Kepolisian Resor (Polres) Lombok Tengah memanggil Kepala Dusun (Kadus) Petak Daye I, Desa Braim, Kecamatan Praya Tengah, Syarifuddin. Polisi juga akan memintai keterangan Kadus Karang Katon, Desa Sukaraja, Praya Timur, Hasan Basri.
Pemanggilan kedua kadus tersebut merupakan buntut kasus pernikahan anak berinisial SMY (14) dan SR (17). Kedua kadus itu disebut-sebut hadir saat acara pernikahan siswa SMP dan SMK yang viral di media sosial tersebut.
“Ya, tentu saja (dipanggil),” kata Kasat Reskrim Polres Lombok Tengah Iptu Luk Luk Il Maknun, Selasa (3/6/2025).
Kasi Humas Polres Lombok Tengah Iptu Lalu Brata Kusnadi juga membenarkan pemanggilan kedua kadus tersebut. Ia menjelaskan pemanggilan dilakukan untuk menindaklanjuti laporan yang dilayangkan oleh Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Mataram.
Meski begitu, Brata enggan menjelaskan secara detail ihwal pemeriksaan tersebut. Ia menegaskan pemeriksaan terhadap kedua kadus itu karena kehadiran mereka saat prosesi pernikahan anak tersebut.
“Intinya masih berkaitan dengan pernikahan itu,” ujar Brata singkat.
Sebelumnya, video pernikahan anak di Lombok Tengah membuat heboh dan viral di media sosial. Pasangan di bawah umur itu masing-masing perempuan berinisial SMY asal Desa Sukaraja, Kecamatan Praya Timur. Pasangannya, pria berinisial SR berasal dari Desa Braim, Kecamatan Praya Tengah.
Salah satu video menunjukkan kedua mempelai terlihat berfoto bersama sejumlah undangan di depan dekorasi pernikahan mereka. Video lainnya juga memperlihatkan mempelai perempuan yang tampak semringah saat mengikuti prosesi nyongkolan atau pernikahan adat Sasak, Lombok.
Belakangan, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi, mengecam keras praktik perkawinan anak tersebut. Arifah menyebut pernikahan tersebut merupakan bentuk pelanggaran terhadap hak anak yang tidak dapat dibenarkan dengan alasan adat maupun budaya.
“Pernikahan yang terjadi di Lombok Tengah jelas merupakan bentuk perkawinan usia anak karena anak laki-laki berusia 17 tahun dan perempuan masih 15 tahun. Menikahkan anak berarti melanggar hak dasar anak, termasuk hak atas pendidikan, perlindungan, dan tumbuh kembang yang layak,” tegas Arifah melalui siaran pers, Kamis (29/5/2025).
Sejumlah tokoh masyarakat juga merespons pernikahan anak di bawah umur itu. Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Mataram, Joko Sumadi, bahkan melaporkan hal itu ke Polres Lombok Tengah.