Gubernur Bali Wayan Koster menilai pidana kerja sosial lebih efektif dan memberi efek jera dibandingkan hukuman penjara. Menurutnya, pidana kerja sosial tidak bisa digantikan oleh orang lain dan memberikan sanksi sosial langsung kepada pelaku.
“Menurut saya, itu sangat bagus. Ketimbang dia kena hukum dikenakan di penjara. Karena kalau hukuman penjara, sebagian dari orang di penjara menikmati dia. Menikmati ada di penjara, makan gratis,” ujar Koster, Rabu (17/12/2025).
Koster menyinggung fenomena di lembaga pemasyarakatan terkait adanya oknum yang menjadi ‘joki penjara’. Oknum tersebut bersedia menggantikan orang lain menjalani hukuman dengan imbalan tertentu.
“Nah kalau yang begini, pekerja sosial ini gak bisa diganti. Harus dia yang menjalani. Malu banget, dilihat orang banyak. Kalau punya istri, punya anak. Malu sekali,” tegasnya.
Pernyataan tersebut disampaikan Koster dalam kegiatan penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) dan Perjanjian Kerja Sosial antara Kejaksaan Tinggi Bali, Pemerintah Provinsi Bali, serta pemerintah kabupaten/kota se-Bali terkait pelaksanaan pidana kerja sosial.
Koster mengapresiasi pidana kerja sosial yang kini telah menjadi instrumen hukum dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Ia menilai kebijakan ini sejalan dengan nilai keadilan restoratif yang menekankan pemulihan sosial.
Koster menjelaskan, konsep pidana kerja sosial sejatinya telah lama dikenal dalam hukum adat di Bali, khususnya di desa-desa tua. Ia mencontohkan Desa Sembiran, Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng, yang merupakan daerah asalnya dan hingga kini masih kuat memegang adat.
Sejak kecil, Koster mengaku menyaksikan langsung penerapan sanksi sosial berbasis hukum adat. Menurutnya, desa adat di Bali memiliki sistem hukum yang lengkap, mulai dari aturan berupa awig-awig dan pararem sesuai dresta masing-masing desa.
Bentuk sanksi sosial tersebut beragam, mulai dari kewajiban membersihkan pura selama beberapa bulan, denda beras dalam jumlah tertentu, hingga kewajiban wara-wiri setiap pagi di sepanjang jalan desa.
Ia menilai penerapan pidana kerja sosial juga akan membantu mengurangi kepadatan lembaga pemasyarakatan serta menekan beban negara dalam pembiayaan narapidana. Pidana kerja sosial di Bali sendiri direncanakan mulai berlaku pada 1 Januari 2026.
Sejalan dengan kebijakan tersebut, PT Jaminan Kredit Indonesia (Jamkrindo) menyatakan dukungan terhadap pelaksanaan pidana kerja sosial di Bali sebagai bagian dari penerapan keadilan restoratif.
Dukungan tersebut disampaikan Direktur Manajemen SDM, Umum, dan Manajemen Risiko Jamkrindo, Ivan Soeparno, yang menyebut Jamkrindo berkontribusi melalui pelatihan keterampilan dan pendampingan usaha bagi pelaku pidana kerja sosial.
“Kami mengucapkan terima kasih kepada Kejaksaan Agung yang memberi kesempatan kepada Jamkrindo untuk berkontribusi pada program keadilan restoratif melalui pemberian pelatihan bagi para peserta keadilan restoratif. Ada sejumlah pelatihan yang telah kami lakukan antara lain pelatihan usaha laundry sepatu, pelatihan pembuatan parfum laundry dan pelatihan pembuatan parfum Eau de Parfum atau EDP,” ujar Ivan.
Ivan mengatakan, pelaksanaan keadilan restoratif memerlukan pendekatan menyeluruh agar pelaku pidana kerja sosial memiliki keterampilan produktif dan dapat kembali diterima di masyarakat.
Selain itu, Jamkrindo juga mendorong kerja sama berkelanjutan dengan pemerintah daerah di Bali melalui penjaminan pengadaan barang dan jasa pemerintah, termasuk melalui produk surety bond.
Koster menegaskan Pemerintah Provinsi Bali siap mendukung penuh pelaksanaan pidana kerja sosial serta berkolaborasi dengan Kejaksaan dan para pemangku kepentingan lainnya agar kebijakan tersebut berjalan optimal di Bali.
Sejalan dengan kebijakan tersebut, PT Jaminan Kredit Indonesia (Jamkrindo) menyatakan dukungan terhadap pelaksanaan pidana kerja sosial di Bali sebagai bagian dari penerapan keadilan restoratif.
Dukungan tersebut disampaikan Direktur Manajemen SDM, Umum, dan Manajemen Risiko Jamkrindo, Ivan Soeparno, yang menyebut Jamkrindo berkontribusi melalui pelatihan keterampilan dan pendampingan usaha bagi pelaku pidana kerja sosial.
“Kami mengucapkan terima kasih kepada Kejaksaan Agung yang memberi kesempatan kepada Jamkrindo untuk berkontribusi pada program keadilan restoratif melalui pemberian pelatihan bagi para peserta keadilan restoratif. Ada sejumlah pelatihan yang telah kami lakukan antara lain pelatihan usaha laundry sepatu, pelatihan pembuatan parfum laundry dan pelatihan pembuatan parfum Eau de Parfum atau EDP,” ujar Ivan.
Ivan mengatakan, pelaksanaan keadilan restoratif memerlukan pendekatan menyeluruh agar pelaku pidana kerja sosial memiliki keterampilan produktif dan dapat kembali diterima di masyarakat.
Selain itu, Jamkrindo juga mendorong kerja sama berkelanjutan dengan pemerintah daerah di Bali melalui penjaminan pengadaan barang dan jasa pemerintah, termasuk melalui produk surety bond.
Koster menegaskan Pemerintah Provinsi Bali siap mendukung penuh pelaksanaan pidana kerja sosial serta berkolaborasi dengan Kejaksaan dan para pemangku kepentingan lainnya agar kebijakan tersebut berjalan optimal di Bali.
