Polda Nusa Tenggara Timur (NTT) kini memiliki Direktorat Reserse Kriminal Perlindungan Perempuan dan Anak (Ditreskrim PPA) dan Pidana Perdagangan Orang (PPO). Direktorat baru ini dibentuk untuk memperkuat penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, serta tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di wilayah NTT.
Ditreskrim PPA dan PPO Polda NTT dipimpin oleh Kombes Nova Irone Surentu. Ia sebelumnya menjabat sebagai Analis dan Advokasi Hukum Kepolisian Madya TK III Divkum Polri.
“Polda NTT mendapat satu direktorat baru yang akan menangani TPPO dan PPA,” ujar Kapolda NTT Irjen Rudi Darmoko didampingi sejumlah pejabat utama saat konferensi pers akhir tahun di Mapolda NTT, Selasa (23/12/2025).
Rudi menjelaskan, meski pejabat direktorat tersebut belum tiba untuk dilantik, Polda NTT telah melakukan berbagai persiapan. Fasilitas pendukung dan personel untuk mengisi direktorat baru itu tengah disiapkan melalui proses seleksi.
“Tetap secara bertahap kami sudah siapkan fasilitas termasuk perangkat-perangkatnya sambil menunggu pelantikan pejabatnya,” jelas Rudi.
Kabid Humas Polda NTT Kombes Henry Novika Chandra menyebutkan, sepanjang 2025 tercatat 64 kasus kejahatan terhadap perempuan dan anak. Jumlah tersebut meningkat dua kasus atau 3,22 persen dibandingkan 2024 yang mencatatkan 62 kasus.
“Sementara itu untuk penyelesaian kasus tersebut pada 2025 sebanyak 35 kasus dan menurun 10 kasus, dibandingkan tahun 2024 yang mencapai 45 kasus,” kata Henry.
Sementara untuk kasus TPPO dan people smuggling, pada 2025 tercatat sebanyak sembilan kasus. Angka ini menurun 25 persen dibandingkan 2024 yang berjumlah 12 kasus. Dari sisi penyelesaian, terjadi peningkatan signifikan, yakni 11 kasus terselesaikan pada 2025, dibandingkan delapan kasus pada 2024 atau meningkat 37,5 persen.
“Kami berkomitmen mewujudkan program NTT zero TPPO melalui langkah pencegahan, penindakan, dan penyelamatan korban. Kemudian mendorong peran aktif dari masyarakat. Kami juga terus mengedukasi agar masyarakat tidak tergiur tawaran kerja ilegal, sekaligus mengajak masyarakat proaktif melaporkan indikasi TPPO di lingkungan sekitar,” terang Henry.
Selain fokus pada PPA dan TPPO, Henry menyebut Polda NTT juga melakukan penegakan hukum terhadap tindak pidana illegal fishing. Langkah ini dilakukan sebagai bentuk perlindungan sumber daya alam dan keberlanjutan di NTT.
Tercatat sebanyak 37 kasus tindak pidana perikanan telah ditangani dan diselesaikan 100 persen.
“Capaian ini mencerminkan komitmen Polri dalam menjaga kedaulatan sumber daya kelautan dan perikanan, menegakkan hukum secara profesional, serta mendukung keberlanjutan ekonomi masyarakat pesisir di wilayah NTT,” pungkas Henry.
