.

“Maggot kami pakai untuk mengurai sisa makanan dan menghasilkan pupuk organik untuk digunakan di taman-taman hotel. Saat ini masih dalam tahap perencanaan. Waktu terlaksana masih belum bisa ditentukan,” ujarnya, Kamis (21/8/2025).

Sejak 2020, pihak hotel sebenarnya sudah menjalankan prinsip 3R. Mereka mengurangi penggunaan plastik dengan mengganti botol air mineral plastik menjadi kaca. Minyak jelantah disuling ulang melalui pihak ketiga untuk diolah menjadi biosolar, sedangkan jerigen jus hingga wadah chemical didaur ulang.

“Pengurangan sampah plastik kami lakukan karena sesuai dengan Pergub Bali mengenai pengurangan sampah plastik Nomor 97 Tahun 2018, kami mulai pada 2020 pada saat Covid-19 terjadi dengan memakai botol air mineral berbahan kaca,” kata Bayu.

Stewarding and Hygiene Manager The Trans Resort Bali, Putu Gede Widiarta, menambahkan, setiap hari hotel menghasilkan sampah basah hingga 190 kilogram, sedangkan sampah kering sekitar 15-20 kilogram. Semua sampah itu diangkut pihak ketiga.

“(Selama ini sampah) Diangkut oleh pihak ke-3 (CV. Asri Karya). Pengangkutan sampah kami lakukan setiap hari dengan sekali pengangkutan pada saat malam hari. Sehingga (dalam) seminggu pengangkutan dilakukan sebanyak tujuh kali,” ungkapnya.

Meski demikian, Widiarta menilai penutupan TPA Suwung sebagai langkah tepat mengingat kondisi tempat pembuangan itu sudah melebihi kapasitas. Ia berharap pemerintah segera menyiapkan lahan baru dengan sistem pengolahan yang lebih modern.

“Layout-nya tidak terbuka, ada mesin pengolahan (insinerator) yang memadai sesuai volume sampah yang diterima dan akses yang layak untuk truk sampah,” ujarnya.

Desakan dari DPRD Bali

Sementara itu, suara lain datang dari DPRD Bali. Anggota DPRD, Gede Harja Astawa, menyoroti peran staf ahli Gubernur Wayan Koster yang dinilai belum berani mengeluarkan gagasan dalam mencari solusi.

“Pak Gubernur itu kan banyak memiliki tenaga ahli yang pinter-pinter yang cerdas-cerdas, tetapi saya melihat belum ada keberanian untuk mengeluarkan ide-ide,” kata Harja.

Menurutnya, para staf ahli seharusnya tidak ragu menyampaikan masukan, karena Koster dikenal terbuka terhadap kritik bila disampaikan dengan baik.

“Saya minta ahli-ahli itu agar benar-benar memberikan masukan sesuai dengan keahlian keilmuan sesuai dengan nuraninya,” ujarnya.

Harja juga menekankan pentingnya teknologi pengolahan sampah, terutama plastik, yang bisa dimanfaatkan menjadi biogas maupun aspal. Menurutnya, sampah adalah persoalan jangka panjang yang tak bisa selesai dalam waktu singkat.

“Ini kan sampah tidak bisa selesai satu dua tahun ke depan, tapi berkelanjutan sepanjang manusia itu hidup,” kata politikus asal Buleleng itu.

Terkait penutupan TPA Suwung, ia mengakui ada pro dan kontra di masyarakat. Namun ia berharap semua pihak bisa melihat sampah sebagai bagian penting yang harus segera dicari solusinya.

“Ini semestinya menjadi perhatian kita semua. Masyarakatnya bisa menyadari bahwa sampah itu juga menjadi bagian penyelesaian dari kehidupannya atau pembedahannya dicarikan solusi,” ujarnya.