Pengiriman Sapi-Kerbau Bima ke Luar Pulau Turun karena Populasi Merosot

Posted on

Pengiriman hewan ternak berupa sapi dan kerbau dari Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB) ke Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) tahun ini berkurang. Jumlah sapi yang dikirim untuk kebutuhan hewan kurban itu kini menjadi 16.135 ekor, sedangkan kerbau hanya 200 ekor.

“Ada penurunan sedikit. Pada 2024 lalu, jumlah sapi yang dikirim sebanyak 16.300 ekor dan kerbau 850 ekor,” ucap Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Bima, Joko Agus Guyanto, kepada infoBali, Senin (21/4/2025).

Ia mengatakan menurunnya jumlah pengiriman sapi ke wilayah Jabodetabek dan kerbau ke Pulau Kalimantan untuk kebutuhan hewan kurban pada 2025 ada beberapa kendala. Salah satunya, karena populasi sapi dan kerbau di Bima yang terus menurun.

“Karena memang populasinya juga menurun,” katanya.

Joko menjelaskan alur dan proses pengiriman sapi dan kerbau Bima ke luar daerah. Yakni Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Bima melakukan pemeriksaan kesehatan (uji fisik) sapi dan kerbau berdasarkan kuota yang ditetapkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB. Serta melengkapi administrasi lainnya.

“Setelah itu, berkas administrasinya kami bawa ke Pemprov NTB. Setelah disetujui dan mendapat izin atau rekomendasi dari Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) maka sapi dan kerbau bisa langsung dikirim,” ujarnya.

Joko menjelaskan pengiriman sapi dan kerbau Bima ke luar daerah melalui jalur darat dan diangkut menggunakan truk tronton. Dari Bima menuju Pelabuhan Gili Mas Lombok turun di Pelabuhan Banyuwangi, Jawa Timur, dan melanjutkan perjalanan darat menuju wilayah Jabodetabek.

“Sebagiannya juga melalui jalur tol laut menggunakan kapal. Hanya saja, jumlah pengiriman via kapal laut dibatasi, berdasarkan kouta yang ditetapkan,” ujarnya.

Joko mengaku proses pengiriman sapi ke wilayah Jabotabek menuai sedikit kendala hingga mengakibatkan antrean panjang di Pelabuhan Gili Mas Lombok, beberapa hari terakhir. Hal itu disebabkan telatnya izin atau rekomendasi yang dikeluarkan oleh DPMPTSP Provinsi NTB serta kurangnya armada kapal.

“Harusnya sudah tiba pada 8 April 2025 kemarin. Tapi karena tepatnya izin, sapi belum bisa diberangkatkan. Selain itu, kurangnya armada kapal juga menambah antrian panjang di Pelabuhan Gili Mas,” ujarnya.

Joko menyebut antrean panjang di Pelabuhan Gili Mas Lombok membuat beber ekor sapi mati. Ia memastikan kematian sapi bukan karena penyakit atau virus. Namun, kondisi sapi yang stres dan kelelahan, setelah kepanasan akibat antrean panjang di pelabuhan.

“Untuk saat ini antrean mobil tronton yang mengangkut sapi sudah terurai. Sebagiannya sudah mulai diberangkatkan,” sebut Joko.

Agar tidak terulang kejadian serupa, Joko berharap agar proses penerbitan izin atau rekomendasi pengiriman sapi dipercepat dan dipermudah. Sebab, izin memiliki masa berlaku. Selain itu, armada kapal juga ditambah sebanyak-banyaknya sehingga tidak ada antrean panjang di Pelabuhan Gili Mas.

“Saat ini hanya dua armada kapal yang mengangkut antara 10, 20 dan 50 unit mobil tronton yang memuat sapi 25 sampai 30 ekor per satu unit mobil tronton,” terang dia.

Menurut Joko, pemilik sapi dari Bima antusias mengirim dan membawa sapinya di wilayah Jabodetabek menjelang Idul Adha karena harga jualnya cukup menjanjikan. Yakni, berkisar antara Rp 18 juta sampai Rp 20 juta per ekor. Sementara, di Bima sendiri, harganya hanya Rp 12 hingga Rp 15 juta per ekor.

“Dari penjualan ini, Pemkab Bima dapat pendapatan Rp 65 ribu per ekor. Pendapatan ini bersumber dari hasil pemeriksaan kesehatan Rp 25 ribu per ekor dan biaya penampungan sementara sebesar Rp 40 ribu per ekor,” tandas Joko.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *