Pengalaman Seru Liburan di Pantai Nyang Nyang Bali

Posted on

Bebatuan tersebar di pantai berpasir cokelat keputihan tersebut. Deburan ombak sesekali menutup bebatuan di Pantai Nyang Nyang pada Senin sore itu (7/4/2025).

Matahari mulai menurun di ufuk barat ketika saya tiba di pantai yang berlokasi di Desa Pecatu, Kuta Selatan, Badung, itu. Sejumlah wisatawan, baik domestik dan mancanegara, asyik menikmati deburan ombak sembari mengudap camilan dan minuman ringan.

Sejumlah perempuan yang berbikini asyik berfoto di pantai tersebut. Sesekali mereka berpose untuk difoto. Turis lain asyik menaiki papan selancar di tengah deburan ombak.

Menurut saya, Pantai Nyang Nyang berbeda dengan pantai lain yang berada di Gumi Keris, sebutan untuk Badung. Pantainya bersih. Butiran pasir pantainya cenderung lebih besar jika dibandingkan pantai lain di kawasan Badung Selatan. “Lebih mudah dibersihkan dari celana dan baju serta pasir tidak akan tertinggal di mesin cuci,” pikir saya kala duduk di pantai itu.

Pantai Nyang Nyang juga berbatu. Bebatuan itu kerap membuat kaki saya sedikit kesakitan saat bermain ombak bersama si sulung. Namun, batu-batu tersebut juga yang membuat Pantai Nyang Nyang memiliki ciri khas berbeda dibandingkan pantai lain. Foto-foto akan terlihat lebih estetik atau Instagramable.

Saya mengajak istri dan dua anak saya saat sore itu. Si bungsu dan ibunya asyik mencari kerang. Sedangkan saya asyik bermain ombak dengan si sulung. Sesekali kami harus waspada karena saat itu laut tengah pasang dan ombak hampir menggulung bekal dan pakaian ganti yang kami bawa.

Puas bermain ombak, mencari kerang, dan berfoto, kami bersiap untuk pulang saat senja. Kami pun menuju tempat bilas yang letaknya di samping parkiran motor.

Kami dan wisatawan lain harus bergiliran untuk membersihkan sisa-sisa pasir di pakaian dan badan. Kamar mandi itu dijaga oleh seorang pria yang siap menarik iuran jika menggunakan toilet tersebut.

Kamar mandi itu dikunci sekitar pukul 18.00 Wita. Walhasil, para wisatawan berganti baju dengan ditutupi handuk oleh pasangan maupun kerabatnya.

Para wisatawan asing, umumnya bule, hanya membanjur tubuh mereka yang kemerahan terbakar matahari agar bersih dari pasir. Setelah itu mereka pergi bermotor meski tubuh masih basah.

Seusai bilas, kami menikmati senja di atas sebuah warung. Atap warung tersebut bisa dijadikan tempat nongkrong karena beralaskan adonan semen tanpa genting.

Sejumlah wisatawan asyik bercengkrama sambil menikmati senja. Sesekali mereka berfoto dengan latar siluet matahari yang mulai tenggelam di ufuk barat. Sayangnya, dari lokasi tersebut, matahari tidak nampak tenggelam ditelan lautan karena ada tebing yang menutupinya.

Puas menikmati senja, kami harus bergegas ke masjid terdekat untuk salat Magrib. Istri dan kedua anak saya yang sudah lelah bermain ombak memutuskan pergi ke tempat parkir mobil dengan naik ojek.

Motor saya parkir di tempat parkir mobil karena saya ragu motor 100 cc tersebut kuat nanjak jika dibawa ke parkiran motor yang berada di tepi Pantai Nyang Nyang. Jalan menuju pantai dari tempat parkir mobil cukup curam, tapi masih bisa dilalui oleh motor matik.

Jalanan curam menuju pantai jamak ditemukan di sejumlah pantai di daerah Badung Selatan. Namun, tak semuanya bisa dilalui mobil dan bus seperti Pantai Melasti maupun Pandawa.

Oh ya, para wisatawan yang bawa mobil tidak perlu khawatir jika ingin pelesiran di Pantai Nyang Nyang. Selain gratis, sejumlah tukang ojek bermotor matik siap mengantar dari tepi pantai menuju tempat parkir mobil. Tarifnya Rp 25 ribu untuk sekali jalan. Namun, jika ingin sehat berjalan kai lah.

Perlu waktu sekitar 10 menit untuk saya berjalan menanjak dari tepi Pantai Nyang Nyang ke tempat parkir. Tak perlu takut akan gelap, karena lampu jalan menyala saat malam hari di jalan selebar sekitar 1,5 meter tersebut.

Saya sempat berhenti beberapa kali saat jalan menanjak. Perut kanan agak sedikit sakit. “Sial, saya kurang banyak olahraga,” pikir saya.

Badan yang sudah segar karena mandi di tempat bilas pun basah kembali oleh keringat. Saya minum banyak air putih untuk meredakan dahaga lalu bergegas menuju masjid terdekat sebelum menuju rumah di Denpasar.