I Wayan Agus Suartama alias IWAS divonis 10 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 3 bulan kurungan atas kasus pelecehan seksual terhadap sejumlah perempuan di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB). Vonis dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Mataram yang diketuai Mahendrasmara Purnamajati, Selasa (27/5/2025).
Dalam amar putusannya, hakim menyatakan pria difabel tanpa tangan itu terbukti bersalah melakukan tindak pidana menyalahgunakan kepercayaan dengan memanfaatkan keadaannya untuk melakukan persetubuhan dan pencabulan terhadap lebih dari satu orang.
“Mengadili, menyatakan terdakwa I Wayan Agus Suartama alias Agus terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana menyalahgunakan kepercayaan dengan memanfaatkan keadaannya untuk melakukan persetubuhan dan pencabulan terhadap lebih dari satu orang sebagaimana dakwaan primer,” ucap Hakim Mahendrasmara.
Kasus Agus mencuat ke publik pada Oktober 2024 usai beredarnya unggahan di Instagram yang menuduhnya melakukan pemerkosaan terhadap seorang mahasiswi di Teras Udayana, Kota Mataram.
Agus yang tak terima melaporkan akun Instagram tersebut ke Ditreskrimsus Polda NTB dengan dugaan pelanggaran UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Sementara itu, korban juga melapor ke Ditreskrimum Polda NTB terkait dugaan kekerasan seksual.
Pada akhir November 2024, polisi menetapkan Agus sebagai tersangka. Keputusan ini memicu pro-kontra di kalangan publik karena Agus merupakan penyandang disabilitas tanpa kedua tangan. Di media sosial, Agus sempat membela diri dan membantah tuduhan dengan mengklaim dirinya tidak mungkin melakukan pelecehan.
Namun, pada awal Desember 2024, Polda NTB mengungkap modus yang digunakan Agus. Ia disebut menggunakan ancaman verbal untuk mengelabui korban.
“(Korban diancam) dengan kata-kata ‘kalau tidak mengikuti permintaan saya, saya akan bongkar aib kamu’. Ini lah rangkaian kata-kata (ancaman pelaku). (Sehingga) terjadilah perbuatan pelecehan seksual itu,” ujar Dirreskrimum Polda NTB Kombes Pol Syarif Hidayat saat konferensi pers.
Aksi Agus terjadi pada 7 Oktober 2024. Saat itu korban tengah membuat konten di Teras Udayana. Agus menghampiri, mengajak kenalan, dan menunjukkan pasangan yang diduga berbuat asusila di lokasi itu. Melihat itu, korban sedih dan teringat trauma masa lalunya.
Agus lalu mengajak korban berpindah ke sebuah berugak di kawasan yang sama. Di sana, korban mulai bercerita soal masa lalunya. Mendengar itu, Agus berdalih korban harus “dibersihkan” dengan mandi bersama. Ia mengancam akan membuka aib korban jika permintaannya ditolak.
Korban yang ketakutan akhirnya diajak ke sebuah homestay bernama Nang’s di kawasan Rembiga, Kota Mataram. Di kamar nomor 6 homestay itu, Agus melancarkan aksinya meskipun korban sempat menolak.
Penyidik melimpahkan berkas dan barang bukti ke jaksa pada 9 Januari 2025. Agus langsung ditahan di Lapas Kelas IIA Kuripan, Lombok Barat. Saat hendak ditahan, Agus menangis histeris dan mengancam bunuh diri, namun jaksa tetap melanjutkan proses hukum.
Sidang perdana digelar pada 16 Januari 2025 dengan agenda pembacaan dakwaan. Agus diadili oleh Ketua Majelis Hakim Mahendrasmana, bersama hakim anggota I Ketut Somanasa dan Irlina. Di sidang ini, ibunda Agus sempat pingsan dan mengalami luka di kepala. Agus juga beberapa kali membantah kesaksian para saksi.
Kasus Agus makin menyita perhatian publik setelah sebuah video dirinya berjoget sambil memakan roti di dalam lapas viral di media sosial. Tidak hanya itu, di tengah proses persidangan, Agus juga menikahi kekasihnya, Ni Luh Nopianti asal Bali, secara adat. Karena ia ditahan, sosok pengantin pria digantikan dengan keris.
Jaksa penuntut umum membacakan tuntutan pada 5 Mei 2025. Agus dituntut 12 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 3 bulan kurungan.
Jaksa menyatakan Agus terbukti melanggar Pasal 6 huruf C junto Pasal 15 UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Sepekan kemudian, Agus menyampaikan pembelaan atau pledoi. Dalam sidang tersebut, Agus menangis dan muntah saat penasihat hukum membacakan riwayat hidupnya sejak kecil.
“Sempat terjadi insiden nangis dan muntah. Kami mengulas riwayat kehidupannya (terdakwa Agus) sejak kecil, sehingga terdakwa terharu,” kata penasihat hukum Agus, Michael Anshori.
Akhirnya, pada 27 Mei 2025, majelis hakim menjatuhkan vonis pidana penjara 10 tahun dan denda Rp 100 juta terhadap Agus. Hakim juga menetapkan masa tahanan Agus dikurangkan dari total hukuman, dan menyatakan terdakwa tetap ditahan.