Aktivis lingkungan di Nagekeo, Nusa Tenggara Timur (NTT), Rudolfus Oktavianus Ruma alias Vian Ruma (30), ditemukan tewas tergantung dengan leher terikat di sebuah gubuk bambu pada 5 September lalu. Sejumlah pihak menilai kematian Vian janggal.
Koalisi Kelompok Orang Muda untuk Perubahan Iklim (KOPI) mengungkap momen-momen menjelang Vian ditemukan meninggal. Vian diketahui merupakan salah satu pengurus Koalisi KOPI Kabupaten Nagekeo.
Divisi Advokasi Koalisi KOPI, Efraim Mbomba Reda, menyebut Vian meninggalkan kosnya di Nangaroro pada 2 September 2025 menjelang gelap. Guru PPPK itu saat itu hendak menghadiri dua agenda di Maunori, Nagekeo. Pertama, acara syukuran Sambut Baru bersama pacarnya, dan kedua persiapan kegiatan Mbay Youth Day.
Sekitar pukul 15.00 Wita, dua rekan guru sempat mengajak Vian berangkat bersama. Vian hanya menjawab, ‘gas’.
“Kebiasaan Vian, kalau menjawab seperti itu akan segera menyusul sehingga kedua temannya memutuskan untuk jalan lebih dahulu,” ungkap Efraim, Selasa (16/9/2025).
Namun Vian tidak kunjung menyusul meski ditunggu lama. Ia baru keluar dari kos saat hari mulai gelap.
Pacarnya kemudian menelepon karena mereka sudah janjian berangkat bersama ke acara syukuran. Vian masih sempat merespons panggilan tersebut.
“Karena Vian sudah janji akan pergi ke acara sambut baru bersama, pacar Vian dua kali menghubungi karena hari sudah maghrib sementara lokasi acara jauh, sekitar 1 jam perjalanan. Vian selalu menjawab, ‘5 menit lagi’,” kata Efraim.
Beberapa saat kemudian, nomor Vian sudah tidak aktif. Menurut Efraim, handphone Vian memang kerap bermasalah sehingga pacarnya tidak curiga. Sang pacar pun akhirnya berangkat sendiri ke Maunori.
“Ia memutuskan untuk berangkat sendiri ke lokasi pesta,” ujar Efraim.
Sesampainya di Maunori, pacarnya sempat mampir ke lokasi kegiatan Mbay Youth Day. Namun Vian tidak ditemukan di sana.
“Sempat singgah ke lokasi kegiatan di pastoran, tapi tidak menemukan Vian. Dan, malam itu Vian tidak pernah muncul di dua lokasi tersebut (Mbay Youth Day dan pesta syukuran Sambut Baru),” jelas Efraim.
Sejak saat itu, Vian tidak bisa lagi dihubungi. Pada 5 September 2025, ia ditemukan tewas tergantung dengan leher terikat di sebuah gubuk bambu dekat pantai di Sikusama, Desa Tonggo, Kecamatan Nangaroro. Lokasi tersebut berjarak sekitar 20 menit perjalanan motor dari kos Vian.
“Vian ditemukan oleh warga di pondok dalam keadaan meninggal dunia,” kata Efraim.
Polisi kemudian tiba di lokasi. Setelah diperiksa dokter, jenazah Vian dievakuasi ke Puskesmas.
Jenazahnya dimakamkan pada 6 September 2025. Sehari setelahnya, keluarga Vian melapor ke Polres Nagekeo. Hingga kini, polisi masih melakukan penyelidikan. Olah tempat kejadian perkara (TKP) sudah dilakukan, 16 saksi sudah diperiksa, sementara rencana autopsi masih menunggu persetujuan keluarga.
Koalisi KOPI mendesak kepolisian mengusut tuntas penyebab kematian misterius Vian.
“Kasus ini harus diusut secara transparan dan sesuai prosedur hukum yang berlaku,” kata Efraim.
Diberitakan sebelumnya, Vian ditemukan tewas tergantung di gubuk bambu pada 5 September lalu. Guru muda itu aktif di sejumlah organisasi sosial dan lingkungan.
Berdasarkan foto yang diperoleh infoBali, Vian terlihat tergantung dengan kedua kaki menyentuh lantai dan lutut menekuk ke depan. Wajahnya tampak membengkak, kulit di wajah, punggung tangan, serta kakinya menghitam, dan tubuhnya dipenuhi lalat.
Hilang Kontak dan Ditemukan Tewas
Desakan Usut Tuntas
Pacarnya kemudian menelepon karena mereka sudah janjian berangkat bersama ke acara syukuran. Vian masih sempat merespons panggilan tersebut.
“Karena Vian sudah janji akan pergi ke acara sambut baru bersama, pacar Vian dua kali menghubungi karena hari sudah maghrib sementara lokasi acara jauh, sekitar 1 jam perjalanan. Vian selalu menjawab, ‘5 menit lagi’,” kata Efraim.
Beberapa saat kemudian, nomor Vian sudah tidak aktif. Menurut Efraim, handphone Vian memang kerap bermasalah sehingga pacarnya tidak curiga. Sang pacar pun akhirnya berangkat sendiri ke Maunori.
“Ia memutuskan untuk berangkat sendiri ke lokasi pesta,” ujar Efraim.
Sesampainya di Maunori, pacarnya sempat mampir ke lokasi kegiatan Mbay Youth Day. Namun Vian tidak ditemukan di sana.
“Sempat singgah ke lokasi kegiatan di pastoran, tapi tidak menemukan Vian. Dan, malam itu Vian tidak pernah muncul di dua lokasi tersebut (Mbay Youth Day dan pesta syukuran Sambut Baru),” jelas Efraim.
Sejak saat itu, Vian tidak bisa lagi dihubungi. Pada 5 September 2025, ia ditemukan tewas tergantung dengan leher terikat di sebuah gubuk bambu dekat pantai di Sikusama, Desa Tonggo, Kecamatan Nangaroro. Lokasi tersebut berjarak sekitar 20 menit perjalanan motor dari kos Vian.
“Vian ditemukan oleh warga di pondok dalam keadaan meninggal dunia,” kata Efraim.
Polisi kemudian tiba di lokasi. Setelah diperiksa dokter, jenazah Vian dievakuasi ke Puskesmas.
Jenazahnya dimakamkan pada 6 September 2025. Sehari setelahnya, keluarga Vian melapor ke Polres Nagekeo. Hingga kini, polisi masih melakukan penyelidikan. Olah tempat kejadian perkara (TKP) sudah dilakukan, 16 saksi sudah diperiksa, sementara rencana autopsi masih menunggu persetujuan keluarga.
Koalisi KOPI mendesak kepolisian mengusut tuntas penyebab kematian misterius Vian.
“Kasus ini harus diusut secara transparan dan sesuai prosedur hukum yang berlaku,” kata Efraim.
Diberitakan sebelumnya, Vian ditemukan tewas tergantung di gubuk bambu pada 5 September lalu. Guru muda itu aktif di sejumlah organisasi sosial dan lingkungan.
Berdasarkan foto yang diperoleh infoBali, Vian terlihat tergantung dengan kedua kaki menyentuh lantai dan lutut menekuk ke depan. Wajahnya tampak membengkak, kulit di wajah, punggung tangan, serta kakinya menghitam, dan tubuhnya dipenuhi lalat.