Teknologi autogate keimigrasian di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai dinilai masih lemah. Teknologi autogate di bandara itu masih dapat dimanfaatkan warga asing atau orang Indonesia yang tersandung kasus hukum untuk kabur.
“Takutnya adalah ketika ada buronan, dia tahu ada kelemahan (sistem autogate keimigrasian), bisa lewat. Itu salah satu bahayanya,” kata Pakar Keamanan Siber dan Teknologi Informasi Vaksincom, Alfons Tanujaya, kepada infoBali dalam forum diskusi deteksi dini dalam rangka meningkatkan stabilitas dan kamtibmas di Kuta, Kabupaten Badung, Kamis (28/8/2025).
Alfons mengatakan imigrasi dan manajemen bandara perlu meningkatkan kualitas autogate agar tidak mudah disusupi penumpang pesawat yang tidak bertanggung jawab. Yakni, dengan memasang kamera CCTV di tiap autogate.
Kemudian, autogate harus dilengkapi dengan program pemindai data wajah secara tiga dimensi atau 3D. Teknologi itu disebut LiDAR (Light Detection and Ranging).
“Lihat masalahnya di mana. Apakah dilihat (dipindai) di muka atau di kepala. Pasang atau tempatkan kamera di situ. Lalu, gunakan LiDAR,” kata Alfons.
Alfons mengatakan teknologi LiDAR bekerja seperti radar. Yakni, memindai objek dan menghasilkan data pencitraan dengan format 3D.
Teknologi itu kini sudah dipasang di beberapa merek dan tipe mobil terbaru dan ponsel. Pada ponsel, teknologi LiDAR biasanya diterapkan sebagai kunci untuk membuka akses dengan memindai wajah pengguna.
“LiDAR itu sudah ada di iPhone atau Android. Misalnya, face recognition pakai iPhone, dikasih foto dia nggak mau. Karena foto itu 2D. Beberapa Android juga sudah memakai LiDAR,” katanya.
Alfons mengatakan kelemahan autogate di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai diketahui dari pemberitaan media internasional. Diberitakan, ada warga asing yang gagal masuk ke Bali gegara pintu autogate di bandara tidak terbuka hanya karena memindai gambar di pakaian turis itu, alih-alih memindai wajahnya.