Penimbun Solar Subsidi Ternyata Agen Resmi Pertamina di Denpasar

Posted on

Pertamina Patra Niaga Jatim Balinus akan memutus hubungan kerjasama dengan PT Lianinti Abadi. Hal itu dilakukan setelah Direktur PT Lianinti Abadi I Nyoman Nirka alias Nyoman Tompel terjerat kasus penimbunan solar bersubsidi dan kini berstatus tersangka.

“Sanksi paling tegas adalah pemutusan hubungan usaha,” kata Manager Corporate and Sales Pertamina Patra Niaga Jatim Bali Nusra Pande Made Andi seusai konferensi pers di Jalan Pemelisan, Kelurahan Sesetan, Denpasar, Selasa (30/12/2025).

Andi mengatakan PT Lianinti Abadi adalah salah satu agen resmi penyalur solar di Denpasar. Perusahaan itu terdaftar sebagai perusahaan dengan pembelian solar yang cukup besar.

Setidaknya dalam satu bulan, PT Lianinti Abadi kulakan solar dari Pertamina sebanyak 1.000 kiloliter. Pembelian itu dilakukan dengan angkutan truk tangki berkapasitas terkecil sebesar 5 kiloliter. PT Lianinti Abadi sudah jadi agen resmi Pertamina di Denpasar sejak lima tahun lalu.

“Jadi, mereka sudah melakukan pembelian sebanyak 200 mobil atau 200 kali bolak balik,” kata Andi.

Hanya, kepemilikan dan keberadaan gudang itu yang tidak terdaftar secara resmi dengan Pertamina. Mobil dan dump truk yang dimodifikasi dengan dipasangi tandon untuk menampung solar yang dibeli dari sejumlah pom bensin di Denpasar itu juga sudah kadaluarsa uji kendaraan bermotornya,

Andi menyebut karena tidak terdaftar di Pertamina, pihaknya mengaku tidak tahu tentang keberadaan gudang itu. Begitu pula dengan mobil dan dump truk yang juga tidak terdaftar di Pertamina, sulit diawasi pergerakannya.

“Karena setelah keluar dari SPBU (stasiun pengisian bahan bakar umum), mobil itu ke mana, kami tidak tahu,” katanya.

Meski begitu, sejumlah SPBU akan diselidiki keterlibatannya dalam kasus penimbunan solar bersubsidi itu. Andi menjelaskan jika ada operator di pom bensin yang kedapatan sengaja melayani penimbun solar meski tahu mobilnya sudah dimodifikasi, akan ditindak tegas.

“CCTV di SPBU akan kami cek. Apabila ada kesengajaan dari operator, pasti akan kami lakukan pembinaan kepada SPBU tersebut. Karena sistem di SPBU sebenarnya sudah rapi. Operator (pengisian bahan bakar di SPBU) melihat ada barcode yang sesuai dengan nopolnya, baru dilayani,” jelasnya.

Andi menegaskan kandungan solar bersubsidi dengan solar yang dijual untuk pelaku di sektor industri tidak berbeda. Hanya, solar yang digunakan untuk kepentingan industrial wajib dibeli di depo khusus, bukan di pom bensin. “Itulah salahnya mereka,” katanya.

Dirreskrimum Polda Bali Kombes Teguh Widodo mengatakan masih ada timbunan solar yang belum sempat dijual Tompel ke konsumennya. Tanpa menyebut berapa banyak, Teguh mengatakan, pihaknya berencana melelang solar dan truk tangkinya.

“Akan dicarikan tempat simpan BBM. Akan diuji lab terkait kandungannya. Lalu, kami akan lakukan lelang untuk mengantisipasi BBM itu menguap. Uang hasil lelangnya akan disetorkan ke negara,” kata Teguh.

Teguh mengatakan Tompel dan empat anak buahnya bernama I Made Adi Suryanegara, I Nengah Dirka alias Goler, I Made Agus Gora Wirawan, dan Edwardus Anugrah Hambur kini sudah berstatus tersangka. Mereka sudah menimbun solar bersubsidi selama lima bulan.

Keuntungan sebesar Rp 4,8 miliar yang didapat Tompel dari membeli solar bersubsidi di pom bensin seharga Rp 6.500 dan dijual ke konsumennya seharga Rp 13 ribu itu juga belum dipastikan. Teguh mengatakan, penyidikan terhadap kasus itu masih berlanjut. Penghitungan keuntungan yang didapat Tompel dan kerugian negara akibat penimbunan solar itu juga masih di kalkulasi.

“Masih perhitungan dari hasil pemeriksaan (para tersangka). Masih kami telusuri, mereka dapat berapa (dari jualan solar bersubsidi), ke mana saja aset-asetnya,” katanya.