Ramai di media sosial keluhan penghuni vila keberatan terkait aktivitas warga serta pemilik warung di Pantai Duduk, Dusun Duduk, Desa Batulayar Barat, Kecamatan Batu Layar, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB). Mereka mengaku merasa terganggu dengan pemutaran musik hingga 24 jam di Pantai Duduk.
“Persoalannya sangat sederhana. Kami tidak melarang warung beroperasi atau menyetel musik. Cuma kalau sudah malam tolong dikecilkan suara musiknya karena warga mau istirahat, itu saja,” ucap Kuasa Hukum Pemilih Vila, I Gede Sukarmo, Jumat (8/8/2025).
Ia mengeklaim hal tersebut sudah terjadi selama berbulan-bulan, sehingga warga merasa terganggu oleh musik dangdut dan karaoke keras yang diputar sejak pagi hingga larut malam. Suara tersebut terdengar hingga ke perbukitan, masuk ke rumah-rumah, hingga mengganggu waktu istirahat.
Mastur, warga sekaligus pedagang di Pantai Duduk, membenarkan bahwa aktivitas seperti karaoke dan memutar musik pernah terjadi di Pantai Duduk. Namun, ia membantah pengeras suara dibawa oleh pengunjung dan bukan setiap hari.
“Sabtu Minggu paling, itu pun kalau ada, dan itu pun kalau mereka bawa pengeras suara sendiri, karena memang kami nggak ada begituan di sini,” ujarnya saat ditemui infoBali disela berdagang, Jumat (08/8/2025).
Mastur juga mengatakan bahwa pengeras suara tersebut hanya berukuran sedang seperti yang biasa digunakan untuk senam. Sehingga ia heran kenapa suara tersebut bisa dianggap bising padahal jarak antara Pantai Duduk dengan vila sekitar 2 kilometer (km).
“Kalau pengunjung karaoke gitu, kami arahkan ke pantai soundnya, dan tidak semua warung serentak begitu. Sedangkan lokasi vila ini ada di belakang pantai dan di atas bukit. Jika memang sampai 24 jam dan bising, kami yang terganggu, karena kami juga tinggal di sini, jadi kami tahu aktivitas setiap hari,” imbuhnya.
Salah satu tokoh masyarakat sekaligus Ketua RT di Dusun Duduk, Mas’ud, mengungkapkan bahwa tuduhan tersebut bersumber dari petisi yang diklaim mewakili warga yang merasa terganggu dengan suara bising dari warung Pantai Duduk.
Namun, setelah ditelusuri, ternyata petisi tersebut dibuat pemilik vila. Bahkan ia mengaku banyak tanda tangan dalam petisi tersebut justru berasal dari tukang kebun hingga tamu vila.
“Ada kemarin petisi yang disebarkan, sekitar 12 orang yang mengaku warga dusun duduk merasa terganggu. Warga mana kami nggak tau,” tutur Mas’ud.
Menurutnya, permasalahan seperti ini baru pertama kali terjadi. Ia heran mengapa pemilik vila yang diketahui notabenenya adalah warga negara asing (WNA), malah menyalahkan warga pemilik warung. Padahal keberadaan warung sudah jauh dulu ada ketimbang vila tersebut.
Mas’ud menambahkan Pemerintah Desa (Pemdes) Batulayar telah mengupayakan mediasi terkait permasalahan ini. Namun, pelapor tidak menghadiri forum mediasi dan memilih menempuh jalur hukum.
“Mereka dalam media menyebutkan ada intimidasi, padahal kami di sini yang merasa diintimidasi dengan didatangi oleh aparat setempat,” bebernya.
Sementara, Camat Batulayar Subayyin mengonfirmasi jika persoalan ini sudah dimediasi Pemdes Batulayar Barat. Namun tidak ada titik temu atas masalah ini, sehingga mediasi ulang akan dilakukan.
“Yang dipermasalahkan masalah suara. Persoalan warung itu tidak ada minuman (alkohol) dijual. Cuma memang ada karaoke,” jelas Camat.
Pemdes tidak melarang warga membuka warung berusaha. Namun, ia mengimbau volumenya dikecilkan serta waktu beroperasi dibatasi.
“Kami tidak membela siapapun. Cuma kalau terus dibiarkan persoalan ini akan berlarut. Saya minta kadus persuasif, kalau tidak bisa selesai di dusun, dan dimediasi di desa. saya ambil alih ke kecamatan.” Pungkasnya.
Sebelumnya, banyak pemberitaan beredar terkait warga di daerah perbukitan mengeluhkan suara bising dari pengeras suara di warung-warung Pantai Duduk.