Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Bali memetakan sejumlah risiko jika sekolah swasta digratiskan di tingkat SD dan SMP tanpa skema pendanaan yang jelas dari pemerintah.
Ketua Majelis Dikdasmen PWM Bali, Sugito, mengatakan sekolah swasta seperti milik Muhammadiyah memiliki peran strategis dalam menyediakan alternatif pendidikan berkualitas, terutama di daerah yang belum terjangkau sekolah negeri.
“Jika sekolah swasta diwajibkan gratis tanpa kompensasi penuh dari pemerintah, dikhawatirkan terjadi penurunan kualitas,” kata Sugito kepada infoBali, Kamis (29/5/2025).
Ia menjelaskan kebijakan tersebut bisa berdampak pada terbatasnya dana operasional untuk menggaji guru, menyediakan fasilitas, serta mengembangkan kurikulum. Bahkan, beberapa sekolah berpotensi tutup, khususnya sekolah kecil yang bergantung pada iuran siswa.
“Berkurangnya inovasi karena sekolah swasta biasanya lebih fleksibel dalam merespons kebutuhan lokal dibandingkan sekolah negeri,” jelas Sugito.
PWM Bali pun mendorong pemerintah merumuskan skema kompensasi yang rinci bagi sekolah swasta yang terdampak, termasuk mekanisme pencairan, besaran bantuan, dan syarat administratifnya.
“Termasuk besaran, waktu pencairan, dan syaratnya,” sambung Dosen Metodologi Penelitian Kuantitatif Pascasarjana di Sekolah Tinggi Ilmu Agama Islam Bali itu.
Sugito juga menyarankan pelibatan pemangku kepentingan dari Muhammadiyah dan asosiasi sekolah swasta dalam penyusunan regulasi turunan agar kebijakan tidak bertabrakan dengan kondisi riil di lapangan.
PWM Bali turut meminta agar sekolah swasta yang sudah mandiri dan memenuhi standar tetap diberi otonomi untuk memungut biaya pendidikan.
Menurut Sugito, tanpa kebijakan yang realistis dan terukur, sekolah swasta justru akan menanggung beban berat, terutama di wilayah pelosok yang belum memiliki sekolah negeri.
Sugito mencontohkan sekolah Muhammadiyah di Kabupaten Jembrana yang jumlah siswanya cenderung menurun meski telah digratiskan. Sekolah tersebut baru berdiri, namun kurang diminati masyarakat karena dianggap belum memiliki fasilitas dan mutu yang memadai.
“Seperti itulah. Maka pimpinan pusat (Muhammadiyah) saat ini tidak setuju sekolah Muhammadiyah gratis,” ungkapnya.
Ia menegaskan sekolah Muhammadiyah yang berbayar terbukti lebih maju dan unggul dari segi kualitas.
“Sedangkan sekolah Muhammadiyah yang gratis di daerah-daerah cenderung tidak berkembang bahkan terancam tutup karena tidak ada murid,” tegas Sugito.
Sugito menambahkan, Muhammadiyah tetap berkomitmen mendukung pendidikan berkualitas untuk semua, namun kebijakan yang diterapkan harus realistis dan tidak mengorbankan keberlanjutan sekolah swasta.
Sebelumnya, MK mengabulkan gugatan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam putusannya, MK menegaskan bahwa pemerintah pusat dan daerah wajib menjamin penyelenggaraan pendidikan dasar secara gratis tanpa pungutan.
Ketentuan ini berlaku baik untuk sekolah negeri maupun swasta yang menyelenggarakan pendidikan dasar.