Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (Pemprov NTB) menyatakan perang Iran dan Israel bisa berdampak pada aktivitas ekspor-impor barang dari Indonesia, termasuk NTB, ke negara-negara di kawasan Asia dan Timur Tengah. Hal itu diungkapkan Kepala Dinas Perdagangan NTB Jamaluddin Maladi.
Jamal mengatakan ketegangan yang terus memanas, terutama setelah aksi saling serang pada Selasa (16/6/2025), berpotensi memicu kehati-hatian dalam perdagangan internasional.
“Pasti ada berpengaruh ya. Kalau dulu tidak terlalu berpengaruh. Sekarang berpengaruh di kita, Indonesia,” ujar Jamal, Rabu (17/6/2025).
Menurutnya, pengalaman global menunjukkan bahwa setiap konflik internasional cenderung mendorong negara-negara mengeluarkan kebijakan pembatasan ekspor-impor demi menjaga stabilitas nasional.
“Kalau dulu kan tidak ada bahkan mudah masuk ke negara. Sekarang pasti akan diperketat,” katanya.
Meski begitu, aktivitas ekspor pangan dari NTB ke Jepang, Filipina, serta India belum terdampak langsung oleh konflik di Timur Tengah. Sedangkan ke Iran, NTB memang belum ekspor apapun ke sana.
Dari data sementara, belum terdapat pembatasan terhadap ekspor pangan seperti jagung dan kemiri dari NTB ke negara-negara mitra dagang. Namun, Jamal menekankan pentingnya antisipasi terhadap kemungkinan gangguan.
“Tapi harus diantisipasi ya. Kan sekarang yang masih dilakukan pembatasan itu adalah ekspor konsentrat hasil tambang saja sementara,” ujarnya.
Jamal berharap upaya pengajuan relaksasi ekspor konsentrat dari PT AMNT bisa segera direalisasikan. “Mudah-mudahanlah ada relaksasi ya ekspor ini ya,” ujarnya.
Dilansir infoFinance, perang Israel dan Iran yang memanas akan mengguncang ekonomi global. Hal ini dimulai dengan kenaikan harga minyak global.
Kenaikan harga minyak ini menjadi dampak yang signifikan bagi perekonomian global. Bagaimana tidak, kenaikan ini dikhawatirkan akan merambat kepada alur logistik hingga pasokan barang dan jasa di berbagai negara.
Posisi Israel dan Iran yang berada di kawasan Timur Tengah menjadi titik awal tersendatnya alur logistik global. Timur Tengah merupakan wilayah penghasil minyak terbesar di dunia dan lautnya jalur utama perdagangan maritim global.
Jika jalur laut Timur Tengah itu terganggu, dampaknya merambat kepada perjalanan kapal kargo ekspor impor global. Investor khawatir kondisi itu menyebabkan biaya pengiriman meningkat sehingga membebankan konsumen.
Terganggunya jalur laut Timur Tengah akan memaksa banyak kapal melakukan perjalanan memutar. Hal ini pun juga dikhawatirkan menambah beban biaya perjalanan kapal.
“Hal ini telah memaksa banyak kapal untuk menempuh perjalanan jauh di sekitar Afrika pada rute antara Asia dan Eropa, yang menambah waktu tempuh satu hingga dua minggu dengan biaya sekitar US$ 1 juta per perjalanan,” kata seorang akademisi di Sekolah Ekonomi Hanken. Sarah Schiffling, dikutip dari News Sky, Sabtu (14/6/2025).