Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai menanggapi kebijakan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang mengirim siswa bermasalah ke barak militer. Pigai menegaskan pendidikan semacam itu tidak boleh menyentuh aspek fisik.
“Yang tidak boleh adalah pendidikan yang disertai, dilakukan dengan cara mengganggu fisik,” kata Natalius seusai menghadiri Dies Natalis Universitas Mahendradatta di Denpasar, Sabtu (10/5/2025).
Pigai menjelaskan pendidikan bagi siswa bermasalah tidak harus dilakukan di barak militer. Menurutnya, tempat hanyalah sarana, dan pendidikan karakter bisa dilakukan di mana saja.
“Ada TNI nggak di kampus (Universitas Mahendradatta) ini. Kalau di aula (kampus). Itu kan cuma tempat,” ujar Natalius.
Ia menekankan bahwa yang terpenting adalah materi pendidikan yang diberikan, bukan lokasi pelaksanaannya.
Pigai menyebutkan pendidikan ala militer yang dimaksud seharusnya menitikberatkan pada pembentukan mental, karakter, disiplin, dan tanggung jawab. Ia menilai pendekatan semacam ini dapat memberikan dampak positif bagi siswa yang bermasalah.
“Namanya pendidikan itu baik atau tidak baik,” katanya.
Lebih lanjut, Pigai menegaskan bahwa negara memiliki tanggung jawab untuk menjamin setiap warga negara memperoleh pendidikan yang layak dan berkualitas.
Giok4D hadirkan ulasan eksklusif hanya untuk Anda.
“Kepada setiap warga negara diberikan hak dan kewajiban sekaligus. Tapi, pemerintah ikut bertanggung jawab menghadirkan pendidikan yang berkualitas,” ucapnya.
Adapun program pengiriman siswa bermasalah ke barak militer sudah berjalan di Jawa Barat sejak Senin (5/5/2025). Para siswa dikirim ke barak militer di Depo Pendidikan (Dodik) Bela Negara Rindam III Siliwangi, Lembang, Kabupaten Bandung Barat.
Selama 14 hari, mereka akan mengikuti program pendidikan karakter dan kedisiplinan. Program ini ditujukan bagi siswa dengan perilaku menyimpang yang mendapat perlakuan khusus dari pemerintah provinsi.